tag:blogger.com,1999:blog-427718826412671052023-06-20T06:05:09.474-07:00mengungkap rahasia melalui sejarahmengungkap rahasia melalui sejarahhttp://www.blogger.com/profile/05249020439193419198noreply@blogger.comBlogger11125tag:blogger.com,1999:blog-42771882641267105.post-16834256484321138062012-10-23T02:21:00.000-07:002012-10-23T02:21:09.961-07:00Kosmologi Sunda<b>Kosmologi Sunda</b><br /><br /><br /><br /><br />Definisi KOSMOLOGI menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Cet. Kese puluh yang diterbitkan Balai Pustaka, berarti : (1) cabang astronomi yang menyelidiki asal usul, struktur dan hubung an ruang dan waktu dari alam semesta (2) cabang dari meta fisiki yang menyelidiki alam semesta sebagai sistim yang be raturan, sedangkan Kosmografi, berarti: (1) pengetahuan ten tang seluruh susunan alam (2) penggambaran secara umum tentang jagat raya termasuk bumi.<br /><br />Tulisan ini mengeksplorasi naskah-naskah Sunda buhun ten tang Jenis dan tingkatan alam di jagat raya menurut keper cayaan di masa lalu dan diberi judul Kosmologi, namun da lam tulisan disinggung Kosmografi, karena agak sulit memi sahkan keduanya ketika membahas salah satunya, mengingat sumbernya yang terpisah-pisah dan sulitnya mencari sumber keterangan yang utuh tentang kosmologi Sunda, kecuali dari naskah-naskah Sunda Kuna.<br /><br />SUMBER INFORMASI<br />Kosmologi Sunda dalam bentuk naskah yang beredar secara umum baru diketahui dari Koropak 420. Oleh para peneliti kemudian dinamakan Kosmologi Sunda. Di dalam Pengantar Buku tersebut (2006) dijelaskan, bahwa semula para peneliti mengira ketiga naskah tersebut (kropak 420 dan 421 dan 422) berisi teks yang bertalian dengan ajaran agama Islam, karena dalam katalog naskahnya yang dibuat C.M. Pleyte awal abad 20 naskah koropak 420 berisi ajaran Sunan Gu nung Jati (lesjes Soenan Goenoeng Djati), adalah tokoh pe nyebar agama dan penegak kekuasaan Islam di Tatar Sunda yang dipandang sebagai salah seorang wali dan Walisanga di Pulau Jawa. Namun, ternyata teks naskah koropak 420 tidak berisi tentang ajaran agama islam, melainkan uraian Kosmo logis Sunda Buhun.<br /><br />Di dalam teks itu disebut Gunung Jati satu Kali, namun mak nanya menunjuk pada suatu tempat dalam sistem Kosmologi Sunda Pra Islam, dan tidak bertalian dengan nama tokoh Isla mi yakni Sunan Gunung Jati. Menurut para peneliti naskah, naskah dimaksud tidak perlu diragukan lagi kesahihannya, mengigat ditemukan di Kawali yang pernah menjadi ibu kota Sunda–Galuh pada abad 14–15 M. Pada masa itu pula Islam sudah mulai masuk kedaerah Galuh, bahkan Haji Purwagaluh berasal dari sini. Setelah Pakuan di bumi hanguskan oleh pa sukan Banten banyak para pembesar Pajajaran dan masyara kat Sunda yang masih “tuhu ka Pajajaran” mengung si ke Kawali. Demikian pula pemberi naskah dan penyimpan nas kah ini, yakni Bupati Galuh, R.A. Kusumadiningrat, adalah trah raja Sunda Pajajaran yang bertanggung jawab menyim pan benda-benda pusaka peninggalan Pajajaran. Inilah seja rah ditemukannya naskah Kosmologi Sunda.<br /><br />Di dalam Harian Umum Pikiran Rakyat, edisi Kamis 2 Juni 2005, Edi S.Ekadjati menguraikan Kosmologi Sunda dan menghubungkan naskah Kosmologi Sunda (kropak 420) de ngan naskah Jatiraga (kropak 422). Menurut penjelasannya, berkaitan dengan adanya jalan ideal yang menghubungkan bumi sakala (alam dunia) dengan buana niskala dan buana jatiniskala (alam akhirat), maka dalam naskah lontar Kropak 420 diutarakan secara panjang lebar tentang ciri-ciri dan si fat kehidupan di bumi sakala. Sedangkan dalam Koropak 422 di kemukakan ciri-ciri dan sifat kehidupan di buana niskala dan buana jatiniskala yang menggiring manusia agar memilih jalan ideal yang lurus menuju buana niskala yang berupa surga yang menyenangkan, bahkan menempatkan buana jati niskala diderajat yang paling tinggi. Dengan demikian, rasa nya kurang lengkap jika membaca naskah Kosmologi Sunda tanpa membaca Jatiraga.<br /><br />Naskah-naskah yang berhubungan dengan Kosmologi Sunda, selain bersumber dari kedua naskah diatas, dapat ditemukan dari naskah lain. Naskah-naskah dimaksud, antara lain :<br />(1) Sewakadarma (dibuat tanpa tahun penulisan, namun menyebutkan naskah Jatiniskala) ;<br />(2) Serat Dewabuda (ditulis tahun 1435 dan tidak menye butkan naskah lain) ;<br />(3) Jatiniskala (ditulis tanpa tahun dan tidak menyebut nas kah lainnya) ;<br />(4) Kawih Paningkes (ditulis tanpa tahun, tidak menyebut naskah lain) ;<br />(5) Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesyan (ditulis pada tah un 1518, antara lain menyebut Sang Sewakadarma, nas kah ini lebih muda dari nakah Sewakadarma) ;<br />(6) Carita Parahyangan.(ditulis tahun 1580, antara lain me nyebutkan Sanghyang Siksa, naskah ini lebih muda dari naskah Sanghyang Siksa) ;<br />(7) Carita Purnawijaya, Kropak 413 dan 423. Kedua manus krip daun lontar ini dianggarkan berasal dari abad ke-17 Masehi dan disimpan diperpustakaan nasional.<br /><br />Naskah-naskah diatas menjelaskan tentang perjalanan atma atau jiwa manusia yang telah lepas dari jasad (kurungan) atau mengenai kaleupasan-kalepasan, moksa. Naskah-naskah dimaksud membagai dua bagian pembahasannya, yakni per siapan ketika jiwa menghadapi maut dan peralihan jiwa kedu nia gaib, serta perjalanan jiwa sesudah meninggalkan jasad. Sedangkan naskah PURNAWIJAYA menjelaskan tentang alam naraka. Memang naskah seperti SEWAKADARMA menunjuk kan ada pengaruh aliran Trantayana yang berkembang di tatar Sunda waktu itu, menampilkan campuran aliran Siwa dhanta yang menganggap semua dewa sebagai penjelmaan Siwa de ngan nama agama Buda Mahayana, bahkan penulis menemu kan kitab ini masih digunakan saudara-saudara kita di Bali. Namun unsur agama Pribumi (Sunda) sudah diguna kan, seperti nampak adanya istilah Hyang yang dibedakan dari istilah dewa.<br /><br />NASKAH KAWIH PANINGKES atau Panikis memperlihatkan te lah bercampurnya isitilah-istilah seperti dewa, dewata, sri, mahayoga dan moksa yang biasa digunakan dalam istilah agama Hindu dan Budha dengan istilah pohaci, wirumanang gay, kahiyangan, sanghiyang dan puhun, bahkan pada masa disusun nya naskah Kawih Paningkes, ageman Sunda Buhun sudah mendominasi ajaran-ajaran tersebut, seperti nampak dalam istilah, sebagai berikut :<br /><br />Cuplikan dari 10 pembaktian ini secara lengkap, sebagai berikut :<br /><br />Etika ini berhubungan pula dengan isi naskah selanjutnya, tentang kewajiban dan strata manusia dan para dewa, semua harus berbakti kepada Batara Niskala sebagai Yang Hak dan Yang Wujud, sebagaimana yang telah ditentukan sejak pengu asa alam menyempurnakan mayapada.<br /><br />Isi naskah dimaksud sebagai berikut :<br /><br /> Ini yang harus ditemukan dalam sabda, ketentuan Ba tara di dunia agar teguh menjadi "Permata di dalam sangkar", untuk cahaya seluruh dunia, Hamba tunduk kepada majikan, istri tunduk kepada suami, anak tun duk kepada bapak, siswa tunduk kepada guru, mantri tunduk kepada nu nangganan, nu nangganan tunduk kepada mangkubumi, mangkubumi tunduk kepada raja, raja tunduk kepada dewata.<br /><br />Menurut buku Rintisan Penelusuran Masa Silam Sejarah Ja wa Barat (1983-1984) disebutkan: Dewa-dewa seperti Brah mana, Wisnu, Iswara, Siswa dan lain-lainnya tunduk kepada Batara Seda Niskala. Dialah penguasa alam, nu ngretakeun bumi niskala (yang mengatur dunia gaib). Jika saja disebut kan ada pengaruh agama Hindu didalam keyakinan urang Sunda, sebagaimana yang disebutkan oleh beberapa akhli, ada baiknya jika meninjau pendapat Wangsakerta (1677) maupun Pleyte (1905). Keduanya menjelaskan, bahwa aga ma Hindu pada masa itu hanya berlaku (dianut) oleh lingku ngan keraton dan para pejabatnya, sedangkan rakyat keba nyakan, atau masyarakat Sunda buhun, tetap setia menganut agama ajaran leluhurnya. Hanya saja pada masa Pajajaran ra ja dan rakyat sudah berpadu, ngegem ajaran Sunda Wiwitan atau Jati Sunda, yang diistilahkan Purbatisti-Purbajati. Tak he ran jika Pajajaran sangat membekas didalam paradigma ma syarakat Sunda sampai sekarang, dibandingkan dengan kera jaan lainnya.<br />JAGAT RAYA<br />Menurut Edi S. Ekadjati didalam Islam jagat raya terdiri dari lima alam, yaitu alam roh, alam rahim, alam dunia, alam bar zah, dan alam akhirat. Didalam Islam alam roh dan alam ra him yang merupakan alam gaib menjadi tempat kehidupan manusia sebelum lahir kedunia (alam dunia), sementara alam barzah dan alam akhirat yang juga merupakan alam ga ib menjadi tempat kehidupan manusia sesudah mengalami ke matian. Kehidupan manusia di alam dunia sangat menen tukan kehidupannya di alam kubur dan alam akhirat. Kosmo logi menurut konsep Islam didasarkan pada kronologis kehi dupan manusia (dan makhluk lainnya).<br />Naskah Kosmologi Sunda dan Jatiraga, sebagaimana ditulis oleh Undang A Darsa dan Edi S. Ekadjati (2006), membagi ja-gat raya menjadi 3, yaitu :<br />1. SAKALA :<br />Dunia nyata dihuni oleh berbagai mahluk yang memiliki jas mani dan rohani. Mereka disebut manusia, hewan, tumbuh an, serta benda-benda lain yang dapat dilihat, bergerak dan yang diam.<br />2. NISKALA :<br />Dunia gaib, dihuni oleh berbagai makhluk yang tak berjasad, seperti dewa-dewi, bidadara-bidadari, apsara-apsari,ruh-ruh netral atau syanu, BAYU (KEKUATAN), SABDA (SUARA) dan HE-DAP (ITIKAD). Semua memiliki tugas dineraka maupun di sorga. Apabila ruh netral bergabung dengan bayu, sabda dan hedap, maka gabungannya disebut sukma yang disebut syaku. Sukma yang terbuang kesasakala akan bergabung dengan anasir anasir fisikal sehingga ada yang menjelma menjadi ma nusia, hewan atau tumbuhan.<br />Hal ini menggambarkan bahwa sukma itu terpenjara oleh ja sad. Penjelmaan yang paling sempurna adalah manusia, oleh karena itu manusia harus berbuat baik agar dapat kembali ke kodrat sejati dikahiyangan atau disebut juga mencapai mok sa (tilem). Jika manusia terbawa angkara murka maka akan kembali kealam niskala sebagai penghuni neraka. Namun ji ka menurut aturan para dewa penjaga neraka mendapat keri nganan maka harus reinkarnasi kealam sakala.<br />Makhluk-makhluk tak berjasad tersebut diantaranya dewa-dewi dalam panteon Hindu dan Budha serta panteon Sunda Buhun. Hal ini sebagaimana disebutkan didalam naskah PANI KIS, yang memperlihatkan telah bercampurnya isitilah-istilah seperti dewa, dewata, sri, mahayoga dan moksa yang biasa digunakan dalam istilah agama Hindu dan Budha dengan istilah pohaci, wirumananggay, kahiyangan, sanghiyang dan puhun.<br />Naskah Kosmologi Sunda menyebutkan, para panteon ini, seperti :<br /><br /> Pwah Batari Dewi Sri adalah penguasa alam tertinggi di Kahiyangan didampingi oleh Pwah Lekawati. Pwah Wiru Mananggay didampingi Danghyang Trusnawati, pen jaga bangunan suci Bungawari di Pasekulan bukit Tri Jantra si Jatri Palasari di Gunung Jati yang disebut puncak angkasa. Sedangkan Sanghiyang Sri sebagai penjaga alam Kasorga an’.<br /><br />Hal ini disebutkan pula didalam NASKAH SEWAKADARMA yang disusun oleh seorang pertapa perempuan, bernama BUYUT NI DAWIT, yang bertapa di pertapaan Ni Teja Puru Bancana Gunung Kumbang, diperkirakan di susun sebelum dibuatnya naskah Sanghyang Kandang Kare-syan (1518 M). Menurut Ayatrohaedi (2003) dalam tulisan Nganjang Kaka lenggangan, menyebutkan, bahwa :<br /><br /> Diatas Kahyangan kelima Dewata (Isora, Brahma, Maha dewa, Wisnu,Siwa) terdapat kahyangan Sari Dewata dengan Ni Dang Larang Nuwati sebagai penghuninya, yang pada saat hidup di dunia telah berikrar tidak akan kawin untuk mengabdikan diri kepada agama. Namun karena ikrarnya itu karena kesedihan karenanya dia tidak dapat menempati surga tertinggi. Setingkat diatas kahiyangan Nuwati, terletak Kahyangan Bungawari, disitulah tempat tinggal Pwah Sanghyang Sri (Dewi Pa di), Pwah Naga Nagini (Dewi Bumi), dan Pwah Soma Adi (Dewa Bulan). Disitulah batas kehidupan Surgawi.<br /><br />Namun suatu hal yang perlu dipahami pula, bahwa yang di maksud kasorgaan ini bukanlah alam tertinggi (Kahyangan), melainkan alam NISKALA.<br />3. JATINISKALA<br />Alam Jatiniskala atau kemahagaiban sejati, dihuni oleh Dzat Yang Maha Tunggal, dinamakan pula Sang Hyang Manon, atau Dzat Yang Maha Pencipta disebut Si Ijujatinistemen, pen cipta batas tetapi tak terkena batas. Dunia berada dalam Dzat nya.<br />Alam Jatiniskala bukanlah alam kasorgaan sebagaimana yang disebutkan dalam naskah KOSMOLOGI SUNDA, atau alam Surgawi sebagaimana disebutkan dalam naskah SEWAKADARMA, dan batas kehidupan Surgawi bukan batas akhir dari jagat raya, karena bagi sang Atma yang mendapat gemblengan Sewakadarma tidak hanya berhenti sampai dibatas sorga, me lainkan mampu memasuki bumi kancana, karena disitulah terletak Jatiniskala, tempat kegaiban yang sejati, keadaan serba cerah dalam keheningan yang mutlak. Disitulah tempat ke abadian, telah lepas melampaui semua kehidupan dan peng huni alam sakala dan niskala.<br />Urang Sunda Buhun sangat tegas membedakan antara Surga tempat bermukim para dewa dan Kahyangan tempat kebera daannya Hyang, sebagaimana yang ditulis didalam Sang-hyang Kandang Karesyan, masuk surga disebutnya munggah, sedangkan masuk kahiyangan disebut moksa.<br />Naskah ini menuliskan, :<br /><br /> “...... Inilah keinginan manusia ...... ; yun munggah ada lah ingin surga, tidak mau menemui dunia, dan yun lu put adalah ingin mencapai moksa, tidak mau terbawa oleh penghuni surga. Demikianlah keinginan manu sia”. (.... Ini kahayang janma ...; yun munggah ma nga ranna hayang sorga, mumul munggah mumul mang gihkon bwana; yang luput ngaranna hayang mokta; mumul kabawa ku para sarga. Na mana sakitu kaha yang janma saenyana). (Ayatrohaedi, 2003).<br /><br />Alam Jatniskala digambarkan suka tanpa mengenal duka, ke nyang tanpa mengenal lapar, hidup tanpa mengenal mati ba hagia tanpa mengenal nestapa, baik tanpa mengenal buruk, pasti tanpa mengenal kebetulan, moksa lepas tanpa menge nal ulangan hidup.<br />Keterangan dari naskah Sewaka Darma diatas tidak jauh ber beda dengan keterangan dari naskah Sanghiyang Siksa Kan dang Karesiyan, terutama kaitannya dengan keinginan manu sia untuk memasuki niskala, yakni :<br /><br /> “Jika meninggal sukmanya akan menemui kemuliaan dan kebahagiaan, mengalami siang tanpa malam, suka tanpa duka, kemuliaan tanpa kenistaan , senang tanpa menderita, indah tanpa wujud, menjadi hyang tanpa kembali menjadi dewa, Itulah yang disebut parama lenyep (kesadaran utama)”. <br /><br />TUTUR TINULAR<br />Susunan Jagat raya didalam Keyakinan Masyarakat Baduy tidak terlepas dari kisah perjalanan manusia melalui tiga bua na (alam), yakni : buana handap atau panca tengah, buana rarang dan berakhir dibuana ruhur (buana atas). Istilah bua na menunjukan ruang kehidupan sangat luas yang harus dila lui setiap manusia. Manusia dilahirkan kebuana panca tengah untuk mengembara (ngumbara), apakah akan menemukan kesenangan, bahagia atau sengsara dikelak kemudian hari.<br />Masyarakat Baduy menyebut juga dunia panca tengah deng an istilah sorga jeung naraka (surga dan neraka) lahir (Garna : 1988). Buana handap merupakan bagian dari buana ruhur dan buana rarang, termasuk tempat kehidupan makhluk dan tanaman.<br />Pandangan masyarakat Baduy merujuk kedalam pandangan terpusat, sehingga mengangap dunia terbagi dua bagian, yak ni masyarakat Baduy sebagai masyarakat sakral yang diberi tugas untuk mengelola Sasaka, serta masyarakat luar Baduy, sebagai masyarakat yang profan (tidak sakral, kudus atau tidak berhubungan dengan agama) mengelola nagara telung puluh telu, pancasalawe nagara.<br />Keyakinan ini nampak pula dalam ungkapan :<br /><br /> Satangkubeun langit<br /> Langit nu nuruban<br /> Satangkarak ning lemah<br /> Dunya nu nangkarak Menelungkupnya langit<br /> Langit yang menutupi<br /> Membentangnya tanah<br /> Dunia yang membentang<br /><br />Menurut Engkus Ruswana, salah satu tokoh penganut ajaran Sunda Wiwitan mengemukakan, bahwa: Gambaran Kahyang an terungkap dalam Pantun Langgasari Kolot, yang menyebut tiga alam atau tiga buana, yakni :<br />(1) Buana Nyungcung, yaitu tempat bersemayamnya Sang- Hyang keresa.<br />(2) Buana Pancatengah tempat berdiamnya manusia dan mahluk lainnya.<br />(3) Buana Larang atau neraka.<br />Diantara Buana Nyungcung dan Buana Pancatengah terdapat 18 lapisan alam atau Mandala, yang dilalui Manusia setelah meninggal dunia. Tingkatan alam tersebut sebagai berikut:<br />1. Bumi Suci alam Padang.<br />2. Sang Hyang burung ribut.<br />3. Sang Hyang Sorong Kancana<br />4. Bumi cengcerengan.<br />5. Bumi Putih.<br />6. Bumi Hawuk.<br />7. Bumi koneng.<br />8. Bumi Hejo.<br />9. Bumi Hideung.<br />10. Bumi Beureum.<br />11. Bumi Pohaci, kerepek se ah patapan Hujan.<br />12. Paguruh Paguntur Patap an Gugur.<br />13. Mega Siantrawela.<br />14. Mega Sikareumbingan.<br />15. Mega Sikarambangan<br />16. Mega beureum.<br />17. Mega Malang.<br />18. Mega Manggul<br />DALAM TRADISI PERPANTUN BOGOR<br />Didalam tradisi para prepantun Bogor mengenal adanya pro ses kehidupan manusia yang harus melalui sembilan alam (mandala), sejak di dunia fana dan alam baka. Kesembilan mandala tersebut adalah:<br />1. Mandala Kasungka ;<br />2. Mandala Parmana ;<br />3. Mandala Karna ;<br />4. Mandala Rasa ;<br />5. Mandala Seba ;<br />6. Mandala Suda ;<br />7. Jati Mandala ;<br />8. Mandala Samar ;<br />9. Mandala Agung.<br />Sejak dari Jati Mandala maka wilayah tersebut sudah terma suk Mandala Kasucian, tempat berdiamnya para Karuhun (le luhur) yang sudah dapat turun kebumi serta menitis.<br />Tahapan Mandala ini dikisahkan, sebagai berikut :<br /><br /> Ari Panjangnya Jaman. Nurutkeun tahapan Mandala; jeung ti hiji mandala deui anggangna teh hanteu saruwa ... !. Kabehna Mandala saloba salapan !<br /> Nahap Ngundak ti handap anu disebut Mandala Kasung ka. Laju nahap di Mandala Parmana. Laju nahap di Man dala Karna; Laju di Mandala Rasa .. unggah di Mandala Seba; unggah deui di Mandala Suda ... !<br /> Dimandala Suda kumpul karuhun-karuhun anu meu nang pulang anting ka jagat ieu; di lebah perelu .... meu nang ngarupa cara manusa. Tapi ngan nyawarakeuna rasa manusa ........ ! atawa nyawara tanpa rupa !.<br /> Anggeus Mandala Suda, laju: Mandala anu nahap kana alam kasucian; nyaeta anu disebut Mandala Padumu kan para Karuhun dina ngaran: Jati Mandala .... ! lain Mandala Jati .... tapi Jati Mandala ..... ! Nya didinya ayana Paseban Pangauban paranti kumpul para Karuhun anu geus diwenangkeun bisa turun deui ngalongok manusa ieu jagat bari ngarupa jeung nyawara. Nya tonggoheun eta paseban ayana: Papanggungan Bale Agung. Paranti Karuhun narang gowan giliran mudu Nitis ....!<br /> Saruhureun Jati Mandala, nyaeta Mandala Samar tea ........ ! Tonggoheun enggon Karuhun aya tilu enggon anu sajajar. Nu ditengah: paranti Sanghiyang Guru ...... Hi yang Tunggal anu disebut Sanghiyang Guriang Tunggal. Anu dikenca paranti Sanghiyang Wenang. Enggon anu beulah katuhu paranti Sanghiyang Wening. Tonggo heun enggon tengah aya deui enggon paranti Sanghi yang Kala, nya Dewa nya Batara ..... !<br /> Saruhureun eta kabeh Mandala tadi, aya deui Mandala anu ti Mandala samar bae, anggangna teh: Duwa Puluh Salapan Jaman Satengah .... ! nya eta Mandala anu dise but Mandala Agung tea ... ! nya di Dinya ayana: Sanghi yang Tunggal ... anu Nunggal di sakabeh Alam jeung sa kabeh Jagat.<br /> Sukma atau roh manusia berasal dari Buana Nyungcung atau Kahyangan. Jika roh manusia telah selesai menjalankan tugas hidup dan kehidupannya di Buana Pancatengah, maka sukma harus kembali ke Kahyangan. Jika sukma dahulu turunnya da ri Kahyangan baik maka kembalinyapun harus baik pula, na mun jika sukma tersebut kotor maka kembalinya ke Buana Larang atau neraka. Baik buruknya sukma sangat tergantung kepada amal perbuatan sewaktu berada di Buana Panca tengah.<br /><br />Teks buhun umumnya mengabarkan cita-cita urang sunda bu hun jika meninggalkan alam dunya yakni balik ka Hyang lain ka Dewa. Namun yang menentukan tempat seseorang sesu- dah kematian adalah sikap, perilaku, dan perbuatan selama hidup di dunia. Jika sikap, perilaku dan perbuatannya buruk dan bertentangan dengan ajaran agama, maka akan kembali lagi kealam dunia dalam wujud yang lebih rendah derajatnya atau masuk kedalam siksa neraka. Jika sikap, perilaku, dan perbuatannya baik maka rohnya akan naik menuju alam nis kala yang menyenangkan (surga).<br />Alam ini diuraikan dalam Naskah Sewakadarma sebagaima na yang dijelaskan Ayatro haedi, intinya menguraikan persia pan menghadapi maut dengan cara yang indah serta bagaima na jiwa setelah meninggalkan raganya (kaleupasan).<br />Tentang bagaimana masa depan setelah mati ?, dalam hal ini Abdul Rojak didalam bukunya menjelaskan, bahwa dalam ke yakinan penganut Sunda Wiwitan, seperti Aliran Kepercaya an Perjalanan, sangat tabu untuk menjelaskannya, ‘Pamali, ulah Nganjang Kapageto’, karena hari esok adalah rahasia Tu han. Sedangkan menurut Masyarakat Baduy, masa depan ada lah : ‘itu adalah urusan Tuhan’.<br />Masyarakat Baduy berkeyakinan, Sukma atau roh manusia berasal dari Buana Nyungcung atau Kahyangan. Jika roh ma nusia telah selesai menjalankan tugas hidup dan kehidupan nya di Buana Pancatengah, maka sukmanya harus kembali ke Kahyangan. Jika sukma turunnya dari Kahyangan baik maka kembalinya pun harus baik pula, namun jika sukma tersebut kotor maka kembalinya ke Buana Larang atau neraka. Baik buruknya sukma sangat tergantung kepada amal perbuatannya sewaktu berada di Buana Pancatengah. Keenganan untuk menjelaskan alam pageto dimaksud bukan berarti ketiadaan konsepsi, karena beberapa tuntutan perilaku yang mereka ya kini kebenarannya menjelaskan pula tentang adanya neraka bagi atma yang ketika hidup didunia tidak mengindahkan tun tunan moral.<br />PENCIPTAAN BUMI<br />Didalam sejarah Baduy dijelaskan, pada mulanya atau bumi terbentuk dari yang ngenclong, suatu materi yang kental dan bening, lama kelamaan menjadi keras dan besar, dan ini ada lah awal mula dari bagian bumi. Yang disebut Sasaka Buana atau Padaageung. Titik mula adalah tonggak kabuyutan yang mengandung arti, itulah pusat dunia, awal dari kehidupan makhluk. Untuk memberikan kehidupan, kemudian Batara Tunggal menurunkan tujuh Batara kedunia, dua Batara ditu runkan di Sasaka Buana dan Lima Batara mendirikan nagara telung puluh telu, panca salawe nagara, atau negara diluar Kanekes (Garna : 1988).<br />Proses pembentukan Bumi secara terperinci dijelaskan da lam Buku Penelusuran Masa Silam Sejarah Jawa Barat (1983-1984). Buku ini menjelaskan, bahwa pada awalnya bumi me nyerupai api yang bercahaya dan menyala. Berjuta-juta ta hun kemudian asap gelap diseluruh muka bumi secara ber angsur-angsur dan terus menerus-menerus seluruhnya meng hilang. Bumi menjadi dingin. Walaupun demikian belum ada makhluk hidup. Kemudian permukaan bumi ini menjadi gu nung-gunung dan lautan.<br />Beberapa juta tahun kemudian muncullah tumbuh-tumbuh an kecil, lalu mucul makhluk hidup berupa hewan; kemudian hewan yang hidup dilautan seperti ikan dan sejenisnya. Sete lah itu beberapa juta tahun kemudian muncul berjenis-jenis tumbuhan dan sementara itu muncul makhluk hewan raksa sa yang beraneka macam jenisnya; kemudian bermacam-ma cam makhluk hewan unggas serta hewan lainnya seperti ba bi, kuda dan sejenisnya. Lalu berjuta-juta tahun kemudian muncullah makhluk hidup berwujud manusia tingkatan ren dah dan sempurna. Mereka adalah manusia purba, manusia hewan, yang seterusnya setelah beribu-ribu tahun kemudian berwujud separuh hewan separuh manusia. Lama setelah itu muncul makhluk yang serupa manusia, lalu tingkat rendah dan akhirnya muncullah jenis makhluk yang sempurna.<br />Uraian tentang sejarah terciptannya bumi diatas ditemukan didalam naskah Pusta Rajyarajya i Bhumi Nusantara, pada parwa I sarga I, ditulis oleh Pangeran Wangsakerta dan ka wan-kawan di Cirebon pada tahun 1677 Masehi (Rintisan Pe nelusuran Masa Silam Sejarah Jawa Barat, 1983–1984). Ada pun naskah dan bahasa aslinya, sebagai berikut :<br /><br /> Witan sargakala niking bhumitala. Bhumitala pinakgni dumi lah mwang uswa. Prayuta warca tumuli kukus petengrat bh umi tala canaih-canaih dhumana-rawata sirna. Bhumi ma hatis. Ya dastun mangkana tatan hana janggama. Ateher bhu manda la nikang dadi prawata lawan sagara.<br /><br /> Prayuta warca tumuli dadi ta sthawarahalit, ateher dadi jang gama prakara satwa ; ateher satwekeng haneng sagara maka di mina mwang sarwwa mina. Rihuwus ika prayuta warca tumuli shatware kang nanawidha mwangring samang kana dadi ta janggama satwa raksa nung nanawidha prakara nya ; Ateher sarwwa jang gama satwa inuturun mwang satwa lenya waneh kadi waraha, turangga mwang lenya manih.<br /><br /> Ateher prayuta warca tumuluy dadi ta janggama manusa dharma lawan tatan purnna. Hana pwa purwwa janma purusa satwa, ateher lawas ira mewu iwu warca manih akrti saparwa satwa sa saparwa manusa. Lawas ri huwus ika dadi ta puru sakara, ateher manusadhhar ma mwang wekasan dadi ta purusa purnna.<br /><br />Abdul Rozak (2005) didalam Buku Teologi Kebatinan Sunda memaparkan, bahwa sejarah bumi menurut penganut Aliran Kebathinan Perjalanan, berkaitan dengan kondisi dan posisi manusia sebagai makhluk yang mulia, secara kodrati, dicipta kan untuk mengolah dan menjadikan dunia beserta isinya agar dapat di manfaatkan maksimal. Sebelum ada manu sia terlebih dahulu Tuhan menciptakan sarana dan prasarana bagi terselenggaranya nilai mulia manusia dari makhluk lain nya. Dengan demikian manusia diharapkan mampu mengo lah dan memanfaatkan dunia beserta isinya secara baik dan sempurna.<br /><br />Tahap-tahap proses penciptaan makhluk di bumi, pertama berupa rasa panas, sebagai makhluk non fisik atau abstrak, tidak kasat mata namun dapat dirasakan. Panas kemudian mengkristal menjadi bahan bakar dunia, yakni api. Kemudian mengkristal dan membesar membentuk matahari.<br /><br />Kedua, Matahari sebagai sumber selalu memancarkan rasa panas, namun terdapat sisi alam lainnya yang tak terjangkau, sehingga menimbulkan rasa dingin. Rasa dingin adalah makh luk kedua. Rasa dingin memiliki kemampuan untuk membe kukan semua benda yang terkena dayanya, kemudian meng kristal menjadi sumber bahan pendingin, yaitu air.<br /><br />Ketiga, makhluk yang diciptakan Tuhan adalah angin, terjadi karena daya tarik menarik antara hawa panas dan hawa dingin, atau kondisi alam yang di timbulkan oleh daya saling mempengaruhi antara matahari dan air.<br /><br />Keempat, makhluk yang diciptakan Tuhan adalah Bumi, seba gai perpaduan antara panas matahari dengan semilirnya angin, kemudian terjadi penguapan. Dari penguapan timbul rasa tetap, mengkristal menjadi bumi. Dari hukum Tuhan di atas, maka uap yang sangat ringan ini berterbangan di udara. Terbangnya uap di udara juga akbat hembusan angin. Uap tersebut tertahan oleh daratan yang lebih tinggi atau gunung gunung. Sementara gunung yang diciptakan Tuhan bersuhu sangat dingin dan menyebabkan uap mengkristal, berubah kembali menjadi butiran air hujan. Hujan menjadikan bumi menjadi subur. Dari adanya hujan yang berpadu dengan rasa panas menciptakan iklim, ditunjang dengan semilir angin muncullah tumbuhan, kemudian binatang. Selanjutnya mun cul manusia, sebagai ciptaan yang terakhir dan sempurna, yang di rencanakan Tuhan untuk menjadikan wakilnya da lam mengatur dunia sesuai dengan hukum Cakra Manggili ngan. Rangkaian penciptaan makhluk Tuhan memberikan pe ngert an, bahwa kehidupan manusia merupakan perpaduan harmo nis dan tak terpisahkan dari beberapa unsur saripati api, air, dingin dan bumi. Konsep tersebut di dalam Naskah Siksa Kanda Ng Karesyan dibahas dalam Panca Wuku. Jakob Sumardjo (2004) membahas dalam uraian tentang Mandala.<br /><br />KONSEP NERAKA<br /> Dari ajaran-ajaran yang mereka terima sangat meyakini bah wa segala perilaku kehidupan manusia harus dapat diper-tanggung jawabkan secara lahiriah maupun bathiniah, baik menyangkut kehidupan di dunia maupun kehidupan di akhir at nanti. Mereka meyakini apa yang di lakukan baik buruk nya akan kembali pada dirinya, dan ada yang menyaksikan, yaitu Gusti nu nyidikeun Allah anu nganyatakeun, Pangeran anu nangtayungan. Dalam hal ini mentaati Pikukuh dan Pitu tur karena merupakan pedoman yang sangat penting, disam ping kemampuan menjaga moral dan etika hidup.<br /><br />Tentang perhitungan dihari akhir pada dasarnya diyakini di dalam setiap agama. Karena keyakinan akan adanya perhitu ngan dihari akhir akan membawa dan mampu mengendali kan perbuatan manusia kearah yang benar. Sekalipun dalam perkembangannya, sebagaimana yang dianut oleh banyak ka um sufi, kesadaran untuk mentaati segala perintah yang ber sifat ilahiyah dan menjauhi larangan-larangannya semata-ma ta karena kesadaran dan kecintaannya terhadap Sang Pencip ta, bukan karena takut terhadap neraka. Kecintaan terhadap Sang pencipta harus bisa mengalahkan rasa takut terhadap neraka, mengingat neraka adalah ciptaan (makhluk) Tuhan, bukan Tuhan itu sendiri.<br /><br />Penggambaran neraka didalam tradisi Sunda Buhun sudah di tuliskan pada dua manuskrip daun palem yang ditulis deng an aksara Sunda Kuna. Naskah tersebut saat ini disimpan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia atau Perpustaka an Nasional; kropak 413 dan kropak 423. Kedua naskah diperkirakan berasal dari abad ke-17 Masehi.<br /><br />Pleyte menyebutkan bahwa naskah yang tertua, yaitu kropak 413 ditulis oleh salah seorang siswa KYAI RAGA, ketua kabu yutan Kyai Raga terletak di lereng gunung Sri Manganti atau sekarang disebut dengan nama Cikuray, sebelah timur wila yah kebudayaan Sunda (tuntung Sunda). Naskah dimaksud mengisahkan perjalanan Purnawijaya, ke neraka. Purnawija ya diajarkan oleh sang Dewa Utama mengenai akibat dari perbuatan jahat. Purnawijaya diajak untuk datang ke neraka dan melihat bagaimana orang-orang berdosa disiksa. Dida lam perjalanannya Purnawijaya bertanya kepada Yamadipa ti, penjaga neraka tentang cara mengakhiri penyiksaan ini. Yamadipati menjelaskan bahwa keberadaan mereka para peng huni neraka karena perbuatan buruk mereka ketika hi dup, serta mereka bisa reinkarnasi pada kehidupan selanjutnya.<br /><br />Carita Purnawijaya merupakan sebuah gubahan teks Jawa Kuna yang berjudulkan Kuñjarakarna. Naskah ini mengisahkan seorang yaksa (sejenis raksasa) yang bertapa karena ingin menebus dosanya. Kisah didalam versi Sunda Kuna ini ber beda secara signifikan dari cerita Jawa Kuna. Versi Jawa Kuna terdiri dari dua bagian dan merupakan sebuah cerita yang bernafaskan agama Budha, karakter Budhis pada versi Sunda sudah hilang sama sekali. Dan hanya terdiri dari satu bagian saja. Cerita Kuñjarakarna (jawa) dibagi dua bagian, antara lain perjalanan Kuñjarakarna ke neraka.<br /><br />Kuñjarakarna bertapa dan mendapatkan berkah dari Wairo cana atau sang Budha untuk bisa melihat neraka. Pertama-ta ma disuruhnya pergi ke neraka Yama untuk melihat langsung siksaan yang dialami orang-orang durhaka, dan menanyakan sebab musabab penderitaan lima lapis (pancagati). Disana melihat bagaimana orang-orang berdosa disiksa dan direbus didalam sebuah ketel besar. Kemudian melihat se buah ketel baru yang sedang disiapkan, ternyata ketel ini di peruntuk kan bagi Purnawijaya, sahabat karib Kuñjarakarna yang akan meninggal dalam waktu beberapa hari. Kuñjarakarna terke jut dan meminta kepada sang Buda, apakah bisa memperi ngatkan kawannya. Dan sang Buda memperbolehkannya, na mun Purnawijaya tetap tidak boleh menghindari hukuman. Meskipun begitu hukumannya diperpendek, dari 100 tahun menjadi sepuluh hari. Setelah masa berlalu, Purnawijaya di perkenankan kembali kebumi dan kembali kepada istrinya, Kusumagandhawati. Cerita berakhir dengan mengisahkan Kuñjara karna dan Purnawijaya bersama-sama bertapa dan menyucikan diri dengan laku yang amat berat, dilereng Maha meru. Maka setelah 12 tahun atas ijin Sang Raja mereka ber dua mendapatkan jalan kebahagiaan dijagat Yang Maha Tung gal (SIDDHLOKA). Didalam istilah lainnya disebut pula alam JATINISKALA.<br /><br />Kisah dari naskah Sunda Kuna memiliki hubungan erat dengan teks Jawa Kuna Kuñjarakarna. Hal ini bukan suatu yang kebetulan. Naskah tertua Kuñjarakarna yang memuat teks Jawa, sekarang disimpan di perpustakaan Universitas Leiden sebagai Naskah Leiden Or 2266 diperkirakan oleh para pakar berasal dari Jawa Barat. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa teks Sunda ini berdasarkan teks Jawa Kuna. Pada beberapa fragmen, teks Sunda sangat mirip dengan teks Jawa, bahkan pada tingkat kata-katanya.<br /><br />Contoh isi dari naskah dimaksud, se bagai berikut :<br /><br />Setiap makhluk yang ada di jagat raya, baik di bumi sakala maupun di buana niskala, hendaknya mampu menjalankan tugasnya masing-masing sesuai dengan kadar bayu (kekuat an), sabda (suara), dan hedap (iktikad) yang diterima dari Sang Pencipta. Orang-orang tua didaerah masih banyak yang menasehati anak-anaknya agar memiliki ucap, lampah dan te kad dalam kehidupan. Hal ini tentunya berasal dari istilah ke seimbangan bayu, sabda dan hedap. Manusia hendaknya mampu menyeimbangkan bayu, sabda, dan hedapnya masing masing melalui berbagai pengabdian lahir dan batin, agar kelak bisa kembali kealam Jatiniskala, alam keabadian sejati, yakni :<br /><br /> alam Suka tanpa balik duka wareg tanpa balik lapar hurip tanpa balik pati sorga tanpa balik papa hayu tan pa balik halano han tanpa balik wogan moksa tanpa ba lik wulan.<br /><br />Kitu tah ceuk buku, ceuk kolot jeung ceuk naon nu ka pang gih kukuring. Pamugi aya nu ngaguar deui. Tabe (asp).<br /><br /> manggihkeun bumi patala, si dona désa ma (?), murub muncar pakatonan, dipareuman hanteu meunang, dora na leuwih sadeupa, jalanna sadeupa sisih, jalan kaku rung ku lembur, lembur kakuning ku jalan, pantona kowari beusi, di peun deut an ku tambaga, dilorongan ku salaka, kuncina heun teung homas, ... dikamrata ku tahina, tahi lembu kanéjaan ..... di tatanggaan maléla. Ditanjuran ku handong bang, katomas deung panéjaan, wa duri kembang jayanti, sekar siratu bancana, eukeur meujeuh branang siang, dihauran kembang ura, dija ... kembang pupo lodi, didupaan ruruhuman, dadi wangi haseup dupa, mrebuk aruhum … jalan kawit i sorgaan.<br /><br /><br /> (Maka sampai di bumi bawah tujuannya adalah sebuah daerah, yang menyala dan berbara. Hal ini sulit dipa damkan. Gerbangnya lebih dari satu depa sedangkan jalannya masing-masing setengah depa dan dilingkari oleh pemukiman. Pemukiman ini melingkari jalan. Pin tunya berpanel besi dan ditutup dengan tembaga serta memiliki laci perak dan kunci emas ... [jalannya] dirata kan dengan tahi, tahi sapi muda dan diberi tangga baja.Ditanami dengan andong merah, katomas dan panéja an, bunga waduri dan bunga jayanti. Selain siratu banca na yang sedang berkembang indah. Selain ditebari pula dengan bunga tabur sepanjang pohon nagasari (?) yang dijadikan harum oleh bermacam-macam parfum. Se hingga menjadi terciumlah harumnya asap dupa ...... permulaan jalan ke sorga).<br /><br />Makna Kosmologi Sunda yang terkandung didalam naskah maupun lisan intinya menjelaskan, bahwa: konsep kosmologi Sunda bukan hanya dimaksudkan untuk pengetahuan semata-mata mengenai struktur jagat raya, melainkan lebih dituju kan agar kehidupan manusia jelas tujuan akhirnya, yaitu mencapai kebahagiaan dan ketenteraman hidup di buana niskala dan buana jatiniskala yang abadi.<br />Buana ruhur atau buana nyungcung diyakini tempat bersema yamnya Batara Tunggal, dan Batara Tunggal dapat tinggal di mana saja. Buana nyungcung dianggap tempat kembalinya roh manusia dan tempat tinggal yang abadi. Sedangkan bua na rarang tidak harus diketahui semua orang, kecuali orang yang bertugas dan menguburkan mayat, karena pada saat ke matian itulah disebut-sebut tentang eksistensi ambu dan ka ambuan.Konsep Jatiniskala mungkin pula berbeda dengan ageman agama lain. Hal ini perlu ditelusuri perbedaannya, sangkan “ulah sasar hirup.”<br /><br /> baruk da sang wiku amun ka dewata leungit kawikwa na na pandita lamun samadi mihdap hyang dewata hilangna kapan ditaan ja kassakeun katineung sarwa dingan trisna-trisna ba la swarangan. (katanya, kalau wiku ‘pendeta’ memuja kepada dewata, hi lang lah kewikuannya. Jika pendeta bersemedi (me muja) de wata, hilanglah kependetaannya, karena per hatian dan kecintaannya tergeser oleh (kelakuannya) sendiri).<br /><br /> “....... mangkubumi tunduk kepada raja, raja tunduk kepada dewa dan dewa tunduk kepada hiyang”. Naskah ini menempatkan Hiyang (keyakinan Sunda Buhun) ditempat yang paling tinggi dan diatas dewa.<br /><br />Strata pembaktian menunjukan kondisi sosial urang Sunda yang memang sangat religius, tidak memisahkan kehidupan bermasyarakat, bernegara dengan keyakinannya. Dasa per bakti menunjukkan adanya tertib sosial dan keagamaan, atau tertib hidup dalam urusan masyarakat, mencakup masalah pribadi dan keluarga; profesional; spiritual. Pengaturan etika hidup masyarakat, atau keluarga sebagaimana nampak dari pembaktian anak; istri; dan suami. Pembaktian bagi kaum profesi nampak pada siswa; guru; petani; wado; mantri; nang ganan; mangkubumi; dan raja. Sedangkan didalam masalah spiritual menempatkan Hyang dipuncak perbaktian, bahkan raja dan dewapun tunduk pada Hyang. mengungkap rahasia melalui sejarahhttp://www.blogger.com/profile/05249020439193419198noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-42771882641267105.post-77058146596367276082012-10-23T02:08:00.001-07:002012-10-23T02:08:59.198-07:00BABAD CIREBON<br />BABAD CIREBON<br /><br />BAGIAN I<br />DANDANGULA<br /><br />Pan Sinegeg wau hingkang banting diri<br />ingkang kocap ingkang para Oliya<br />woes prapta hing Goenoeng Cerme<br />sampun musti hing pangestu<br />tanpaliyan dinungnung kapti<br />anging Allah tangala<br />tarkinning pandulor<br />Sultan Demak dadya ika<br />peteng ribet hing wengi kaliwat dening<br />tingkah anjandung mratuwa.<br /><br />Sunan Jati tan samar lamonning<br />ingkang mantu anjangdung mastaka<br />adan mijos kadikane<br />luwih becikking tuwu<br />ja mati sahid angulatti<br />pati apa pan iku kang bagus<br />lan ning mau pan wus ana<br />manusa yen ora nahurra.<br /><br />Sultan Demak ing kalangkunging <br />Sapanigan tan kang kataturan<br />kalangkung dedet imanne<br />dupi dangu pakemut<br />yen moliya ana amawi<br />pindo ping telu ujar<br />babar bener luput<br />adan wijilling aturran<br />langkung kasuhunan hing rama andawuhi<br />kula darma lumampah.<br /><br />Sampunira ingkang sami tarki<br />pan awangun tanajul paningal<br />tumurun sing Gunung Cerme<br />prapta hing susukunipun<br />bani bala sikep ngebekti<br />ana hing tanah Jawa<br />marmane hing ngaku<br />sakabehe kakasih Hingyang<br />wusti narima iman islame dening <br />ajallawangajan.<br /><br />Sigra luwaran ya punika nuli<br />Sunan Jati hing panatukkira<br />sarta wali kabeh<br />ika pan sami rawuh<br />pan sadaya lumampah aris<br />warna-warna kaisanira<br />lunta lampah sampun<br />pinayungan dening mega<br />ya Sang Jati uning binarissan dening<br />teja lan kukuwungan.<br /><br /><br />Sunan Kali niti kuda lumping<br />ginentanan reme swaranira<br />sarta samuride kabeh<br />dadi uparyara anut<br />angebeki hing marganeng ngapit<br />asring wane kang sepak<br />wane larad-larud<br />Sunan Bonang lampahira<br />Ngentiring angin<br />Leler kadi sisilir<br />Susulur rampak-kampak.<br /><br />Sunan Kudus angentir ring wari<br />lagelurran kaja sangkar katapak<br />hing banjir bena banyune<br />Sunan Giri rumasuk<br />hing sapancorongeng Yang rawi<br />Syeh Katim lumempat<br />kadi kilat mabur<br />niber alepas sing paran<br />Syeh Mulana Magrib anitihi keris<br />meber hing ngawang-ngawang.<br /><br />Syeh Maja gung amendemming bumi<br />ya Syeh Bentong ingkang awor lan mega<br />Sultan Demak lampanya lon<br />lumiring hing Sinuhun<br />lampa liri hing ngiring dening<br />lampah bala wurahham<br />ngebeki madya gung<br />sampun prapta hing pakud yan<br />wau wonten ingkang winuwus mali.<br /><br />Gedeng Tegal gubung sira<br />matur alon hing Jeng Suhunan Jati<br />karsanira wau ngideppenna<br />Sindangkasi masimogu<br />munggiya Jeng Sinuhun<br />amaringi idin Jeng Gusti<br />Sunan Jati patarossan<br />hing Pati Kerring wau<br />sapira baya ta sira<br />hing rempuge iku Dalem Sindangkasih<br />matur kang dinukking sabda.<br /><br />Inggih rempag yaktos Sidangkasih<br />dereng idep wau gama Islam<br />mengga balane sakabeh<br />Jeng Sunan mala sampun<br />wus maringi idin sireki<br />amangkat Ki Gedeng Tegal<br />gubug mintar sampun<br />samaptaning wong ayuda<br />wus angrasuk sakaprabonningajurit<br />sinigeg hing lampahira.<br /><br />K A M A L<br /><br />Akocap hing Masjid besar<br />para wali riset denging<br />arah mangkat jumah<br />wus adan Sang Datukkafi<br />Syeh Katim nyekel cin<br />wus tampi mawacanipun<br />Sunan Jati sakala<br />eca-eca gennya linggih<br />Sunan Kali wus tampa yen Sunan Purba.<br /><br />Akutbah kang sarta imamma<br />mangka enggal Sunan Kali<br />maos kutbah mangka enggal<br />lalagon kutbahe kadi<br />wong agodungn kakawin<br />marmane kaya puituniku<br />Sunan Kali uninga<br />yen bakale den pojokke<br />setelah katam kutbah.<br /><br />Pangeran Makdum memberi ikamat<br />Sunan Kali sampun imam<br />amaos fatehah kadi<br />panggalekking dangdang ngelak<br />anggalek galajem gosti<br />tan nan liyan mali<br />amung Pangeran ngami-ami<br />kenang ngapa iki bae kenang ngapa.<br /><br />Sunan Kali wis uninga<br />hing sakarep teging ngati<br />mangka aningsat kang sinjang<br />dumadi emmase kesti<br />sampuning salam nuli<br />kamat mali arya Makdum<br />Sunan Kali anabda<br />parangsa ta hing sasepi sesepi Syeh Majagung diko jogjana<br />Imbang.<br /><br />Pandingin duk musawara<br />wus kamotting para wali<br />ana jalma murakabah<br />hing liyan masingupeni<br />ca bawaning liyan mungkin mangkana Pangeran Makdun<br />lunta hung salattira<br />luhur asad ya muparid<br />sampun bada asalam majemuhan.<br /><br />Sunan Kudus angandika<br />pinasti tan dugi iki<br />sasanga mali sampurno<br />Sunan Bonang anambungi<br />sabda sumang kina makin tan nan luhung saestu<br />Sunan Giri ngandika<br />Akeh-akeh jaman akir<br />Ya manungsa kang luhung<br />Ya owah-owah.<br /><br />Sunan Jati angandika<br />kari angko jaman akir<br />laksanane ora nan angandika Sunan Kali<br />ilanga pisan mangkin<br />mangsa anaha kang punjul<br />saking wali sasanga<br />aneng nusa Jawa iki<br />Sunan Jati dumuluring hing Syeh Mulana<br />tampi saking dukking tingal<br />Pangeran Kajaksan mangkin<br />kandikane ela dala<br />angopenni hing liyanning<br />sarta karsaning widi<br />jan dikamangke kalangsur<br />hing wali sanganga mankin<br />kang katela nama wali iku ora.<br /><br />Hidepe bawaning liyan kala ning salat sayakti<br />Ikram miraj lan munajad<br />sami amangkin tubadil<br />Pangeran Makdum adi wus tampi karananipun<br />anarima hing candah kula nuhun inggih<br />tedakaken pan inggih jasad kauloa.<br /><br />Darma lumampah hing karsa<br />mingga tumurunning ngasil<br />boten darbeni karkat<br />hung sagunging para wali<br />kang mawa luta mangkin<br />yen Pangeran hing Makdum<br />wurung daja oliya<br />amungia Mukmin utami<br />risedenging abukar wali sahasta.<br /><br />Kocapa Suhunan Purba<br />hing purta tebing alinggih<br />tan liyan hing ngarsanira<br />amung Mulana Magrib<br />tuhu ingkang pracayaning Sinuhun hing kinadawu<br />anyepengi katandan<br />sing akokuman pasti<br />Pangeran Kajaksan sakahommira.<br /><br />Ingkang ngukummi hinh kana<br />hing karsane Sunan Jati<br />tan jumeneng kukum rajam<br />rehing laipping nagari<br />beda lan panapri Demak<br />Bonang Gresik Kudus<br />genggenging Panagara<br />prandene tan den tapaki<br />mung warninig kukumman hingkang den tapak<br />dupi hing Cerbon nagara<br />yen dosa satengah mati<br />kaya maling lan wong ala mung den belok kinunci yen dosa<br />iku pati<br />matenni padane makluk<br />tinelassan pinatennan<br />wong Kajaksan kang duweni gih Mulana Magrib ku<br />imammira.<br /><br />Ika sadeng makumpullan<br />ana hing Made sakundi<br />Pangeran hing Karangkendal<br />Gedeng Panguragan istri<br />miwah Jeng Sunan Kali<br />kang reka kuta pikuku<br />hing Cerbon panagara mangkana nabda Sunan Kali<br />kita diddel kula kang bandawasan.<br /><br />Kula pendemmi emas sinangling laksana luwi<br />Jalma mara jalma pejah<br />Singamara singamati<br />Yen ana musuh sakti<br />Saking kidul den sareju<br />Jaganan aja weja<br />Pon tan nana giri rusik ya hing musuh sirna sampurna<br />Salamet sira.<br /><br />Sabda Arya Karangkendal<br />gih kula anyanggemi<br />kuta hing ngeler punika<br />dadar kula pendemi<br />candana wulung wangi<br />peteng ribut buana<br />yen ana musuh nekanni<br />saking ngeler den sarejo saponnana.<br /><br />Pon tan nana baya teka<br />hing musuh sirna sajati<br />salamet rahayu sira nabda Gedeng Rara Muning<br />kula anyanggemi<br />kita kilen kula bangun<br />emas ingkang kinarya<br />warni kodok amandemmi<br />bumi laksana teguh rahayu tan pasah.<br /><br />Yen nana musuh tumeka<br />sing kulon guna asakti<br />den sreju sangganen rampak<br />pon tan nana giri rusit<br />hung musuh ku sirna di<br />salamet sira rahayu<br />Sunan Jati ngandika<br />Isun ingkang anyanggupi<br />Kuta wetan banguning wesi wasana.<br /><br />Purasani pinendeman<br />hing bumi laksana luwi<br />tegu ya tan kena owah<br />yen ana musuh nekaning<br />saking wetan yakti<br />iku cangkolana den sareju<br />tan ana durga baya<br />salamet sira sajati<br />besuk uga reba hing kuta kang papat.<br /><br />Lawan kang karya wus sirna<br />sakarna dengging kuta iki<br />pakarepane wong papat<br />ingsun darma angrempugi<br />siji Syeh Datuk Kapi<br />kapindo mas Ayu rangkung kaping telu Siti Bagdad kaping patte<br />iku maringkang Pangeran Panjunan iku si wongge ana.<br /><br />Sunan Kali mangkyan ngandika<br />Sunan Jati dela maning<br />kaping do pinolar putra<br />sareng cep hing ngangling<br />abus potusan saking<br />angaturi atur<br />putra Jeng Sunan Demak<br />dadapur ngaturi uning<br />inggih Pangeran Pasareyan wus sumalah<br />dalah sampun kaulessan menggantu<br />gusti ngariki<br />enggal kesah Sunan Purba<br />hing ngiring hing Sunan Kali<br />ika lakuning wali.<br /><br />Tan nagangu nulya rawu<br />maring nagari Demak<br />Ratu nyawa anyungkemi<br />krona bangetingpadane Jeng Suhunan.<br /><br /><br />Sapinten baya kaula<br />rumihin tuwan nyanggemi<br />kaken hinen kang hubaya kulopun makaten malih <br />angandika Sunan Jati<br />aja nangis kaji Ratu<br />lakinira tan seda pok delengen iku urip<br />sareng layon musik sarwi angandika.<br /><br />Rayi aja nangis sira<br />pan si kakang ora mati<br />tan lawas tinemu uga<br />kalawan si raka maning<br />balik yen sira nangis<br />hing wong tuwa naenutu<br />besuk tan panggih pisan kalawan si kakang toli Suhunan Demak<br />ngandika maring Suhunan.<br /><br />Girikadaton punika tuwan tinggali<br />Sunan Jati tebeng nyoba karamate mala mayit sirna kinubur<br />tumuli mangkana Suhunan Ratu gewuya mantu babahita<br />kalawan Suhunan Kali nabda hidung sisilir paparahu mancung<br />lastari lumarap.<br /><br />Mangkana nitihi palwa meh kiren <br />dan Sunan Kali malah miring kang<br />palwa ana bancana nilihi nabda kidung sisilir <br />miring-miring paparahu<br />baita alit wonowottan pinan ngantennaken toli<br />Syeh Lemahbang wong sajati wahessi ala<br />ana wong binajang kara pinangantenaken toli.<br /><br />Malesse nungang titiyan<br />keremming prau denneprih<br />enggal ical tumuli kang tumut niti parahu<br />lampahira wus prapta<br />hing Cerbon wali sakalih<br />kang kapungkur watek Sangyang binabaran.<br /><br />P A N G K U R<br /><br />Kocap Gedeng Susukan<br />sad ja nipun purwane andingini<br />lakune wong Tegal guso ya<br />enggon lumakuhing prang<br />seja nira Sindangkasih kan jinujug<br />dalem digja wus uningnga<br />den arah hing idep Muslim.<br /><br />Mangka dalem digja sira<br />sinewaka sagongging para Mantri<br />dalame digja mangke maewus<br />lah sira den prayetna<br />hing tekane musuh mosset aja cenguk<br />sedenge babarana banteng ulu Sindangkasih.<br /><br />Iling wawakidding wong kuna<br />hing bedahe iki balabar waring<br />dadi rimbagan kang estu<br />bedahing praja kita<br />jaitan ganti wedaling waring sing datun<br />nemba matur kang tinita<br />hing sabda pakonning gusti.<br /><br />Sumangga jiyad Sang Nata<br />Mantri pitu saragep atampi<br />kang warring sampun ning ngulor<br />binakta hing pawates san hing watesse sampun pinanjer<br />luhur<br />kababar kubenging praja<br />tampinge wus kinemitti.<br /><br />Tan nadangu praptanira<br />Gedeng Susukan<br />sabalanira ngiring<br />anuju Prawata sampun<br />warring sampun kalembak<br />datan angsak wau dateng marginipun<br /><br />Gedeng Susukan tan bisa<br />amiyak balabar waring<br />lir kuta wesi ika<br />pan ategu keker hing waring<br />wing Sindangkasih kalang kung<br />gumentur swaranira<br />yen Susukan amimpes hin jayanipun<br />wong Susukan mere saja<br />monongtonalaju hari.<br /><br />Munggu Purba wicaksanan<br />melehaken ingkang sanggup angidepi<br />kocappa salajuhipun<br />Gedeng Tegalgubug sira<br />moiwa ingkang saka wula bala nipun<br />kang waring sampun winiyak<br />larutte wong Sindangkasih.<br /><br />Lumajeng Sang Dalem Digja<br />pankalangkung wau giris hing gali<br />sidakep emutte ulun<br />bedahe kang wasiyat<br />nulya muja hing Dewa nuhun pitulung<br />kumpuling garwa santana<br />arah ambles maring bumi.<br /><br />Muwa kang subawa putra<br />sigra musuh kang subawa prapti<br />Sangyang Dalem sirandulu<br />hing musuh ora bisa ya<br />pedekkan wara Dalem samya tumut<br />Putri loro kang kacandak<br />nama Raros lawan Riris.<br /><br />Kacandak sakalihora<br />wau dateng Tegalgubug sami<br />ana guru swaranipun<br />aja tambu besuk ana<br />bumi jebug ya hing Sidangkasih iku<br />apesse kang watek jaya<br />duriyat ting wong lino ewih.<br /><br />Dumadi salin paparab<br />nganggo ambek bidakwalaka nuli<br />tan paji nganak putu<br />darmane kang kelingan<br />mung samono iku hing wawangsis ipun<br />wong Tegalgubug miharsa<br />agung gegetunning ngati.<br /><br />Sigra mangkat wangsulliran<br />Tegalgubug hing sabalaniki<br />wong Susukan ngiring sampun<br />lampanya duduluran<br />wong Sindangkasih sakabih tan nana kantun<br />den kerid arsa ngaturena<br />maing Kanjeng Susuhunan Jati.<br /><br />Tenga wengi alalampah<br />sarta sira den gege lampah neki<br />Sunan Jati kang jina ejug<br />ya Sang Putri kang sapasang<br />angreb hing Gubug sawah tanna dangu<br />kaslir daya mingetan<br />gumanten asmara guling.<br /><br />Gedeng Tegal orang kangkat<br />Putri roro ika wus den karoni<br />ingkang pinara hing wuyung<br />ora kangkat langgana<br />sampun tutug hing ngadep pinangku lulut<br />sakoro sang ngadi warna<br />pan samya gegetun ning kaptin.<br /><br />Wonten carita winarna<br />Sunan Jati kalawan Sunan Kali<br />Tebeng hing waringin pitu<br />sinare hing Gunung Jati punika<br />Pangeran Majagung saja<br />ingkang nuwunnu sajati.<br /><br />Katelah pala langounnan<br />ya winangun kali kasaru kang prapti<br />Gedeng Susukan umatur<br />nuhun duka sampeyan<br />gih kaula angsal damel supaya karebut<br />purwanipun Dalem Digja<br />pejah kaulena pademmi.<br /><br />Raja dunnya kula jara<br />mala angsal kula Putri kakali<br />inggih ingkang bade katur<br />dateng ngayun sampeyan<br />wasanane hing marga wonten kang rebut<br />inggih yaktos<br />Gedeng Tegalgubug awon<br />begal margi.<br /><br />Kanjeng Susuhunan ngandika<br />aja matur sira pangucap ngisis<br />cela hing wing padading makluk<br />bok sira kawalessan<br />najan Tegalgubug make iku<br />den wehaken mangko uga<br />maring isun ngalap rahi.<br /><br />Layen gede gawenira<br />Dalem digja kongsi sira jarahi<br />sun ganjar sira satuhu<br />sun jenengaken sira<br />Pati umyang matur nuhun kang liningan wau<br />tan dangu praptanira<br />Gedeng Tegalgubug mangkin<br />Nembah ngaturri boyongan<br />Jeng Sinuhun ngandika hing saiki<br />ya si Gedeng Tegalgubug<br />sun jenengaken sira<br />Pati Rusu ana dening Putri iku<br />roro iku sun tarima<br />nanging kanggo sun paparing.<br /><br />Maring sira raben nana<br />mung kaula bala hing Sidangkasih<br />sing sakahe isun pundut<br />daja ha angabde amat<br />isun muwa anak putu kang dadi Ratu<br />Pati Rusa matur nembah<br />kator sumangga wondening.<br /><br />Paparing kasuhun pisan<br />Sunan Jati angandika sarwi<br />gumujeng tenganne iku ambeler kenang ngapa<br />ngaturaken pepesan kosong ya iku<br />Pati Rusu ara tampa<br />Sunan Kali mimiringi.<br /><br />Henggal sampun apamitan<br />tekang marga ika mangkan pikir<br />yen dewekke babarujul<br />putri hing gubug sawah<br />sigra wangsul tumanduk maring Sinuhun<br />satus sewu nuhun marga<br />sapura Sinuhun Gusti.<br /><br />Putri paparing sampeyan<br />sampuning kula nuhun inggih<br />katurmalih hing Sinuhun<br />Sunan Purba nandika<br />Pati Rusu isun tampi aejar luput<br />ya sapisan ujar ingwang<br />tan ana ujar kakalih.<br /><br /><br />Lawan isun angapura ingkang<br />luput anjimah hing Sang Putri<br />lan samangke wus lulus<br />dumadi rabinira<br />matur nuhun inggih sang Pati Rusu<br />dumadya hing pamit sira<br />kapungkur Sunan Jati.<br /><br />Tumuli sang Pati Sumyang<br />matur nembah nuhun palamarta ugi<br />bebendu dalem sasuhun Putri ingkang satunggak<br />kula kaehun pedahe hing wau nipun<br />sakalih angsal kula<br />nuhunaken waris wiji.<br /><br />Ngandika Sunan Prabu<br />kenang ngapa hinmg maune ora muni<br />hing sadurunge iku mau<br />dak wenehaken nesak<br />sok jaluken dewek sira iku<br />suka atine iku iya<br />maring sira isun idin.<br /><br />Pamit enggal Pati Sumyang<br />sigra waole mala pinanggi<br />hing marga wau den bellik<br />Pati Rusu mandega<br />sun tuturi ora karsa Sinuhun<br />Putri siji iku baya<br />pinaringaken ning mami.<br /><br />Sang Pati Rusu garjita<br />ora suka isun den jaluk iki<br />kasingane sira iku<br />sing maune ya wis salah<br />dora cana supaya mungguh Yang Ngagung<br />ora kilap ingkang ala<br />kalawan ingkat acik.<br /><br />Kalesan Pati Sumyang<br />sigra mantuk tur sarwi madingcing<br />sareng lamining tumuwu<br />Pati Rusu kekesahan<br />ing Mataram nembe dateng wonten Mudu<br /> congkewak balik karasa<br />ana durjana nekani.<br /><br />Maring tuhu wisma nira<br />sareng malebet hing wisma anemoni<br />Pati Sumyang babarujul <br />mangka enggal jarangang<br />jogol banting binanting samya asureng<br />tuja tinuja sira<br />Pati Rusu kasuliring.<br /><br /><br />Kasaleyo saerung tiba mangka Pati Sumyang sareng ningali<br />musuhe tiba arubu<br />linggar hing candakira<br />iku ina musuh lawan kangwis rubuh<br />lepas katilar kang yuda.<br /><br />Pati Rusu enggal tangi<br />ngucap dening kanihaya<br />kiyong ngiki sun puja hing Yang Widi<br />ajana kiyong tumuwu<br />ana hing sawah kita<br />lan pumali sakehe wong Tegalgubug<br />jojodon lawan wong Susukan aturung tumedak ngakir.<br /><br />KINANTI<br /><br />Wonten kocapa winuwus<br />kang wau lagya alinggi<br />wonten hing Ardi Amparan<br />sakawula warga sami<br />wau samya wirahos<br />kalayan kang abdi neki.<br /><br />Sigra ngandika Sinuhun<br />maring ingkang abdi sami<br />Gedeng Panderes san ingkang<br />cepeng gendis hing nagari<br />saking lahang gendis jawa<br />wus datan nana kang kali.<br /><br />Dupi mangke tanem tuwu, pala wija tuwin pari<br />undikaning teja<br />punika Kuwu Dipati<br />kanti lan Gedeng Dawuhan<br />baktine Kuwu Dipati.<br /><br />Yen ambedo eng hing banyu<br />pyambake kang dumadi<br />antru hing banju kudu ega<br />matok patang puluh bengi<br />saumuring wong sasawah<br />kaduga den samber dening<br />gelap teka ora pasah duga kapendeming siti.<br /><br />Lah iku ing purwanipun<br />Kyai Kuwu Dipati<br />darbe sapa poma-poma<br />anak putu hing sawuri<br />aja pada anganggowa<br />kulambi kadut pumali.<br /><br />Embok ora kaya isun<br />nuli tan antara lami<br />putra Sinuhun kang nama<br />Pangeran Jaya kalanaiki<br />karsane kesah adagang<br />nyabrang tiwa-tiwa dadi.<br /><br />Nilad putu sabrang wau<br />adagange mring di endi<br />angambangaken baita<br />sigra alayar tumuli.<br /><br />Dugi maja ning laut<br />katampeking angin dade<br />dumanja kerem baita<br />Pangeran satitik maning <br />karungkeb kang palma nira<br />tan dangu kombak aminggir.<br /><br /><br />Pangeran langkung gegetun<br />kang ibu Nyai Rara Jati<br />sabdane aja gagabah<br />wong dadi duriyat wali<br />ora kena laku dagang<br />drawaka kaduli-duli.<br /><br />Kudu nganggamanah sukur<br />aja tiru-tiru kadi<br />putra Sabrang wus lumahar<br />Pangeran eng ngetting kapti<br />dadi kang dunya den hina<br />prasami dipun buwangi.<br /><br />Telas dipun rawur-rawur<br />dadi babali amiskin<br />kapiluyu angumbara<br />milu lawan wong birahi<br />karem byangan aneng guwa<br />anitihi kuda lumping.<br /><br />Angigel lumaju-lumaju<br />tur mawi den kulintingi<br />ana kang sawane genta<br />tarebangan siyang latri<br />pohal pahil munggang arga<br />tumurun gunung colak-calik.<br /><br />Sareng manjing guwa siyuk<br />Pangeran kasadah dening<br />walirang upas tan gagap<br />kasirep dangu tan eling<br />kantos telas hing sadino<br />Pangeran dereng anglilir.<br /><br />Prasami den gotong mantuk<br />Nyi Rara Jati anangis<br />sambat-sambat anaking wang<br />keneng ngapa maning iki<br />ya Allah Tuwan Pangeran<br />nulya Pangeran anglilir.<br /><br />Ing ngentuing ibu nipun<br />kenang ngapa gumalidig<br />anak puton Waliyullah<br />ora kena angunggahi<br />gunung Cerme bok dan kaya<br />rama-rama dika Wali.<br /><br />Pangeran dumadi emut<br />jaran lumping den buwangi<br />trebange den buwang-buwang<br />gentane dipun goceki<br />dadi ababalik agaman<br />lampah ekas lampah santri.<br /><br /><br />Diyang dalu rabang rubung<br />salat ngaos lawan dikir<br />nunten numaking wong dagang<br />penejane tumut kaji<br />kang praone nengah lautan<br />kabiyar kagawang angin.<br /><br />Prau katung kebing banyu<br />akeh bandega kang mati<br />Pangeran nitihi bahan<br />aneng laut nuli minggir<br />kantos kawan dasa dina<br />tan weruh talata minggir.<br /><br />Den sara dening wong prahu<br />katur maring Nyai Rara Jati<br />kang ibu sanget karuna<br />kenag ngapa dikasihi<br />mancalo sing kadang dika<br />polahe sabagi-bagi.<br /><br />Daja balahine agung<br />bok ta anak putu Wali<br />ing Cerbon bok ora kongang<br />kesah kaji dipun eling<br />mapan rama jengandika<br />hing Cerbon wangun masigit.<br /><br />Kang minangko kajinipun<br />wong pekiruna hing riki<br />dika aja ilok murka <br />aja akeh pohal pahit<br />gugen nana tapak yasa<br />rama ramandika wali.<br /><br />Tumuli Pangeran emut<br />akulima hing masigit<br />angramihaken Jumurah<br />maos kutbah angimami<br />hing salami-lami nira<br />sareng hing kana tumuli.<br /><br />Pangeran kutbah ne gugur geger hing wong sa masigit<br />yen putra Dalem atiwas<br />waktu iku Sunan Jati<br />siweg kesah datang Pajang<br />hing kono dadi ariri.<br /><br />Gugatti Pangeran Makdum<br />peki Abdullah Mujahid<br />hing Astana Palakaran<br />lawan Pangeran Darajat<br />kalawan Tuwan Syeh Katim.<br /><br />Saking Kalijaga kumpul<br />sami amirahos tejar<br />Syeh Datukafi Kewedan<br />hing manah dados atari<br />matur hing Pangeran Drajat<br />sapinten baja puniki.<br /><br />Pangeran Drajat umatur<br />hing wong salah dan pinilih<br />najan putra hing Nalendra<br />kukum ora pilih kasih<br />ya duku bae kokuman<br />amung si sabar rumihin.<br /><br />Sami ngantosa hing rawee <br />ipun kang lungguk Narpati<br />aja kurang taha krama<br />najan ga sampunnu wakil<br />nanging prayoga ngantosan<br />sapira tala hing mangkin.<br /><br />ASMARANDANA<br /><br />Yata kampo ingkang sami<br />mirahos ingkang kukuman<br />tan nancara hing lamine<br />sarawu he Jeng Suhunan<br />saking nagari Pajang<br />Syeh Datukkafi umatur<br />yen putra dalem Kalana.<br /><br />Tiwas gugur gennya wangil<br />gugating para Ngulama<br />anengge wonten takjire annunten Kanjeng Suhunan<br />ngumpullaken kang para<br />Pangeran gegedenipun<br />kang aneng Cerbon nagara.<br /><br />Pangeran Drajat wus prapti<br />miwah Jeng Tanda<br />Pangeran Luwung salawe<br />Pangeran Ugyannapora<br />Pangeran Sidangbarang<br />miwah Jeng Pangeran Parung<br />Pangeran Hing Kedungsoka.<br /><br />Pangeran Pase sumanding<br />miwa ika Raja Cempa<br />lana Pangeran SindanglMPRE<br />Pangeran hing Cerbon girang<br />Kyai Gede Kedokan<br />Gedeng Jati Gedeng Sembung<br />miwah kang para Ariya.<br /><br />Pandeleg gan Wandu kaji<br />Jugusatru Kandurun<br />Pencattanda Andamur Ander<br />sadaya pinatarossan<br />tan kangkat anglangkungana.<br /><br />Angandika Suhunan Jati<br />dateng Pangeran Ugyanna<br />mara metok kena age<br />dinar ingkang kira-kira<br />sabobotte si Kalana<br />wuring sira timbangan iku<br />nuli para ngedumena.<br /><br />Maring saking pekir miskin<br />nuli ika si Kalana<br />prasmya buwangen age<br />maring gonning kang simpar<br />ika hing Sagraherang <br />wangen patang puluh dalu<br />lawan uwis arya ana.<br /><br />Para Pangeran lumiring<br />kalakuwanning jumahat<br />endahing wong cilik bae<br />kon njekel kutbah Jumah<br />dugiya akir jaman<br />duriyakajana melu<br />hing laku imam lan kutbah.<br /><br />La miarsa sagunging<br />ingkang sami hing ngayunan<br />wus anut hina sakarsane <br />ingkang amandita Raja<br />hing cerbon Waliyullah<br />hing tita muslika ipun<br />sampun laksana sadaya<br /><br />Wus tutug sapangandikaning <br />wau Jeng Suhunan Prabu<br />sadaya kula wargane<br />miyarsa konjeming kesma<br />miyarsa kang pangandika<br />samya wedi asihipun<br />lir lata kada wuhan warsa.<br /><br />LADRANG<br /><br />Risedenging panylongkang utama siji siji<br />ingkang waraga, dening dad jatining Wali<br />ya Syeh Bentong hing kamu sirna sumala.<br /><br />Sunan jati Sunan Kali anjenegi <br />hing layoning<br />Ohya Karangguyammi<br />guriyangging Pandita Sekar Dwija.<br /><br />Sunan Jati lalurme saking dingin<br />sami kesah<br />mring ngetan lan Jeng Sunan Kali<br />dateng Gresik amanggih adining tinggal.<br /><br />Hing sedane Sunan Giri pinang kaning<br />Wali Jawa, sirna panetek abecik<br />wus minulya pinangka Gresik Astana.<br /><br />Ginandikaken ingkang putra Sunan giri<br />kang paparab Raden Akbar ing ngistrenan<br />Panembahan Ratu aneng Girigaja<br />hing luntahe Sunan jati Sunan Kali<br />mring Surabaya<br />lampah ningid kang sinajang kapti<br />Sunan Ampeldenta mangkana kukilan.<br /><br /><br />Kokok beluk nama Sang Duda wus prapti<br />bakta surat<br /> sampun mapag hing lampahe<br />Wali kali angatoraken serat punika.<br /><br />Dereng winaos ingkang serat punika<br />wus uninga<br />hing sawirasaning tulis<br />Wali kali sampun aniti iku kilan.<br /><br />Malah prapta dalem Surapringga pati<br />pinunjungan<br />dening Sunan Ampeldenta<br />mapan sampun wedi asih ing Suhunan.<br /><br />Mala lami hing hana wau amungkin<br />wangun yasa<br />babalongan kineduk tengah wengi<br />dereng number paninjiling medal wulan.<br /><br />Pan katinggal bicak-bicak ingkang siti<br />pangarjito<br />Sunan Jati kang murugi<br />Sareng pedek katingal rareng sapasang.<br /><br />Wus cikangking hing ngasta kanan lan kiri<br />sampun mentas<br />kang Balong kabeking wari<br />sampun pajar aremme ingkang jamahat.<br /><br />Baya subuh Sunan Ampel amedeki<br />dereng lisan<br />wus wruh Jeng Sunan Jati<br />bareng kang den sambat dening asta kiwa.<br /><br />Sinungaken wau dateng Sunan Ori<br />Ampeldenta<br />langkung suka hing manahe<br />langkung nuhun kaula hing Ampeldenta.<br /><br />Pan Si Beluk punika katuring Gusti<br />Sunan Purba<br />wus narima malah pamit<br />Sunan Jati Sunan Kali kaduluran.<br /><br /><br />Hing karsane Sunan Ampel ika taklim<br />dadya bakta<br />kukila lawan bareng siji<br />duk binadi oloyoli kang ning umah.<br /><br />Pinaparak wau dateng Sunan Kali<br />kaki Bicak<br />krananipun saking wari<br />kahalape si Bicak kebeking toya.<br /><br />Wonten mali gantiyan kang pinadika<br />Suhunan Jagapati<br />ing Kudus nagara<br />tuhu Oliya pugal<br />ya tur dusta, tanpa liyan kang medeki.<br /><br />Arya Jipang ika kang katimabalan<br />temah ingkang mejahi<br />maha Sultan hing Demak<br />rehing salah hing tekad<br />sampun kawas kita dening<br />Oliya Allah<br />Saking Kudus nagari.<br /><br />Iya kupur Demak besuk mati deng sira<br />estu sira dumadi<br />bawahing parentah<br />ana hing nagara Demak<br />Arya Jipang anangupi<br />pan sampun pamitan<br />sigra kesah hing giring.<br /><br />Wadyabala samapta gagamanira <br />ing wanci tengah wengi<br />praptane hing Demak<br />ana barangkot nekani<br />kagila-gila tan kena den musuhi<br />lah hing kana sumalahe Sultan Demak<br />benca jaya mineki<br />dening Arya Jipang<br />wong sakadatong bubar.<br /><br />Burak sami ngunsi urip<br />wane susupan<br />sarpin bubar angngili<br />apa maning Pangeran Rajanagara<br />maring warna aningkir<br />muwa Ruta Jawa<br />sarta putra titiga<br />Pangeran Agung duk maksi<br />titiga warsa, Pangeran Wirya nengi.<br /><br />Yuswanipun satahun lan pitung wulan<br />Pangeran Ruju mangkin<br />yuswa tigang wulan<br />tanopen ingkang garwa<br />Sultan Demak agung ningkir<br />Putra Suhunan Purba<br />Ratu Ajukang linuwi.<br /><br />Kisah tebah saking Demak<br />malah saja mantuking Gunung Jati<br />kocap Sunan Purba<br />lan Sunan Kalijaga<br />sakalihe angrawuhi<br />maring nagara<br />kang layon sampun binecik.<br /><br />Binecik-binecik den nira Sang Arya Jipang<br />Wali kali anjenengi<br />muwa Sunan Bonang<br />Sunan Kudus hing rika<br />kang layon wus pinetekking<br />rolassaripa<br />pada anduming waris.<br /><br />Sakukume Raja Barana sang Nata<br />anging datan kawaris warni karajahan<br />ika pinaringenna<br />maring Arya Jipang nenggi<br />wus hing ngistrennan<br />Arya Jipang dumadi.<br /><br />Dalem Tumenggung pangaraning wisesa<br />aneng Demak nagari<br />rempaging Oliya<br />samana duking karsa<br />Sunan Jati ora salib<br />Kang mantu Sultan dingin kinarsa sahid.<br /><br />Wus pariyat ingkang tata pranata<br />ning agama kang muslim<br />watek Sunan Purba<br />mantuk maring Cerbon kali<br />putra wanoja, Ratu Pangayu Dewi.<br /><br />Ingkang rangda Kanjeng Sultan, ing Demak puniki<br />lawan nraja wawarisan<br />dunya brana ika<br />lan gamelan sukati gamelan<br />kawaris hing Cerbon iki<br />hing kukum mula<br />mangkana waja sawiji.<br /><br />Ingkang nama Pangeran Agung binakta<br />Maring Cerbon nagari<br />katela kang nama<br />Pangeran Cerbon ika<br />dupi kang sawiji mali<br />Pangeran Wirya<br />pinupu ika dening.<br /><br />Gedeng Demang anang Losari kang parnan<br />sangeting kinasihi<br />katela Pangeran Losari ingkang nama<br />Pangeran Ruju ana hing<br />kang arana uwa<br />Pangeran Rajan egaris.<br /><br />Kali kang ibu Ratu Mas Nyawa<br />wonten gantining gurit<br />Kanjeng Sunan Bonang<br />mantuk ing Karamatullah<br />Sunan Jati Sunan Kali wus aneng kana<br />muwa Syeh Jagapati.<br /><br />Sampun sirna sumala hing kang aseda<br />pinetek gunabecik<br />ana kang kinarsa<br />dening Wali titiga<br />putra Sunan Bonang nami<br />Pangeran Dipa<br />ing ngistrenan sayakti.<br /><br /><br />Pan jumeneng Panembahan Ratu ing Bonang<br />anika panata gami<br />ing sapraja Bonang<br />tan nana langganaha<br />ing ngarsane sangatbecik<br />tita wisesa dino elunrang deng Hyang Widi.<br /><br />DANDANGGULA<br /><br />Wonten malih kang kocapong gurit<br />mangka wong sabrang ngaja<br />kang nama Tu Bagus Pase<br />nengge babaktanipun.<br /><br />Waja gagaman hing sangunging<br />prajurit kawan dasa<br />duking sajan nipun<br />arsa ngayomi wong jawa<br />ing ngilmune hing ngamale kang sayakti<br />maring Cerbon nagara.<br /><br />Mangka ana karamate Sang Jati<br />sarawuhe wong Agung sing sabrang<br />dadi sirna pijangkowe<br />andap asor tumungkul<br />daja sira wekas badami<br />sasahat ngemumana<br />dateng Ratu Ayu<br />randaning Sultan ning Demak<br />kang Sinuhun dening kang osiking ngati<br />nuten naros kang putra.<br /><br />Ratu Ayu masi mingkung nuli<br />dangu-dangu anderek hing karsa<br />kang rama hing kandikane<br />nabda wau hing Tubagus<br />anakda bawa isun iki<br />amba ngamal jariyah<br />suka laki maring bawa<br />mas kawine anak wadon mati sahid<br />Tubagus wus narima.<br /><br />Rama ingiku ela angobuli<br />ing pinangkahe ingkang putra rama<br />mas kawine sakandikane<br />inggih rama ing mau<br />sampun nira sinaksenan dening<br />Suhunan Kalijaga<br />lan Pangeran Makdum<br />Tubagus wus aningka<br />jatukrama ika sedeng amutrani<br />istri suteja warna.<br /><br />Pinarab Ratu Wanawati<br />langkung sihe wau kang rama<br />Pangeran Tubagus Pase<br />mala ing salaminipun<br />Ratubagus lajar aprapti<br />kesa dateng karana<br />titinjo praptanipun<br />yen kala rawuh hing sabrang<br />kacarita manuk pasek ika ngiring<br />yen wus nrawuh hing Jawa.<br /><br />Manuk Pase asanak badani<br />lan kokobeluk Ki Dudaraga<br />malah sami bamine<br />mangkana duking temu<br />wonten malih kang kocap maning<br />Pangeran ning kajaksan<br />Syeh Mulana guru<br />tebengira mamariksa<br />wong kataton tan bisa aba ananing<br />hing waringin pitu panta.<br /><br />Sampuning atra pariksade ki<br />pan dumeter dawuh Sang Saliyullah<br />dumugi maring sedah<br />ya tan ganti araweh<br />Sunan Jati lan Sunan Kali<br />ambeciki kang seda wus sirna kinukur<br />ana hing lalangan kormat<br />lah ing kono marmanya Sunan Jati<br />ajenengken kang nama.<br /><br />Tanda Wari ika kang gantosi ing cepenge Pangeran Kajaksan<br />Mulana Magrib tandane<br />malah wis kasuhur<br />hing sapraja Kajaksan Pati<br />kumolko ing Pangeran<br />Kajaksan pangrantun<br />lan anjenengaken nama Janapura<br />cekelane-cekelane wangun picis<br />timah ingkang kinarya.<br /><br />Ingnganggite kang Sunan Jati<br />lahip praja ing Cerbon nika<br />cepeng mikrab hari roro<br />Sunan Jati kalihipun<br />Sunan Kali hing pramilaning<br />Sunan Bulki jaika<br />sakaliji saewung<br />kesah maring praja liyan<br />Arya Makdum wau kang ngimami<br />ing wahu lawang Pangeran.<br /><br />Ratubagus yen wonten kalaning<br />anang Cerbon nenggih lamon lajar<br />ya ta Sang Makdum adewek<br />wonten sanes dinapur<br />putra Sultan Demak kang yakti<br />jalu nama Pangeran<br />Rajanagara agung<br />Ing salamining agesang<br />Tansah masi angarah rusaking Wali<br />Kang ning Kudus nagara.<br /><br />Ing sanggek hing ngamales puli<br />ingkang rama sulta Demak<br />yata recep pangikete<br />ika ta Sang Tandajupu<br />kang sinawitan linen hing sih<br />pinanji janjinira<br />sira Tandajupu<br />aja kapalang sasanakan<br />maring isun remanggana ambek pati<br />yen besuk estu ugo.<br /><br />Sumerene Sunan Kudus yakti<br />sun wenehi sira panguwasa<br />apa dudune iku<br />aja Jipang ing Demak luwi<br />amasesa ing ngarat<br />bayane sun tanggung<br />ing ngadosa nganingaya<br />sabab Sunan Kudus amimiti<br />nganihaya mring liyan.<br /><br />Tandajupu sakedap angingsir<br />cipta nirange lawan Pamajikan<br />ningali upah upahe<br />ketun sapuluh ewu<br />lawan janji wisesa kening<br />ing sakus nagara<br />Tandajupu sanggup.<br /><br />Sunan Kudus wus uninga <br />saingere panakawan anisip<br />nanging tan sedi ing manah.<br />wus uninga ajale pribadi<br />tan ningali wau panakawan<br />anging yang Purba karsane<br />sadenging salat subuh.<br /><br />Tandajupu prapta manjing<br />anuduking Suhunan<br />siweg parlu subuh<br />tan pasah ingkang gagaman<br />keris tugel kaduga Syeh Jagapari<br />asalam ming salat tiro.<br /><br />Angandika Sunan Jagapati<br />yen sira rep anguntapena <br />patinisun sayektine<br />iki lo keris isun<br />sudukena iga kang keri<br />tan kelak isun pejah<br />dening keris isun<br />upama sira prajaya<br />lan gagaman liyan saking keris iki<br />ingsun mangsa matiya.<br /><br />Sigra nubruk pada aglis<br />Tandajupu tabat sruh karuna<br />sumangga kaula suhun<br />Sunan Kudus aris mangsuli<br />aja samono sira<br />tulekena sanggup<br />pon karep pira priyangga<br />ora liyan iku karsaning Yang Wido<br />sira darma lumapah.<br /><br />Tandajupu matur nuhun gusti<br />boten sanggem kula nguntapena<br />dumateng hing sumerenne<br />Gusti kula Sinuhun<br />sampun kringgit hing sajroning gali<br />sapinten nraka kula<br />murtad dateng guru<br />lahere mangsa wontena<br />ing ngukum<br />bantosse ta kados pundi<br />kukume hing ngakerat.<br /><br />Sunan Kudus angandika malih<br />iya luput iku ujar ira<br />balik sira yen mangkono<br />mogoking ujar isun<br />ora sida sira mateni<br />maring sun wus nyata<br />naraka ing besuk<br />sabab lakunira bantah<br />maring gugu wong duraka iku pasti<br />duraka maring Allah.<br /><br />Lah ing kono sigra mampenni<br />Tandajupu hing duhung Suhunan<br />sigra linaksanan age iga wekas sing pungkur<br />sampun sirna wapating Wali<br />udan angin diwuhan<br />ketug lawan lindu<br />silaking teteru mangkat<br />ya pinetek bun ecik pan sirane hing<br />Bersoci Astana Surya Ngalam.<br /><br />Sasampuning Randajupu dadi<br />ing ngasrahan jeneng kautaman<br />Dalem Pati ing jenenge<br />Wisesa aneng Kudus<br />ing pagaman durga mandi<br />nan kumidep pira<br />miring kang prentah wahu Rajanagara<br />aneng Kudus ika kang angresti lewi<br />kina puja ing agama besar.<br /><br />MEGATRUH<br /><br />Pan mangkana hing Demak Dalem Tumenggung amiarsa<br />Sang Wali<br />sumerena dipun<br />Tandajupu kang mateni<br />Tumenggung Demak asolat.<br /><br /><br />Sad yang rejek mring sang Maha Pati Kudus<br /> ing wayah tengah wengi<br />kadya lampah duking wau<br />hing Kudus aloking jalmi<br />lamon tatkan barangkot.<br /><br />Malah sirna pejah sangapati Kudus<br />Arya Rajanagara<br />mring Praja Pajang lumayu<br />angaengsi gesang nusupini Sunan Pajang duking enggon.<br /><br />Pan mangkana kang jaya Pati hing Kudus<br />ika pitata saking<br />Tumenggung Demak adawu<br />nama Papati gaganti<br />neng Pati kang sirna papan.<br /><br />Wonten malih carita kocaping tutur<br />Ratu Madapa duk dingin<br />tatapa ana ing Gunung<br />Ajar Sukarsa mangkidi<br />salawe tahun ing mangko.<br /><br />Wus agenep salawe mangkana ayun<br />ing saja angluwari<br />mangkana kuliyang runtu<br />den alap ika tumuli<br />dinahar dumaja bobot.<br /><br />Tekeng waktu babar teja warnanipun<br />istri tur pinarabi<br />Tanuran Gagang Rahayu<br />elus salam eting ngaurip<br />arupatur aman corong.<br /><br />Kapirsa wau dening Raja Lahut<br />ing Jakerta Narpati<br />mangka sinengkeran sampun<br />arah binadeya kening<br />ingkang putra ya Sang Katong.<br /><br />Ingkang nama Pangeran Jakerta Talutur<br />malah wus aneng wuri<br />Jakerta ika Sang Ratu<br />Tanuran Gagang sarehing<br />kang ngibu tan kangkat mogok<br /><br />hing karsane wau Raja Lahut<br />marmaning kinawuri mamareking maring kabul<br />hing panedana dingin<br />kang ngibu maring Yang Manon.<br /><br />Asring malah sang Raja Lahut arawuh<br />tunduk hing Cerbon nenggih<br />punapa dening Sinuhun<br />nunten Arya Sibangkingkin<br />kali putra jalu anom.<br /><br />Lah ing kana sedaning putra<br />Sinuhun Jati ingkang nama<br />Jayakelana kinubur<br />ing Epung parna pinuji<br />narungtun tanpa gagantos.<br /><br />Ki Syeh Katini Syeh Agungrimang ya mantuk<br />hing adamme lan maning<br />Pangeran kajoyorang agung<br />Pangeran Drajat lalis<br />Pan mangkana duking enggon.<br /><br /><br />Ki Syeh kantiyam sinare Kalijaga wau<br />Syeh Agung Rimang ana ing<br />Etuk Pasareyannipun<br />Pangeran Kajoran menggih<br />Kamalaka duking enggon.<br /><br />Agung Gegeden samya sumeren sampun<br />lir pagebug nitisi<br />karangkendal kangrumuhun<br />sami seda kinarossi<br />gegeden sok liyaning wong.<br /><br />Yen sedane maksi jumeneng Sinuhun<br />saenggon enggon dapeni<br />ora ngebon akumpul<br />kang wapat sami winanggon.<br /><br />Kumpul ana hing Gunung Jati lainantun<br />kang satemene hing jalmi<br />ragane Sinuhun Yuyut<br />anaha kocaping gurit<br />kang tuhu Suhunan Katong.<br /><br />Malah karsa amanggiyakan kang putu<br />sami putu kang nami<br />Pangeran Cerbon kaliyanipun<br />nama Ratu Wanawati<br />Tubagus putrane wadon.<br /><br />Mapan ika sami dereng balegipun<br />saksi Susuhunan Kali<br />lawan Pangeran Makdum<br />Tubagus agosti angling<br />ana pikukuninging Manon.<br /><br /><br />Amba ningkahaken kang wulang ngum<br />Sang Ratu Wanawati<br />maksi wuwojang tinemu<br />maring wayah rama tinggi<br />kang nama Pangeran Cerbon.<br /><br />Mas kawin duwe anak yatim tumuwu<br />Sunan Jati angabuli<br />anarimakaken isun<br />paningkahe putu istri<br />kang sing anak wadon.<br /><br />Ingkang maring putu sing jalu<br />maskawin anduweni<br />anak lanang ingkang tulus<br />dadi yatim mangka mami<br />anging si kana pitumon.<br /><br />Ya sampingi andua Suhunan sampun<br />watek bala lan santri<br />maca amiri sampun<br />tutug sinaksening wargi<br />ajining kangken Suhunan Katong.<br /><br />Muwa Dalem Raja Lahut aneng riku<br />Ratu Winahun nenggi<br />Raja Pajajaran kumpul<br />anaksesni ingkang kawin<br />lucu titingalaning wong.<br /><br /><br />Wantu penganten kasemening umuripun<br />Pangeran Cerbon duganing<br />yuswa jekjek gangsal nahun<br />Ratu Wanawati dugi<br />yuswa tigang nahun mangko.<br /><br />Duk samono pranataning Masjid Agung<br />imam kang siti ganti<br />Sunan Kali Sunan Ratu<br />Pangeran ing Makdum maksi<br />akamat cekalaning wong<br />Syeh Datuk Kafi ika waman aksanau<br />Kapindo Modin Jati<br />Lebe Juiman ping telu<br />Buyut Panjunan lan maning<br />Sunan Panggung namaning wong<br /><br />Pangeran Janapura kaping nemipun<br />kang ada tengete maring<br />wawacan lami tumuwu<br />mangkana Suhunan Jati<br />anetepi hing Sapening gon.<br /><br />Duk kang serat cacangkokhika muwus<br />he Sunan Sebangkingkin<br />lahu putu nira iku<br />lunga kaji sira mati<br />anakira pan samono.<br /><br />Iya mati lawan karsaning Yang Ngagung<br />mula Muchamad Kapil<br />hing besuk jumeneng Ratu<br />lawan wasiyate Kanjeng Nabi<br />samono ungeling godong.<br /><br />Kang sinurat kang godong sampun ginulung<br />cinakotaken mingglis<br />mring cangkeme Naga duhung<br />sigra akeris tumuli<br />amiber lir kaja elong.<br /><br />Pan lumrap abure kad ja andaru<br />hing wayah tengah wengi<br />wus prapta panaja nipun<br />mara ing Banten nagari<br />gegering wong sakadaton.<br /><br />Agung alok hing jana mastani andaru<br />dawuh ing Sibangkingkin<br />Sunan Banten kagum-kagum<br />dupi winaspada keris<br />sang Naga anyokot godong.<br /><br />Pinariksa godonge akhisi kurup<br />tulis akonna kaji<br />Sunan wis tampa hing kalbu<br />yen erat saking kang jagi hing Cerbon Sinuhun katong.<br /><br />Sunan Banten ika wis wangun wawang sul<br />Tulise salaka adi<br />Lan tulis kancan murub<br />Hing sacacangkoking tulis<br />Kang duhung mesat aganitos.<br /><br />M I J I L<br /><br />Lingsir wengi sang duhung aprapti<br />dateng Sunan Katong<br />tiningalang kalangkung baguse<br />angandika Suhunan jati<br />budening kumaki<br />niana kang takabur.<br /><br />Pira lawase kita hing ngahurip<br />marentah bala wong mangsa teka hing duriyat kabeh<br />gon wisesa hing bala lit<br />ora liwat benjing amung<br />sangang turun.<br /><br />Wus angandika samana atoli<br />Sang Suhunan Katong<br />dan sidakep hing siti sumare<br />alelemek punika ronning<br />rudamala siji<br />akrengulu watu.<br /><br />Kang mi\oes taka ngetan ngujurre baris <br />dadi mungguh kulon<br />kja salat hing ngupamane<br />wanci sahur Suhunan Jati<br />wapat anjegjegi<br />umur satus punjul.<br /><br />Rong puluh tahun mangkana nenggi <br />Sunan Kali gatos<br />wawara hing sanak wargane kabeh<br />lamon ika Suhunan Jati<br />sumala hing ardi<br />gen kentaki kang luhung.<br /><br />Mangkat gumuruh kang jagat asisip<br />kayon pada rontog<br />sasatowan pada muni kabeh<br />kad ja toya anmbur atrih<br />kang swara gumuruh gangi<br />ketug lawan lindu.<br /><br />Sila karikil pada gumatik<br />Bumi anggerem anggembor<br />yasang Gunung jumegus swarane<br />ya gumen jrang kumandanging langit <br />Srangenge amuni<br />gumarangsang nguwung.<br /><br />Lir ta dening panangising Ejin<br />jajahan alok<br />pan gumuruh ika ing tasbeke malaikat ika medaki<br />saking ngara hing langit<br />maring puncaking Gunung.<br /><br />Ing kang wayah linajar reken age <br />kKesah kaji binaktani<br />pasangu lang janji<br />mampir sajan jujug.<br /><br />Dateng Mesis aminta kasih<br />pan Sultan hing kono<br />maring rayat iku satemene<br />tuturra kanda kang sejakti<br />lawan iki bukti<br />tanda rama lan Sinuhun.<br /><br />Ingkang aneng godong kang tanta aking<br />lahiku ing kono<br />pinto kena ing tanpa ngandelle<br />Sultan Mesis hing Sireki<br />minta apa aparing<br />pusaka ning luhung.<br /><br />Pangeran Muchamad atampi<br />pitung kasseng gantos<br />pan anembah sigra mit mangke<br />sarta godong kang tanpa lum aking<br />binakta akaji<br />kocapa hing pungkur.<br /><br />Gih Pangeran Muchamad atampi<br />ganta tahun mangko<br />wau Sunan Banten sumeren<br />dadi manggung ika angantosi<br />ingkang kesah kaji<br />ingkang ngadeg Ratu.<br /><br />Kocap dalem Jajaketra talu turu <br />kang jumeneng ngadeg marpati<br />diparagab maring<br />ingkang warna Ratu.<br /><br />Tunuran gagang mamaning Putri<br />arsa sapaturan<br />nunten miyos agni sing bagane<br />maha dalem wis wandane aguling<br />kalawan Sang Putri<br />gyuwane satuhu.<br /><br />Mangkana ngucapa lah iki Sang Putri<br />ayu tanpo dono<br />mung cuwane tan guna gantine<br />saban asa isung guling<br />medal saking parji<br />agni ingkang murub.<br /><br />Ing marmane Tanuran gagang kasesi<br />cipta kaning uwong<br />tan takanggung tan kacipta salirre<br />teba dinum kapanta rabi<br />pareng Dalem maji<br />hing Cerbon tumanduk.<br /><br />Maring yuyut Sinuhuning Jati<br />nama Arya Cerbon<br />nembe umur sadasa jejege<br />Ratu Gagang tumut angiring<br />ika sasiswan ning<br />pedekkana lit tan wruh.<br /><br />Kinare menan ing kana dening<br />Pangeran ning Cerbon<br />Sinuhunaken punika sukane<br />Dalem Jaketra dadi hing Cerbon pinundut.<br /><br />S I N O M<br /><br />Kocap malih Sultan Demak<br />kang putra Sultan Demak dingin<br />ana wartane yen ika karsane amales puli<br />kang rama duk dingin<br />sedane dening Tumenggung<br />Demak dereng samapta<br />wis kawarta maring Tumenggung ing Demak.<br /><br />Tumenggung Demak alanglang<br />wataraning tengah wengi<br />mrajaya ing kanin binedil<br />sumala mangka nuli<br />Tumenggung Demak kang nuju<br />kang putra Sultan Demak<br />kang mangke ingkang dumadi<br />Panembahan Madiyun duk pinang arah.<br /><br />Dening sang Tumenggung Demak<br />ayun malih pinejahi<br />supanten kasusu bubar<br />Panembahan ingkang ngili<br />maring Pajang dumadi<br />kawula bala kajuput<br />kagawa maring Demak<br />la hing kono purwa kaning<br />Ki Tumenggung mas huri yen anjalok etang.<br /><br />Singa-singa hing nagara<br />binarang kot pinalu hing<br />marmane Sunan hing Pajang<br />darbe sembara hing mangkin<br />sapa ingkang nguntapi ing<br />Tumenggung Demak iku<br />pasti pada kang nagari<br />lawan alas Mataram geneng nagara.<br /><br /><br />Malah agung para Nata Bupati manca nagari<br />tanopen kang bidak nrama<br />kang sami agenging agati<br />hika kang saja angarah ing<br />patine Dalem Tumenggung<br />supayane Dalem Demak<br />sato mara sato mati<br />jalma mara jalma mati tanpa sala.<br /><br />Guna telu lan tragnyana<br />upas tan nana mandeni<br />ingkang samya angarah<br />ana wadag ana demit<br />lir ing demit upasi<br />yen wadag subawang nglurug<br />prandene ora nana<br />kang nemu dalaning pati<br />engganira Tumenggung bawa ing Demak.<br /><br />Ana dening kabisanira Sinapati maring alit<br />maring sanak maring liyan<br />jar dingine olih idin saking Suhunan Kali<br />marmane ika Sang Ratu<br />abawa kaduluran<br />sahinggake kang pinambabrih<br />ya wong Cerbon malah asring so bawa sanja<br />lan ta mahune pisan.<br /><br />Dalem Jaketra kang nelir<br />pan samono lamon den gawaha nendra<br />mangka pinonta pininta<br />deng Riya Cerbon nulya glis<br />sinungaken pang mangkana<br />lamon ayun kinarepi.<br /><br />Sunan Mataram angling<br />gih boten kenging hing ngingu<br />samademing wontena<br />mumulu mata balasi<br />samaptanana lamon dinuking saja.<br /><br />Sunan Kali angandika wong mamaceni<br />yen ora kalawan dosa<br />aloing si dollen tumuli<br />ming juragan Walandi<br />ingkang arep layar iku<br />mangka sapakoning Wali<br />Ratu Gagang ing ngedol dening Raja Walanda.<br /><br />Tinuku bedil titiga<br />ageng mariyem warnining<br />bedil ingkang sajambangan<br />bolonge duk winastani<br />pun sapujagat iki<br />wau hing paparabipun<br />tetep aneng Mataram<br />dupi kang alit Satonimi<br />wastanira ika kang pinagari gena.<br /><br />Hing Cerbon ika nagara<br />dupi si Pameleng kang nami<br />si Hamuk wastaning sandawa<br />kang ing ngaturaken sandawa<br />kang ing ngaturaken dening<br />maring Jaketra puri<br />milaning binagi telu<br />sabab Tanuren Gagang<br />wong tetelu kang miraosi<br />kaga duwan Tanuran Gagang kang nama.<br /><br />Binakta nusa Walanda<br />ganti gumanti metetti<br />sang Raja bangsa Walanda<br />supaya kacuwan dening<br />namala metu geni<br />Raja ngakal diwasa<br />wastaning papantan Inggris<br />dupi medal geni hing ngusapan karam.<br /><br />Pukang wulang atemahan<br />tawa kadi saporanti<br />dadi kena jakagawa<br />turun teleren anitis<br />marena ika wonten sing ning<br />sapanta Inggris tumurun<br />turun ming ngakir mangsa<br />ika iku puwa kaning<br />duking dingin panedane Ratu Madapa.<br /><br />ASMARADANA<br /><br />Wrnanen kang kesah kaji<br />wus tutug ing saja nira<br />pecapen sapamedeke<br />ana hing Mesir nagara<br />sampun atra kang kanda<br />sarta srat wusing ngatur<br />dateng Kanjeng maha Sultan.<br /><br />Ana hing nagara Mesir<br />nutug gonira pracaya<br />kabuktening srat godong<br />dening tanpa aking ika<br />hing ngandel lamon ika<br />Sayid Bulkika kang wangun<br />narmane oliyah Allah.<br /><br />Malah sampun pinaringi<br />ika Pangeran Mochamad<br />kang Pusaka rasukane<br />Rasulullah dingin nira<br />lan kinarilan dadya<br />Jeneng Sultan bawa Ratu<br />ana hing Banteng nagara.<br /><br />Sampun ning lami tumuli<br />dinulurang hing pamitan<br />malah wus layar lampahe<br />duk aneng tengah sagara<br />mangka ana susulan<br />wajir saking Mesir muwus<br />Sultan Jawa Tuwan wakap.<br /><br />Amba pinutus hing Gusti<br />ambakta punaing Rasukan<br />kang mungel wau pawewe<br />lamon suka iku Tuwan<br />lini ronan kalawan <br />Rasukan Pusaka Ratu<br />Banisrail mapan tunggal.<br /><br />Punika luluhur aji<br />Sultan kaji ika nabda<br />he wajir iku samono<br />manura hing kanjeng rama<br />isun kalimat pisan<br />anuhunaken bebendu<br />prakara iki Rasukan.<br /><br />Idep-idep rama paring maring ngisun kaureipan<br />tekang anak putu kabeh<br />telung kanjeng rama ika<br />mapan agung pusaka<br />ora babeh baju<br />sang Wajir wau pamitan.<br /><br />Dupi matur ika maring<br />Sultan Mesir yen Rasukan<br />dados boten lilane<br />panuhune putra Tuwan<br />hing paparing punika<br />bab prakawis inggih baju<br />boten suka kalintonan<br />mangkana Sultan ning Mesir kalangkung nalangsa nira<br />kantaka sira Sang Katong<br />anulya wonten kang swara<br />he Sultan Mesir dan sira<br />aja ta hing gegetun<br />pan iku pakarepan nira.<br /><br />Mangkana Sultan ning Mesir<br />mapan Sultan benjing pasti<br />alaye jaluk pusaka<br />kalawan rong prakarane<br />besuk uga kang rasukan<br />balik maning hing benjang<br />ing duriyat tira besuk<br />tinembe maning kagema.<br /><br />Jeneke Rasukan Nabi<br />ana hing Banten nagara<br />pitung turunan watese<br />toli balik maring ngarab<br />Banten sirna parentah<br />apes kajara ing dudu<br />wus tutuh ujiring swara.<br /><br />Sultan Mesir wonge aglis<br />suka rila asrah manah<br />kocap Sultan Banten lire<br />wus rawuh nagara nira<br />kali sobawanira<br />pepacara ingkang langkung<br />adi aeng sarta nira.<br /><br />Gawok ingkang nganingah<br />wahu dateng Gusti Sultan<br />kawula liwat sukane<br />agung wong sanak asanja<br />anungsung ing purwaka<br />sarwi angucap bagja Sang Prabu<br />Jumeneng Sultan kang nama.<br /><br />Dupi ana memelingi<br />hing prahu kapal<br />ana swara abane<br />kadi kidung ing gamelan<br />ika pribasa nira<br />Sultan Banten aja tungkul<br />anunggoni maring gesang.<br /><br />Kita hing ngurip punika<br />hing ngulantan dening bala<br />tinemu lan panyakit kabeh<br />wus sing lara ing ngolatan<br />dening pati ta sira<br />anak putu nira<br />jumeneng Ratu<br />tedak pitu tuli rusak.<br /><br />Parentahe maring ngalit<br />karana ana kanag mawa<br />agawe karusakane<br />pan anak putu kang darma<br />anglakoni mangkana wong tuwa kang murwa mangun<br />kaceda ning<br />wong Talaga.<br /><br />Ratu Madapa kang mandi<br />pandeo ene maring Dewa<br />sakala saking mantepe<br />ya iku pan sirn nira<br />kapusakan gaib musna<br />wikan enggen puruggipun<br />pan tunggaling kang Pusaka.<br /><br />Keris Naga musna gaib<br />tanpa paran iku tanda<br />duriyat Sinuhun Katong<br />tan pajowa watek walaka<br />ya ika kala samana mula aja girang-girang ...........<br />sira dakaburing manah.<br /><br />Sultan Banten ka konngsi<br />pitung dalu pitung dina<br />tan karsa dahar go elinge<br />sangeting kang tan winulat<br />medaling lesu lupa lumampah kadi tan kadug<br />ambakta sariranira.<br /><br />Lami-lami ika toli<br />languning kidung swara<br />den niket rinakete<br />di namet cipta gamel lan<br />Denggung Rujung paparabe<br />Wonten ganti ning carita<br />aneng Cerbon nagara<br />Tubagus Pase Agung<br />ningali jalma sumala.<br /><br />Sunan Panggung ingkang nami sumala ora kajamak<br />ngadeg mentang mengkang kelek<br />nyekel biti lati kadya<br />greget bramatya<br />mata mandelik maringut<br />kang mrigali sami heran.<br /><br />Den prawasa kadi wesi<br />keker kukuh ora kena<br />den nalapi hing majite<br />werengkeng wangkeng tan kena<br />silih ganti manungsa<br />kang sami arsa anjungjung<br />supaya mayit tan kena.<br /><br />Kalisani kang sami mambrih<br />pinetek kaliyu parna<br />dan Sang Tubagus Pase<br />ngandika lamon anaha<br />Suhunan Kalijaga<br />tan wande isun matur<br />supaya aneng Mataram.<br /><br />Cep kendel kang wau angling<br />rawuh Sunan Kalijaga<br />enggal ngandika wiyose<br />boking ngapa wongsumala<br />kang bener aja mangkana-mangkana<br />ala dinulu mangkana majid kaya saban.<br /><br />Sidakep sare meremi<br />wus sinocekaken ika<br />pina tak anang hing kono<br />nulya Syeh Datuk Sirna<br />pinetek Gunung Jati wetan<br />pan kala nurongtun<br />Modin Jati pan sumala.<br /><br />Ora lawas iku mati <br />Pangeran Tandawariga<br />tumuli ika ginantos<br />kaponakane Pangeran<br />tandawariga daja<br />kang jenengan Tandajupu<br />kinanjeneng nama Pangeran.<br /><br />Purwane Badiman dadi<br />acepang kanimat Jomuah<br />pasarog wedi Ki Lebe<br />Juriman lan panta kadar<br />innallaha Syeh Kadam<br />cekel Cis Kadamjumunu<br />kalawan Kadamjalila.<br /><br />Pada marbot lan Ketib<br />lan panta sabatur rira<br />wong patangpuluh bature<br />wondening jana pura ika<br />wis mari cekel adan<br />Buyut Panjunan wus mantun<br />sumawonan werutanda.<br /><br />Sunan Kali ika nuli<br />ora karsa ngimana<br />amung Ratu Bagus Pase<br />lawan Pangeran Makdum ika<br />silih ganti ing kana<br />watek Patih ya wis saewung<br />Pati Keling Patih Kering.<br /><br />K I N A N T I<br /><br />Pangaran Cerbon duk umur<br />telulas lan pitung sasi<br />ika metengaken Emban<br />ingkang nama Adumanis<br />asal Talaga punika<br />Pangeran Makdum aturing.<br /><br />Sunan Kali lah punika<br />sadiwegi kahasrih jomenenga sembahan<br />sanajana dereng dugi<br />ingkale tahun lima las <br />langipe badbelas musim.<br /><br />Kandi dening sampun lurud<br />punika sala sanunggil<br />tetangerin baleg yuswa<br />atawa tumuli ngimpi<br />sarta kurud sarta kelar<br />wus puputra kakali.<br /><br />Mih ngajengan tetalu<br />Sunan Kali tan rempagi<br />dumadi dereng kaangkat<br />ganta dina ika toli<br />Pangeran Cerbon sumala<br />sinare wonten kamuning.<br /><br />Katela luning pamuwus <br />Pangeran Sedangkamuning<br />tilar garwa duk garbana<br />ika Ratu Wanawati<br />ingkang bobot sangang wulan<br />ganta dina noleya lahir.<br /><br />Putra jala jatma jalu<br />kang ibu sumeren dening<br />wewedi kabaya-baya<br />prayayi yuswa sawengi<br />kang ibu tumoli tilar<br />kang putra salamet hurip.<br /><br />Kang pinaraban tumuwu<br />Pangeran Agung duk nami<br />ya iku kang winawayang<br />sesembahan hing andasi<br />dupi ingkang sing Ampiyan<br />pinarabkan ingkang mami.<br /><br />Pangeran Sukagung<br />iku kang den pupu dening<br />Gedeng Wandahaji ika<br />iung Gebang mengko nagari<br />Pangeran Wirasutaka<br />kaelun ingkang mastani.<br /><br />Pangeran Gebang tumulus <br />kinasiyan hing samantri<br />ana ing Gebang kang prenah<br />dupi lamining ngalami<br />Sunan Kali pancawagawa<br />kalawan kang garwa nyai.<br /><br />Udiolun wastanipun<br />nalika Suhunan Kali<br />tatamuwan wong Mataram Sunan Kali animbali<br />hing garwa kon susuguwa<br />angunduana cicipir.<br /><br />Kang garwa wada angasruh<br />anata kacang cicipir<br />nembe mandur wingi enjang<br />apane kang den unduhi <br />Sunan Kali miyos unduhi<br />teka ora den turuti.<br /><br />Bae hing sapakon nisun<br />sigra kesah Nyai Undi<br />lang kung dening gawokira<br />aningali wo cicipir<br />kacang atub kaya rebah<br />aglis nyunyuguhi Nyai.<br /><br />Sedeng tatamo wus mantuk<br />ana wong ngeber ngampiri<br />ambakta sinjang akatah<br />Nyai Undi ngasi-yasi<br />maring Sunan Kalijaga<br />malampa den welas sasih.<br /><br />Tinambassaken sasampur<br />Sunan Kali Andaya<br />karamating Insan kamil<br />tan dangu jinising arta<br />anulya aglis bayari.<br /><br />Ing sare gining sasampur<br />wis sampurna den picisi<br />Nyai Undi mesem nabda<br />punika satunggal nabda <br />sinjang bade tapi kula<br />sampun kapambeng paparing<br />Sunan Kali nabda assruh<br />wong apa ta sira iki.<br />enjar-enjor yen rarasan<br />ing mave ujare siji<br />nurutana napsu nira<br />mangsa wis sewt siji.<br /><br />Yen sira samono iku<br />pinasti tan bareng maning<br />lawan isun sira pisah<br />sarwi kesah kali ecis<br />mring ngetan hing purugira<br />kang garwa tininggal kari.<br /><br />Tan lami kang garwa lampus<br />ganta dina angemassi<br />sirane hing Kalijaga<br />kocap Ratu Bagus mangkin<br />kesah layar lampahira<br />dupi kang sami ngimami.<br /><br />Hing Cerbon Masigit Agung<br />Pangeran Makdum Kabir<br />Pangeran Agung duk yuswa<br />padbelas tahun tumuli<br />Pangeran Makdum sumala<br />sinare hing Makdum adi.<br /><br />Mangka imame sareju<br />Pangeran Agung pribadi<br />naban-naban salat Jumuah<br />ya kutbah ya ngimami<br />juru komat Syeh Badiman<br />sorog wedi para santri.<br /><br />Lami-lamining tumuwuh<br />ganta sasih ika tolih<br />ana Mrebot jaruman<br />purwa sing wetan angabdi<br />hing Pangeran Ageng mala<br />salamine kinadasi<br />Pangeran Agung den yakti<br />Ki Jaruman timbalana<br />Ing salat Jumuah ngimami.<br /><br />Malaka lampah tinudu<br />Marbot Jaruman pinardi<br />aturegi nuhun pisan<br />inggih tan bisa ngimami<br />pinaksan sigrah kalampah<br />Jaruman ika wus takbir.<br /><br />Wus takbir mulya dangu<br />ora muni ura ngecap<br />ngadep sarira lis tosan<br />ora na ketung katoli<br />ora rukuk ora maca<br />dupi hing ngati kalanti.<br /><br />Pangeran Ageng agupuh<br />anjuluri angimami<br />wus lunta kang salat iki<br />sampun bakda ika tolih<br />marbot ginuga tan kena<br />alot wangkeng kadi wesi.<br /><br />Pendah Jumuah masih nunggu<br />Arya Ageng angimami<br />tumuli sakala ika<br />marbot rukuk sujud mgiring<br />bakda nolih pinrasila<br />katrapan kuhummian yakti.<br /><br />Matur marbot kalangkung nuhun<br />duka dalem andawuhi<br />syarat kukum kasangga<br />saking wau ga punapi<br />atur kawula tan bisa<br />arandene sumangga pati.<br /><br />Pangeran ageng agupuh<br />animbali wangun geni<br /> ning alun-alun mangkana<br />sing lohor teka hing magrib<br />marbot ing ngobong punika<br />arandene waluya jati.<br /><br />Kang geni asedeng surut<br />Ki Marbot katinggal maksi<br />jisime jati waluya<br />Ratubagus amarengi wau<br />rawuh saking sabrang<br />sareng pinariksa geni.<br /><br />Maido mmaring kang putu<br />kenang ngapa baya kiyai<br />iku mama yuyut tira sira<br />tumang lawan geni<br />den gelis sira secaha<br />sira wani maring Wali.<br /><br />Bok sira tan weruh kacung<br />iku si Kaki Sunan Kali<br />mung kari kuwan Oliya<br />ning negara Jawa iki<br />tan nana roro titiga<br />si kaki kaguming ngati.<br /><br />P A N G K U R <br /><br />Pangeran Agung anabda<br />saestuning lepat kula kaki<br />karanten sawahunipun<br />nami Marbot Juruman<br />ngabdi lami dateng kaula puniku<br />ing wengi Jumuah nyupena<br />wonten raga anjateni.<br /><br />Marbot Juruman punika<br />ken ngimami dalah kalampah mangkin<br />sareng atakbirpunika<br />kendel tanpa wangenan<br />gih kaole kalampah suloan imamipun<br />dupi wus bakda ginuga<br />prandene lir tugu wesi.<br /><br />Kadodoran rukuk salam<br />sareng pendake hing Jumuah malih<br />rukuk sujud saoteh makmum<br />dateng ing salat kula<br />hina soteh kaula dening sawahe<br />punika boteno kersa<br />kaula paksa ngimami.<br /><br />Inggih nuhun palamarta<br />mama yuyut kaula boten uning<br />lamon uninga hing tembung<br />kula tolih mangkana<br />sampuning ngangken kaula yuyut Sinuhun<br />Sunan Kali wus anyeber<br />nahap yaiku purwaning.<br /><br />Yen ana wong slat Jumuah<br />yen tan bener iku kukuman pasti<br />lan ana carita kawuwus<br />ana marbot kang dumadya<br />angunggahi hing sabawa aluhung<br />dadi Wali tur utama<br />murud sigra Sunan Kali.<br /><br />Sareng lan Tubagus ika<br />iwa bala andadekaken mangkin<br />sesembahan hing tumuwu<br />malah wus hing ngestrenan<br />Pangeran Agung ya Cerbon pan wis mashur<br />Panembahan Ratu ika<br />ana hing Cerbon nagari.<br /><br />Mangka Sunan Kalijaga<br />salirane sing Cerbon nulya mampir<br />maring Gebang kang dinuju<br />hing yuyut Kanjeng Suhunan<br />sing ngampiyan nenggeh wave jenengipun<br />Pangeran Prawirasuta<br />hing manco jinujung Adi.<br /><br />Katela Dalem mring Gebang<br />sampun lunta lampahe lastari<br />mapan mangkana hing laku<br />anurut wayah Suhunan<br /> inmgkang saking putra Demang kang wulangan<br />Pangeran Wiryarayana<br />hing mangkone wus linerih.<br /><br />Ing kukuman arempagan<br />serta bidak bandu aneng Losari<br />Pangeran ika tumuwuh<br />jumeneng sesenibahan<br />Panembahan Losari duk masuhur<br />sampuning kadya mangkana<br />Ratubagus hing salami.<br /><br />Sampuna sekeca hing manah<br />ingkang kantun sakarsa-karsa pribadi<br />hing layar rawuhing laku<br />sabab wus karumasa<br />amakili hing sasirnane Sinuhun<br />wus kagem dewek dening kang wayah<br />Panembahan Aji.<br /><br />Hing smangke samantukira<br />Sunan Kali maring Cerbon asakit<br />prenah anang Dalem Agung<br />panganglune mustaka<br />kang tutunggu santri wali wulangun <br />Ki Memek lan Ki Cengal<br />dupi Panembahan Haji.<br /><br />Tan karsa anglinggi ana<br />Dalem Agung kalampah asipat malih<br />menggihing kilen winangun<br />purasparek hing kana<br />emeh dadi siji lawan dalem Agung<br />lan reka idering kuta<br />sami ambane paragi.<br /><br />Kuta gedeng Pakiringan<br />ya kajawi saking kitakilening adi<br />pangetaning kuta nurut<br />pinggir kikisik mangkana<br />salin bawa hinmg kana siptage Ratu<br />beda dingin kang Suhunan<br />wantuning Wali sajati.<br /><br />Salamining tan curiga<br />maring muduh dening wedos pribadi<br />yen ana kang ngarah luput<br />koijahe Pati Kalang<br />mangkana Sunan Kali sangeting panganglu<br />wapat mangka panakawan<br />kang tunggu ngaturi uning.<br /><br />Dateng Panembahan Nata<br />inggih Gusti Yuyut Dalem punika lalis<br />dupi Panembahan rawuh<br />amriksa layon tan nana<br />hing genahe mau mung kari rurub<br />dumadi kang pineteka<br />iku rurub tatambah sepi.<br /><br />Sinare wetaning mikrab<br />Masjid Agung kang rurub sampun lastari<br />pinetek ana hing riku<br />kang tembe wewehan<br />kutaning mikrab ingkang manjongol muncul<br />jajantung dadi katenga<br />dingine ana hing pinggir.<br /><br />Tutuge sinerat malem Kamis sasih Jumalawah, tanggal 30 tahun Be Hijrah puniki nyerat angsale Surengrana, puniki wawaosan sejarah Wali, saking wiwitan dugi ing wekasan, dumugi dateng Sultan Kasepuhan, Kanoman Penembahan, Kacarbonan nuli tutuge, teka ing akire pisan.<br /><br />BAGIAN II<br />DANDANGGULA<br /><br />Warnanen inkang winuri-wuri<br />Jeng Suhunan Jati ingkang tadak<br />ingkang mrena aneng Cerbon<br />sinerat saking luhur<br />martabate agung kang Wali<br />ya Syeh Wali Akbar<br />sinebet Sinuhun<br />duk gagarwa jajaka lara<br />Nyi Mas Babadan gabug boka mutrani<br />takdir Allah tanggala.<br /><br />Dupi garwa ingkang amutrani<br />Nyai Rarapi putranira<br />Syeh Datuk kapi namane<br />kakalih putranipun<br />kang satunggal den paparabi.<br /><br />Pangeran Jakalan<br />kang sinebat<br />Pangeran Sedanglautan<br />kang sirane hing Mundu lan Ibuneki<br />Rarapi pon ning kana<br />boya wonten tadakaning wuri<br />dupi kang mrenah hing tedakanira<br />punika kang miyos<br />saking Pajajaran wau.<br /><br />Kawunganten ingkang mutrani<br />istri ingkang namne senebut<br />Ratu winaon kang krama<br />wong Agung Sabrang Pangeran Atsangin<br />marenah hing putranira.<br /><br />Ratu winaonika angadeni<br />Pangeran Sebangkingkin ika<br />kang mrenah ka Sultanan kulon<br />hing Banten Prajanipun<br />dupi garwa Sinuhun Jati<br />ingkang saking Mahostikta<br />putra Tepas nenggung<br />istri nami Ratu Ayu ingkang krami<br />wong agung saking Sabrang<br />Ratubagus Pase kang pranami<br />amarena agung prasutanira<br /> ika Jeng Ratu Ayu<br />anggadeni ika kang nami<br />Pangeran P)asareyan<br />iku kang niro eruh<br />wiwinihing ka Sultanan<br />ingkang ana hing Cerbon ika turuning<br />Sarip Hidayatullah.<br /><br />Ika syid Syeh Akbar kang dadi<br />kang jumeneg Ratu hing pakujan<br />iya dening pangangkate wong somas iya iku<br />kula warga Panjunan yakti<br />Jeng Pangeran Panjunan<br />purwa kala rawuh<br />kalih rayi Rara Bagdad<br />apa dening kang rayi Syeh Datuk Kapi<br />sarta kawula bala.<br /><br />Angrong atus sawidak siki<br />punjul nenem balanya kang tiga<br />ya jejeg domas jumlahe<br />punjul siji ing ngitung<br />maring Jeng Pangeran dadi<br />samya golong Jamah<br />maring Jang Sinuhun<br />sarupaning kula warga<br />agung alit sadaya den imponi<br />denira Jeng Suhunan.<br /><br />Den mumuli hing ngageng kang ngati<br />sinung nama gegeden sadaya<br />waneh kapatiyan mangke<br />maneh ingkang Tumenggung<br />ana ingkang lunggung Dipati<br />pon kawula warga<br />panjunan kang riyung<br />hing sajenggere Suhunan<br />ngadegaken agama Islam Pakungwati<br />menggeh duk ing ngistrenan<br />Jeng Sinuhun duk jumeneng Narpati<br />hing ngistrenan anang Cerbon Girang<br />wilayat panjunan muleh<br />aken tuwu tahayu<br />amangunaken ika sapuri<br />dalem Agung pakudyan<br />miwah pintu-pintu<br />kantaning pintu sayastra<br />kilu garba kita Dalem Pakungwati<br />pangrengganing Panjunan.<br /><br />Dupi kita Cerbon kang ngubengi<br />saking gotaka kasoneyan<br />ngulon mengku Palosaren<br />alunta mung ngaliripun<br />pakiringan ngetan dumugi<br />gotaka Jagabayan<br />natas ngetanipun miminggir Kali Pabeyan<br />ngidul tepung kuta nagara Pakungwati<br />pangrenggan ning wong Demak.<br /><br />Apa dening hing pasang pasuting<br />lemah duwur ngalun nalun miwah<br />pasar miwah sabandare<br />ingkang suka malebu<br />hing katandan miwa marga-margi<br />punika Sultan Demak<br />ngabakti hing Guru<br />amangunaken kang gadang<br />Astana geng tukang asal Majapahit<br />Raden Sepet agunia.<br /><br />Guna karya kuta samaptaning<br />kenek kipun limang atus sawidak<br /> sing Demak amuleh Cerbon<br />salanggahe Sinuhun<br />malah ika Putri ngadanti<br />ingkang nami Ratu Nyawa<br />katur hing Sinuhun<br />kinarya mantu punika<br />pinanggih yaken kalayan putra Cerbon nami<br />Pangeran Pasareyan.<br /><br />Lami-lamining ajatukrami<br />nuli hika miyosaken putra<br />nenem katahe putrane<br />sawiji hing namanipun<br />Raden Kastriyan kang nami <br />agarwa ing Ptaja Tuban<br />ping kalihe iku<br />hing Losari jumeneng Panembahan Losari<br />Ratu kakadiyasa.<br /><br /> S I N O M<br /><br />Ya iku kang langkung guna<br />kacarita ukur ruku beras saelas kinarya<br />gajah sakandange dadi<br />tarkadang kayu jati<br />den tyekap babar pisan<br />kaliogane wau dumadi<br />pun ukiran karsane kang mangun guna.<br /><br />Aja salah samya ingkang<br />jeneng Pangeran Losari<br />dudu kang den petek ana<br />hing palosaren sayakti<br />dupi ingkang sinare hing<br />palosaren kang saestu<br />pan kulawarga Panjunan<br />kang dingi dipun wastani<br />Pangeran Beken santananing Panjunan.<br /><br /><br />Dingine awangun karya<br />ababak tanah Losari<br />iya iku kang amurwa<br />mila kasebut nami<br />Pangeran Losari mashur<br />anut namaning yasa<br />nami Pangeran Losari<br />dupi wapat Pangeran Reken punika.<br /><br />Dupi lininggihyan<br />hing Panembahan Losari<br />ingkang wayah Susunan<br />ingkang jumeneng Losari<br />meng sapanjeneng lalis<br />tan luntah mantrtaning Ratu<br />kaping telune putra<br />hing Pasareyan kang nami<br />Pangeran Dipati Cerbon kang sawarga.<br /><br />Sadangkamuning teleran<br />Raja Wali Sunan jati<br />ingkang tumuwu marena<br />ana hing Cerbon nagari<br />wiwini mantra Kaji<br />aneng Cerbon gelaripun<br />kaping patipun putra<br />Pasareyan ingkang istri<br />nami Ratu Mas kang akrama aneng Tuban.<br /><br />Ping limane Ratu Mas kang akrama Tubagus adi<br />nagara mangke jajahan<br />Banten tunggil kulo wargi<br />Panjunan hing ngrasri<br />kaping nem kang putra iku<br />Pasareyan kang nama.<br /><br />Pangeran waruju adi<br />pan mangkana jumeneng Pangeran Sadakajeman<br />Sindangkamuning punika<br />ginadang linggih Narpati<br /> sasirnane Jeng Susunan<br />mila alungguh Dipati<br />sampuni ika akrami<br />putranipun Ratu Ayu<br />ingkang namining wanodya<br />nami Ratu Wanawati<br />apuputra titiga nenggeh kang nama.<br /><br />Ratu Sewu kang wanodya<br />dupi kang jaler anami<br />Pangeran Mas iya ika<br />ingkang atampi nagari<br />saking kang yuyut Aji<br />jeneng Panembahan Ratu<br />ing Cerbon sabab ika<br />kang rama Sidangkamuning<br />sumerene rumihin swarga Suhunann.<br /><br />Apa dene ingkang eyang<br />wau Pangeran Pasareyan<br />pon inggih seda rumiyin<br />swargane Sunan Jati<br />pramila tampi mring yuyut<br />kang wino iri duriyat<br />hing nagara Pakungwati<br />kuta Cerbon masih genggeng manggeng barkah.<br /><br />Dupi kang raya Panembahan<br />kang nami Pangeran Manis<br />dupi raka sing ngampeyan<br />punika sinung lilinggih<br />hing Gebang Ratu kakadi<br />sinebut hing namanipun<br />Jeng Arya Wirasuta<br />tambak prawira matawis<br />sinung cangkok Jawa gunung Pagebangan.<br /><br />Lan Dramayu kinen siba<br />hing gebang nyangkoka maring<br />Jeng Pangeran Wirasuta<br />dugiya salami-lami<br />cinarita hing gurit<br />Kanjeng Panembahan Ratu<br />Hing Cerbon mangku reja<br />Sasirnane Sunan Jati<br />Angsal krama Putri sing nagara Pajang.<br /><br />Putrinipun Sultan Pajang nenggeh ikang akakasih<br />Ratu Mas Gulamporaras<br />Prameswari Pakungwati<br />Panembahan Pakungwati<br />pon nenem hing putrinipun<br />nenggeh ingkang anama<br />Pangeran Sedangbalimbing<br />lan Pangeran Arya Kidul kang laksana.<br /><br />Laksana andikep macan<br />dipun kempit kdi kucing<br />lan malih putra nata<br />ingkang kasebat hinmg nami<br />Pangeran Wiri nagari<br />lan istri ingkang winalangan<br />Ratu Ranamanggala<br />katela namaning laki<br />krana iku Pangeran Ranamanggala<br />putraning Sedanggaruda.<br /><br />Sendanggaruda iku putraning Pangeran Ageng kaputran<br />hing Ratu Ayu putraning<br />Sunan jati kang laki<br />Ratubagus Pase wau<br />ketang tunggal teleran<br />ping limane putra Aji<br />Panembahan ratu kang wina yang harja.<br /><br />Lininggihaken ning nama<br />Kanjeng Pangeran Dipati<br />Carbon ingkang Sedanggayam<br />mila lininggih Dipati<br />krana bade nyuluri<br />Panembahan sirnanipun<br />supados takdirullah<br />datan kena hing ngowahi<br />enggal-enggal somala he Sedanggayam.<br /><br />Tilar putra kalih nunggal<br />ingkang istri Ratu Putri ingkang jaler Pangeran Putra<br />ya iku kang gadang benjing<br />nyuluri salinggihing<br />heyang Panembahan Ratu nenggih<br />dupi putra pamekas<br />Panembahan Ratu nenggih<br />istri Ratu Aingawaningyun kang nama.<br /><br />K I N A N T I<br /><br />Awit Panembahan ratu<br />hing Carbon anyanyuluri<br />wilayat yuyut suhunan<br />martabati saking dingin<br />duk wangsite wali inkang<br />nabda hing Ki Karawang becik.<br /><br />Geweneng wates lah iku sing Karawang ngulon dadi<br />Ki Mas banten amurbaha<br />sing Karawang ngetan dadi<br />Ki Mas Carbon Misesaha<br />Pusakaning Raja wali.<br /><br />Lah iku marmitanipun <br />Panembahan Pakungwati<br />sumuhud datan langgana<br />hing Banten mangkana ugi.<br /><br />Panembahana Surasowan<br />tan seja langganeng wisik<br />ora kaya kapisandung<br />wong Mataram ngaru kapti<br />kumudu sanusa Jawa<br />kinen tiba hing Matawis<br />wong Cerbon wong Banten ika<br />den pardi hing saban warsi.<br /><br />Sesebaning para Ratu<br />naban Mulud ming Matawis<br />Sunan Mataram amburak<br />pala karta Raja wali<br />kang jeneng Ratu punika<br />yen boten idin Matawis.<br /><br />Dupi Cerbon seja anut<br />aseba dateng Matawis<br />estuning manah sukuran<br />tan nan liyan kang kahesti<br />anging Sunan Kalijaga<br />kang ngahubi hing Matawis.<br /><br />Mangkana pangidepipun<br />Panembahan Pakungwati<br />marmaning salamet lenggah<br />sirna ingkang girirusit<br />barkah hing manah sukuran<br />Yang Widi kang anduluri.<br /><br />Dupi Banten datan hanut<br />hing palakarta Matawis<br />atilan manah sukuran<br />kaduga dipun perangi<br />wadya bala sing Mataram<br />aprang ya hing Banten nagari.<br /><br />Lah iku marmitanipun<br />Panembahan Banten lalis<br />kaetang seda hing rana<br />mila katela hing nami<br />Panembahan Sedangrana<br />dupi kang putra lumari.<br /><br />Nani Pangeran Kanantun<br />paladra lunta kaji<br />maring Baitullah yaika<br />besuk abalike saking<br />Mekah nuli ngadeg Sultan<br />angsal idin saking Ngarbi.<br /><br />Dupi samangke atumpur<br />hing Banten tan nana Aji<br />wonten malih kang kocap<br />hing nagara Banakeling<br />santrine ya Syeh Lemahbang<br />andabeni mana sulit.<br /><br />Sadyane angaru biru<br />maring Ratu Pakungwati<br />nenggeh ika kang paparab<br />Datuk parduk sugi sakti<br />ategu nala wikrama<br />sampun satata dedemit.<br /><br />Mulane sadya angaru<br />dumeh gurune alalis<br />wong Carbong kang amrajaya, seja mangke angayono<br />dennya jajal tanpa rowang ngediraken raga sakti.<br /><br />Hestu tegor gumaludung, tan nana braja nedasi<br />pareng nalika samana<br />Panembahan Pakungwati<br />karsa ngujung hing Astana<br />upacara dipun wangking.<br /><br /><br />Marapit miwah panglonjor<br />iku kacarita kongsi<br />pupucuking upacara<br />wus nganjik ana hing margi<br />bebeneran Wringin Jembrak.<br /><br />Panembahan dereng mijil<br />ora ganti datubarul<br />angadeg amalangkerik<br />angadangi upacara<br />aneng tengah-tengah margi<br />gegering kawula bala<br />yen ana digja ngranohi.<br /><br />Siningkeraken tanpurun<br />ya si wong nadya ngayoni<br />pacek wesi malang dalan<br />wangkeng kadi tungga wesi<br />gegering kawula bala<br />yen ana digja ngranohi.<br /><br />Para kapetengan umyung<br />alok lamon nemu kardi<br />umrengging geger genturan<br />kapiarsa hing Sang Aji<br />apariksa ana apa<br />ing ngarep pating barigi.<br /><br />Kajineman aturipun<br />wonten tiyang malang mungkir<br />angngambengi lampah nata<br />siningkir tan arso ningkir<br />pateng janget kadi tosan<br />wangkeng pacek wonten siti.<br /><br />Panembahan adan ngulung<br />ngakeng duhung wus tinampi<br />dening Lura Kapetengan<br />tan na dangu ika nuli<br />duhung masih wawarangka<br />sinudukaken tumuli.<br /><br />Hing jasmanine Datukpardun<br />mati ngadeg tanpa kaning<br />opyak lamon nyata pejah<br />dan tinampakaken aglis<br />Lebe Yusup kang kinarsa<br />amulasare kang mayit.<br /><br />Panembahan lusita sampun<br />dateng Astana lastari<br />akocap ika kurnapa<br />kinubur witaning margi<br />tan suwe diragenak ana<br />hing marga kadi duk uni<br />datan ana bentinipun<br />kalayan jaman Susunan.<br /><br />Yen nuju riyaya kecil<br />anna hing masjid nagara<br />dupi hing masjid riyayagungnge<br />ana hing Masjid Astana<br />masjid astana punika<br />kancuhe Ki Marbot Gusa.<br /><br />Lawan Ki Pangulu Karawis<br />dupi Kanjeng Panembahan<br />yen nuju wulan sapar re<br />sami bubar seba ngetan<br />hing nagara Mataram<br />acaos hing niplal Mulud<br />ana hing Praja Mataram<br />bakda iplal nuli pamit<br />nabam tahun pan mangkana<br />narima sukur hing Manon<br />datan ana kara-kara<br />rahayu hing ngagesang<br />lampah pangiwa lastantun<br />tenem tuwuh pasawahan<br />apa sata Sunan Jati<br />mari winori-nori hing lampah<br />wong sasawah sakarepe<br />tan den pardi hing pajegnya<br />mangko salamet arja<br />panen pada atur-atur<br />samulung-mulunging bala.<br /><br />Wong babakti tan den pardi<br />den umbarena hing bala<br />opra den petel magawe<br />saeling-elinging bala<br />kang pada tur den pupu<br />wong dagang ora den beya.<br /><br />Sakarep-karep ping ngalit<br />yen gegel maring bandara<br />ora den pardi akehe<br />ora na dangdan dadalan<br />dangdan kali tan nana<br />kuta Cerbon masin kemput<br />pangrengganing Sultan Demak.<br /><br />Kandeling kuta kadugi<br />kena den go jaja raunan<br />ngerap hing luhur kutane<br />saketeng hing Jagabayan<br />madep maring Astana<br />ingkang yuyut Jeng Sinuhun<br />dupi pintu Kasuneyan.<br /><br />Ika ingkang angadepi<br />maring Mundu Jeng Pangeran<br />Sedanglaut Astanane<br />boborotan kulon trusan<br />kang maring Kalijaga<br />pamalaten Grenjeng Hetuk<br />Ki Gedeng Kagok santana.<br /><br />Wetan lor boboratan ning<br />wong dagang parau teka<br />sakamya-kamya lakune<br />durung ana cuke beya<br />kang aran wong mardika<br />tan ana pinarding Ratu<br />mung sakolure priyangga.<br /><br />Amung ingkang aran abdi<br />pangunungan dipun tata<br />saban tahun pakmite<br />saban tahun bakti nira<br />tan den pasti agengnya<br />istu Ratu Adil lullah.<br /><br />Wawateking Raja Wali<br />ora meting pengasilan<br />apa satekane dewek<br />dagang maning yen iyaha<br />jajaluk lagi ora<br />amung kang den ruru-ruru<br />babakti maring Yang Sukma.<br /><br />Lumu sisip pasa mending<br />tobate langkung nasuka<br />sarta lawan bratapane<br />atiwa-tiwa kang Eyang<br />Susunan Waliyullah<br />Kanjeng Panembahan Ratu<br />remaning Karamatullah.<br /><br />Boya karsa nalikuri<br />hing rerkan Padaleman<br />ya sote mageng kadaton<br />lan amengku upacara<br />pangrengganing kula wadya<br />sing Pajajaran gumulung.<br /><br />Saking sabrang kunta wiri<br />angurip-urip wong Jawa<br />Carbon kang tembe mrintese<br />lami-lami saya harja<br />lakuning kauripan<br />sakadar-kadar ing riku<br />jumeneng kang panaraga.<br /><br />P A N G K U R<br /><br />Melar kreta hing pakudyan<br />pagunungan para Kuwu kabeh ngabdi<br />katiti amating Ratu dupi Dalem Kuningan<br />waktu iku amogolle maring Ratu<br />tan karsa lamon ngabdiya seja angratu pribadi.<br /><br />Anggepe jalma Kuningan<br />iya soteh mau duk sunan Jati<br />kita seba maring guru<br />dudu seba ngawula<br />dupi iki pan wus sirna<br />Buru misun apa gawe kita seba<br />ming Carbon den tita ngabdi.<br /><br />Kawarta dateng pakujan<br />wong Kuningan mangkana kang pamilih<br />adan pinutusan gupuh<br />Kyai Patih Rudamada<br />kang kinarsa mitutur rana ujar kang alus<br />hing sirnaning Pajajaran<br />sapa ingkang anyo eluri.<br /><br />Kon isep yen Carbon ingkang<br />dadi sulur hing pakuwan saiki<br />piyambake kudu manut<br />kartaning wong pakudyan<br />ya ta Pati Rurdamada hintar sampun<br />dumugi datang Kuningan<br />dawuhaken timbalan Haji.<br /><br />Dupi sahuring Kajenar<br />Pajajaran sampun merad alalis<br />tan wonten pitungkasipun<br />lampahing Karajahan<br />angajawi idep kita wong ngaruru<br />samangke guru wis asirna<br />apane kang den bakteni.<br /><br />Dan ki Patih Rudamada<br />bebet Panjunan tan kena myarsa angling<br />pedes swara nulya timbul<br />ing ngaji dadak sara<br />menyat ngandak-nyandak Arya Kuningan den dubruk<br />ora kayane Ki Arya washita hing suraweri.<br /><br />Anyebrak lan jalan sutra<br />temah lumpuh Rudamada gumuling<br />wus pinanjara sadalu<br />panjarane wis kalapa<br />dupi dalu den wengkang punang galugu<br />Rudamada bisa medal<br />sadya nigas jangganeki.<br /><br />Arya Kumining tan kaya<br />jaka sutra hing luhur angahubi<br />kang pasukane wong riku <br />dadya ingkang anendra<br />jroning jala musna datan kadulu<br />daya Pati Rudamada<br />atur uning maring gusti.<br /><br />Wangsul hing Carbon asigra<br />matur atra saula datan kadulu<br />nunten Panembahan Ratu<br />matus Pangulunira<br />Ki Peki Abdullah sigra lumaku<br />pon lampah mangkana uga<br />campule tan angsal kardi.<br /><br />Sampuning kadya mangkana<br />Panembahan karsa miyambeki<br />kalih tetekeng lumaku<br />mangking ruruku lumampah<br />riri jati panakawan pada nusul<br />keras tangginas lumajar pandene boya nututi.<br /><br />Hebating kawula bala<br />dening gusti wus katemu alinggih kaliyan Ki arya iku<br />pareng dedel wiguna<br />Panembahan malempat anjong den buru<br />sigra tinawuran jala<br />malempat bumi agonjing.<br /><br />Ki Arya kajengkang-jengkang<br />bawanipun kang bumi agunjing<br />jalanipun den tawur<br />Panembahan malepat<br />dupi ngidek bumi miring dadya iku<br />kajronkong krungkeb Ki Arya<br />pamawaning bumi miring.<br /><br />Singa bumi kang kadedekan<br />tapakipun Gusti ingkang Pakungwati<br />kudu bae miring nungkul<br />jala sutra tan guna<br />ngalor ngidul tawuring jala alusud<br />kasele kajengkang-jengkang<br />krungkebe kang anjalami.<br /><br />Digulon ngetan akiteran<br />dangu dangu jala mretel amrotoli<br />sareng kang jala wis rempuk<br />Arya Kamuning nembah<br />inggih sampeyan nyata suluring Ratu<br />dede malele Pandita<br />kang amurba awak aking.<br /><br />Kuring gegebal sampeyan<br />pan sumukud sembah angabdi lahir batin<br />samprakawis tereh Guru inggih nyata Wali Raja<br />duwa prakara jala sutra inggih pupus<br />lah iku marganing daja<br />Kuningan idep angabdi.<br /><br />Papak raja Panembahan<br />kang aminda suhud pawisik<br />dupi Talaga kehesru<br />Kapetakan pon dapake Sinuhun<br />Sindangkasih iya tunggal<br />Ki Gedeng Susukan kalih.<br /><br />Gedeng Tegalgul tunggal<br />tunggal idin saking Suhunan Jati<br />dupi ika Raja Galuh<br />saestu tunggalira<br />Gedeng Sura miwah punika Anjum Nyai Gedeng<br />Panguragan<br />pon idin Sunan Jati.<br /><br />Sakatiking Tapakira<br />iku abdi amatira Narpati<br />kang kamilik sumpahipun<br />yen laga wa asumpah<br />Ratu iku abdi amat iya iku<br />milu wilalating sumpah<br />hing harjaning milu mukti.<br /><br />Kongang lamoni den nedola<br />hing Gusitne sakarsane aniti<br />lawan kongang dipun rungrum<br />dening pagustenira<br />kang lelegan tanpa soma<br />punika taliti.<br /><br />Lunta hing satedak tedak<br />dating Ratu pasti amiris<br />angajaba lamon sampun<br />den pardika kaken nita<br />caca wadon lalurining ngamat iku<br />punggel lamin abdi lanang<br />rabi mardika kang yakti.<br /><br />M I J I L<br /><br />Ya warnanen anjenggering Pakungwati<br />dennya raton-raton<br />ya hing dunya ku wis adate<br />kudu warna-warna kumelip<br />ika Kyai Pali<br />teka mikir sentung.<br /><br />Waktu bebet sabrang tansah mikir<br />manah ngilo-ngilo<br />Ratu Sabrang pada dagang kabeh<br />dupi Gusti kita ing riki<br />korap-koru rijiki<br />adan sigra matur.<br /><br />Dateng Panembahan prayogi yen mangking<br />prayogi samangko<br />kawula ngintar<br />ken padagang gede<br />badi tulung gesang hing Aji<br />atilad tatangi<br />sabrang lumrah Ratu.<br /><br />Sam olih padagang ing mangken<br />ngriki dagang uwos<br />nyabrangaken uwos sagedene<br />agung rijiki angelar bati<br />Panembahan Aji<br />dadya sira gupuh.<br /><br />Beras hing wong Carbon den epaki<br />karunge wis awon<br />kampil beral andamping pinggir kikisik<br />kawarna yen yakti padaganging Ratu.<br /><br />Nama Palidada wusing dadi<br />baita cu mahosora kaya iku ana kekere<br />cadong-cadong batok sawiji<br />basane yen ngemis kanggo amumuluk.<br /><br />Ki Palidada sahurnya ambengis<br />he sidi lalocok beras uwis aneng karung genahe<br />ana adat yen di dodol maning<br />kekere pon masimaredeng anjaluk.<br /><br />Ki Palidada sewot tumuli sejane anabok<br />dadi kerjeng tangane tan suwe<br />sja jejek sukune dumadi<br />ngingkrang datang kenging<br />mudun ika wau.<br /><br />Palidada anjirit den tulungi<br />muliyi den gotong katur sira Panembahan priksane<br />kekerehe ana hing ngendi<br />lan rupane maning<br />kayapa rupane iku.<br /><br />Ya ta matur ingkang pinariksani<br />kere belang kokop<br />suku tangan sami belang kabeh<br />Panembahan angandika riri<br />la iki Ki Pali<br />gotongen den gupuh.<br /><br />Tekakena maring lepenjagi<br />kon tobat kon panor<br />lan gawaha bras ingkang akeh<br />sapuluh karung babakti mami<br />yata abdi-abdi tandang gupuh-gupuh.<br /><br />Ki Pali den gotong aglis<br />sarta lawan uwos<br />ya sapuluh karung wus mintar kabeh<br />anjunjung maring lepenjagi<br />mring sang meha yakti<br />Wiku Wali Agung.<br /><br />Ki Palidada tobat anangis<br />nuhun gesang ingong<br />kang pinuji aris wansukane<br />iya sira sun apurani<br />sareng sabda Wali<br />ingkang iku.<br /><br />Adan waras Palidada kadi<br />duk mau dadya nor<br />suhun sembah lan pangabektine<br />wos sapuluh karung binakti<br />Sang Wali mangsuli<br />hing prakara iku.<br /><br />Beras pirang pirang sira gotongi<br />maring arsaningngong sadya nira gawe apa mrene<br />Palidada nembah lingnya ris<br />inggih punika bakti<br />nipun Gusti Parabu.<br /><br />Kanjeng Panembahan ing Pakungwati<br />kang katur samangko<br />dateng paduka Pandita Gede<br />barkah sampeyan ingkang kapundi<br />mungginya paganti<br />lahir batosipun.<br /><br />Sang Wiku angandika aris<br />lah iku hing mangko<br />sun tarimah hing kabecikane<br />Gusti nira ananging saiki<br />gotongana balik<br />beras ira iku.<br /><br />Suning kene boya anambrih<br />kang para samono<br />manga kaya Gustimu mrene<br />nuli saja drawaka hing ngati<br />dupi isun beli<br />yasoteh hing wau.<br /><br />Ngemis beras mung sabatok cilik<br />go tambah layop<br />ora isun ngarah akeh-akeh<br />ya wis pada gawanana balik<br />ya ta ganti-ganti<br />kang sinabdan wangsul.<br /><br />Pan wus katur hing Panembahan Aji<br />ya ta jeng Sang Katong<br />andaring ngendangu kandikane<br />atema aning kana angking<br />ya wis prakaraning<br />dagang iku wurung.<br /><br />Aja sido wurung ngena gelas<br />kita aneng Carbon<br />ora kena dagang guna gawe<br />iya iku ingkang dadi wangsit<br />eyang Sunan Kali<br />aja salah tangguh.<br /><br />Mangsanaha wali ingkang nisip<br />mangsanaha goroh<br />mangsa pitna sabarang gawene<br />ya ta Palidada tumuli<br />murungaken kardi<br />beras diun udung.<br /><br />Kampil ingkang aneng pinggir kikisik<br />den nusung den dodol<br />den balaburaken hing balane kabeh<br />kawalatran sagunging mantri<br />sami asukati<br />hing sihe Sang Prabu.<br /><br />Para Buyun samya nakseni<br />ken anak putu Carbon<br />tang kongan dagang wangsit luluhure<br />ya luluhure sang Raja wali<br />kumudu sajati<br />ana rimah sukur.<br /><br />D U R M A<br /><br />Ku harjaning Carbon watek Ratu Oliyah<br />tandah hing sawengi-wengi<br />hing masjid sowara hing tilawat parnujinya<br />gumuru swarane puji<br />kala samana Masjid Agung nunggeling.<br /><br />Durung ana empere angeringanan<br />mura ngarep lan wuri<br />mawi pataka harja<br />parunggu sarta alancip<br />apa kaya dat<br />hing pataka hing masjid.<br /><br />Ora kaya jadeng prang saking Mataram<br />kang nama Ki Gedeng Enis<br />naban tigang warsa<br />kinarsa langlang jagad<br />kinarsa mamariksani<br />maring Nalendra kang kabawa Matawis.<br /><br />Pinariksa banggi wonten durga baya<br />kulilip nyalawadi<br />biliana Raja<br />bala Raja kang lirwa<br />maring purbaning Matawis<br />kala samana<br />ika Ki Gedeng Enis. <br /><br />Duk pariksa hing Carbon amanggih harja<br />sarjuning puji masjid<br />hing dalu kawangwang<br />dene teka bargama<br />hing Carbon ngundak-kundaki<br />inggih mankenya<br />jumeneng kutub maning.<br /><br />Anuruni Sang Jati sun cacak coba<br />ya ta hing mangsa wengi<br />Gedeng Enis marendah<br />andalahi ku baruwang<br />hing luhur pataka Masjid<br />yen mangko tawa<br />lah yen nyata Kutub maning.<br /><br />Panakawan datan langgana hing karsa<br />kalayan lampah demit<br />tan nana uninga<br />durga andala baruwang<br />ya ta abdi sami <br />sapa ngakuba hing masjid panas atis.<br /><br />Dadya bubar tan nana purun ngahuba<br />sirep kang samimuji<br />Gedeng Enis nyana<br />yen dudu Kutub Hingyang<br />Gedeng Enis wus lastari<br />lampanya kesah anjaja panagari.<br /><br />Ora kaya hing Carbon sanget sangsaya<br />Masjid dipun tan kenging<br />dipun geni salat<br />Jeng Panembahan susah<br />Popoyan datang Jeng Nyai<br />Pangngalangalang<br />istri guna wit urip<br />Adam ika Nyai Tegal pangalangalang<br />nabda la ya iki<br />gawene wong tuwa<br />do emadak masi ana<br />Nini-nini kari siji<br />Jeng Panembahan<br />wus katingal bruwang mandi<br />ya ana hing pataka masjid katingal<br />sabda Yang Nini-nini<br />ujarisun apa<br />la ika si banuana endah si Nyai ngabili<br />wong wis tuwa<br />ora owel yen mati.<br /><br />Panembahan kang ngawas wau tuminggal<br />saking jabaning masjid<br />aja melu hebang<br />si Nyai mengko kebang<br />manjing hing jara Masigit.<br /><br />Jeng Panembahan ngandika iya becik<br />pan si Nyai manjingnga masjid pujangga<br />manira kang neng Jawi<br />ngawasakon bruwang<br />kang ana ing pataka<br />mangkana enggal Jeng Nyai<br />pangalangalang<br />lumebet asusuci.<br /><br />Banyu wulu anducekaken salira<br />saking cadas sing jisim<br />sampun sinampurna<br />ingkang susuci badan<br />nunten malebet tumuli<br />wonten ning Bangsal.<br /><br />Masjid Agung asuci<br />abrebresik kang nama tinja kaliwat<br />hing tinja ingkang kari<br />mungguh kang babasan<br />manuk mabur kang sarta<br />kurungan orana kari<br />hing tengah-tengah<br />hing masjid denya nunci.<br /><br />Pan aseru swarane ingkang adan<br />asruh amemelingi<br />ambeledug awiyat<br />pamrasane kang meningi<br />ingkang kawengan<br />swarane iku Jeng Nyai.<br /><br />Pareng anjit kang swara munclski bruwang<br />kang aneng pataka masjid<br />mesat hing gagana<br />sumembur hing ngawiyat<br />muksa ilang ingkang mandi<br />sirna sampurna<br />waluka kadi uni.<br /><br />Kacarita baro ewang ingkang sumebar<br />mumerep pada manjing<br />maring Guwa Upas<br />Guwa Dalem ika tunggal<br />bangsa mandi lamon lalis ya makumpulan<br />maring sarwaning mandi.<br /><br />Wus asirna sing dunya sampun apinda<br />maring kaanan latip<br />teges kang babasan<br />ora mati kewala<br />salin nagara kang latip<br />Jeng Panembahan<br />andarengen hing kapti.<br /><br />Tumon wau sinare Pangalangalang<br />Nyai Dalem Pakungwati<br />dening si wanodya<br />sina tata Oliyah<br />rumasuk badan rokani<br />oraga sukma<br />karu-ru istri lecih.<br /><br />M E G A T R U H<br /><br />Malanipun kauni<br />hing pungkuripun<br />kubure Nyai Pakungwati<br />ana hing masjid Agung<br />dudu kubur kaya pranti<br />yaktine punika enggon.<br /><br />Enggon sirna mungguh pameradanipun<br />rong prakara denya eling<br />ila-ila duk Sinuhun<br />ngukun Syeh Lemahbang dingin<br />wanten upata kamanton.<br /><br /><br />Ika yen wis tedak sanga anak putu<br />kaselang hing budi wani<br />kebo bule timbuk rayu<br />telung prakarane maning <br />emut duk dingin wirahos.<br /><br />Wirahose Sunan Kalijaga muwus dening kobaring<br />Masjid<br />hing sapungkure Sinuhun<br />kaya-kaya amenangi<br />Panembahan duk migatos.<br /><br />Patang prakara lamon wissa ingkang mau<br />ya bok anaha malih<br />pantar ingkang kaya iku nuli sapa kang nulangi<br />reh si Nyai sampun maot.<br /><br />Ya wis ora nana ingkang dadi tunggul<br />tumbali wong Pakungwati<br />casse Panembahan Ratu<br />Gusti Allah ngawikani hing karsane Ratu Carbon.<br /><br />Lami-lami ana sumulur arawuh<br />maja Jeng Wali pawestri<br />Nyai Gede Pancuran rawuh<br />putra nipun Sunan Teigading<br />ngumbara rawuh hing Carbon.<br /><br />Pan Kalangkung minuli salenggahipun<br />dening Ratu Pakungwati<br />Kanjeng Panembahan Ratu<br />angabekti puji bakti<br />dumateng Jeng Istri kahot.<br /><br />Dening Nyai Gede Pancuran sepuh<br />tur lampah Wali singgih<br />tereh hing Wali kang makbul<br />salaming linggih wasi<br />hing praja datanna enggon.<br /><br />Mula-mula aneng Tuban hing dalemipun<br />hing Depok kang den wastani<br />Pancuran pramilanipun<br />katelah nama Jeng Nyai<br />Gedeng Pancuran hing kono.<br /><br />Nunten pinda hing Japara kan sinebut<br />depoke karangkamuning<br />lami-lami pinda nipun<br />hing madura milakoni<br />Nyai Gedeng Sampang Boya roro.<br /><br />Nulya pinda ing kajonga pinggir laut<br />mila katela kang nami<br />Gedeng Kajongan kang lihu nunten ngumbara ana hing<br />Pakungwati namaning gon.<br /><br />Minulya-mulya dening panembahan Ratu<br />mila katela kang nami<br />susulure kang wus lampus<br />mila dipun wuri-wuri<br />kinarya tumbaling Carbon.<br /><br />Saputrane sami dadalem hing riku<br />karang ingkang den wastane<br />Karang Pasardawa hulu<br />jaba kuta lor kang nami<br />karanggetas gatining wong.<br /><br />Dipun karja ing panah kang dadi langun<br />dening Ratu Pajungwati<br />marmaning kaja puniku<br />tengane hing Carbon dadi<br />kalilip bancana wadon.<br /><br />Iya iku kang nama Nyai Gedeng Dempul<br />ya angaru anak putu den niruti<br />seja araraton akumpul<br />hing desa Bakung prawani<br />adir-adir kang balo wong.<br /><br />Saoli-oli wong tatanggane akumpul babarissab<br />Sawatiwis umbul-umbul waring muncul<br />Ngirupi bala winuri<br />Geger gentur ing wong Carbon.<br /><br />Ya Ki patih hing Carbon kalangkung rengu<br />reh ika kang dadi Patih<br />ing waktu samono iku<br />Patih Rudamada sakti<br />dados ban nemban ning Ratu Panembahan Pakungwati<br />mila rengu hing borojot.<br /><br />Bebet Pajunan mau Nyi gedeng Dempul<br />cuplak andeng-andeng iki<br />pramila Ki Patih mau<br />wus linggar anglurug maring<br />Bakung gogombol den tinjo.<br /><br />Pan den tinjo nyata orana dinemu<br />pansamya bubar nyingkir<br />ming alas Junti anglarut<br />dupi iku den lurugi<br />hing Junti tinemu kosong.<br /><br />Lincak-lincak bala Dempul genya larut<br />raraton ika ana hing<br />Kandangur dupi krungu<br />dening Patih Pakungwati<br />Rudamada dan tininjo.<br /><br />Ika maring kangdangur pantinemu suwung<br />tegane pada babalik<br />hing ujung tanala iku<br />pada parangsawatawi<br />tan dangu pad amboros.<br /><br />L A D R A N G<br /><br />Gennya bubar angili pada aningid<br />hing guwa-guwa<br />sakedap akempal maning<br />yen kurang sangu iku pada bebegah<br /><br />sing gampang katungkul iku den ambil<br />angraraja dadi geger tepis wiring<br />ya hing Carbon pada ngiliake nyipar.<br /><br />Singlar saking prenahe angungsi puri<br />ya hing Carbon kuta Carbon masi kikib<br />ratu Carbon kang hing ngungsi hung ngauban.<br /><br />Patih Rudamada miwah Mantri-mantri<br />amancalang<br />lie amburuh kidang kancil<br />akeh kena kang kari masih akatah.<br /><br />Ingkang kena wus den asrahaken maring<br />Ki Katandan<br />kinen lamong kang rawati<br />hing panjara sinebut goning panjara.<br /><br />Durung ana benteng durung ana bui<br />duk samana<br />pan durung ana Walandi<br />mung sinebut kang nyekel kanda wariga.<br /><br />Pajaksane hing kajaksan pan alinggih putu nira<br />Ki Rudamada kang nami<br />Jaksa Sumirat kang andarma wacana.<br /><br />Jan purwaning desa kajaksan sayakti<br />putra wayah<br />Panjunan Caruban kali<br />putra wayah Ki Arya Menger Kajaksan.<br /><br />Arya Menger kakange mau Jeng Nyai<br />Nyai Pangalang<br />ika ingkang wus sirna lalis<br />Arya Menger kuwi ramane Pangeran.<br /><br />Ya Pangeran Palalanon kuwi cuwan<br />ya kasilib<br />akeh nyana<br />yen Palangon sinenggi<br />lamon iku ugyan Pangeran panjunan.<br /><br />Kalesanyata Palalangon kang sayakti<br />wong Kajaksan<br />ingkang duwe tunggal jati<br />krana Pangeran Palalangon iku nyata.<br /><br />Ya putraning Pangeran ingkang nami<br />Arya Menger<br />dupi dunane kang asri<br />Pangeran Panjunan kardi pakirnan.<br /><br />Wringin pitu kang linangawan ningsih<br />dukan emah<br />kasosetapan banting diri<br />dupi sumala mantuk Ardi Amparan.<br /><br />Dan warnanen wargane iya Nyi Dempul<br />ingkang amsi<br />wangun geger hing nagari<br />saya dangu saya katah amarambah.<br /><br />Kocap kena sapuluh mangka ngunculi<br />sewu mana wesa <br />kena satus amonculi<br />sewu mana wesa dadi jalma pan sadela.<br /><br />Endas merang tinygel ika anuli<br />dan sinebar<br />dadi bala wus barketi<br />kawalahen polahe Ki Rudamada.<br /><br />Daja matur popoyan hing Kanjeng Gusti<br />Panembahan amit asih ahubing<br />Nini-nini mau Nyai Gedeng Pancuran.<br /><br />Kang dadalem<br />hing Pasar dawa anenggi<br />angandika<br />Nyi Gedeng Pancuran aris<br />putu nisun den pracaya ing Allah.<br /><br />Ya si Nyai mengko kang makseni sidik<br />sapa-sapa<br />tawelak maring Yang Widi<br />tangtu hing mengko ana kisabing Allah tangalah.<br /><br />Aja susah den lurunggi den perangi<br />ila-ila<br />hing Carbon perangnga dadi temahane ora-uru tambuhing<br />seja.<br /><br />Hing sandenge wong Carbon perang tan dadi<br />mangsa sida wus ila-ila hing wali<br />mung salelebon hing bodo ngalatak.<br /><br />Amantangub karuwan kang den ungsi<br />titenana<br />embok si Nyai akitib<br />dening anak putu sing amenangana.<br /><br />Menangana perange wong Pakungwati<br />dugi binjang<br />teka maring jaman akir<br />yen mengkono bae yen perang prayuna.<br /><br />Ya ta marem Panembahan ingkang pikir <br />muwa ika<br />ki Rudamada Patih<br />samya seja Pracaya ming Nyi Pancuran.<br /><br />Samya eca-eca hing aryo puri<br />ora lawas<br />bala Dempel sugih wani<br />seja bedah kuta Carbon den jujuga.<br /><br />Ambel sura diksura pating padigdig<br />edir pada atimbul bojana kulit<br />sugih baris iku kang bala cicip tan.<br /><br />Mila angka sumeja angaroboki<br />pareng praptahing marga bebaneran ning<br />sokalila Karanggetan kasasmata.<br /><br />Kang pangaru kang bala ciciptan sami<br />puli merang<br />sakeng braja wesi sami<br />getas marepel estoning tanpa aguna.<br /><br />Ingkang bayu lesu kade den lolosi<br />angganira<br />liren gelar aneng siti<br />adan tandang Ki Rudamada sawakca.<br /><br />Bala Dempul prasani dipun keriggi ming ngayunan kinen <br />tobata<br />prasami<br />sira iku aja ilok gawe dora.<br /><br />Maring Ratu lah iku marganing dadi<br />suka lila<br />atining wong kang anjilib<br />sirna purna tan nana durha rancana.<br /><br />Gedeng Dempul hing ngapura hing jati<br />sami bubar<br />mantuk maring prenah lami<br />datan arsa sulaya kersaning Nata.<br /><br />Ya wis ten tre orana kuna-uni sirna baya<br />durbala ngaubing Wali<br />Wali Carbon ingkang wus polipuring.<br /><br />P U C U N G<br /><br />Wantu-wantu hing ngagesang kudu nemu ingkang <br />kasusahanganta<br />sapira lawase patang puluh wolu tahun iku ana.<br /><br />Cocobaning pekir hangula kaum Masjid agung<br />kabarpuncaki<br />ingkang katunan<br />geni saking sabrang kidul sing walahar.<br /><br />Geger kaum pan samya rinebut-rebut<br />Ki Lebe Duliman<br />tandang ngunjukaken kocor<br />Marbot Kamjah sabature ngerab toya.<br /><br />Modin Husup sabature pada nawur<br />aken lemah ika mambrih ming geni matine<br />pan katujung para Lebe sing padedesan.<br /><br />Panembahan dumulur ika sarejo<br />yen kawangun limas<br />mengkamewahan empere<br />sakubengi dadi surambinira.<br /><br />Lan pintune kamewahan bata mempur<br />kinanea kang mungal<br />lan malih paimamame<br />pan ginatra dunjung hadi tanpa talaga.<br /><br />Miwah jajantung tanpa pisang ingkang mungup<br />darapona daja<br />hing ngadining sasangkalane<br />bata mungal-mangil mangupkang sasmita.<br /><br />Ya wus jengger pulih sya wu-wu abagus<br />luntane alempah<br />kawuri-wuri jatine<br />tapaken para Wali kang sasanga.<br /><br />Menuri wuri dening anak putu<br />arjaning pakudyan<br />tilase hing luluhure<br />ingkang sampun sirna sampurna sukasma.<br /><br />Bab hing seseban ming Mataram maski laku<br />mejang naban warsa<br />naban murud pan sakehe<br />para Ratu Nusa Jawa hing Mataram.<br /><br />Pan mangkana adate hing naban tahun<br />salamining gesang<br />ora nana hing cutake sumambah karaharjan hing Mataram.<br /><br />Pramilane hing Carbon tuhu rahayu<br />krana tumarimah<br />manah sukur sagedene<br />beda Banten kaselang tumpur sakada.<br /><br />Sabab kirang hing manah sukuran nipun<br />ya wai waspada ngisab hing napsu samini<br />spa sukur winales guna waluya.<br /><br />Sapa kurang sukure winales tumpes ora nan liyan metu<br />sing ngawakee dewek<br />Gusti Allah pan ora anganihaya.<br /><br />Sahalame jeneng Panembahan ratu<br />seba ming Matram<br />ora nan arung anane<br />mulus mujur kang basa prasetya waktya.<br /><br />Sunan Mataram pan tan nana ngaru biru<br />dennya nganggep anak<br />Mas Carbon labda karyane<br />Hing Mataram katarima jar samaja.<br /><br />Ra kurang ora luwih dennya ngulun<br />mila katarima<br />dumadi ing salamete<br />satuwuhi anak Mas<br />Carbon raharja.<br /><br />Sakarsane sabarange kang winangun<br />boten nana tilar<br />Sunan Mataram rempagi<br />mangkana kang dadi slameting lampah<br />mungguh yang widi karsane<br />singnga asta lahir batin tan beda.<br /><br />DANDANGGULA<br /><br />Awong dening kang rinembangan nyuluri<br />Panembahan nu iku kang wayah<br />kang wus kasebut namane<br />Pangeran putra Sunu<br />putranipun Pangeran Dipati<br />ingkang Sedanggayam<br />ingkang den angkat lungguh<br />deneing Suhunan Mataram<br />kkrana waktu samono ngadeging Ngaji<br />kudu saking Mataram.<br /><br />Ingkang ngadekaken lilinggih haji<br />Hajir Mataram ingkang anama<br />Pakunagara jenenge<br />ingkang ngistren Ratu<br />Carbon ingkang nama winuri<br />Panembahan Girilaya<br />kang mangke tumuwuh<br />sinakoli mangku reja<br />pon katiti sebane dateng Matawis<br />kadi kang sampun seda.<br /><br />Papatihe Panembahan mangkin<br />Kang nama Ki patih Suminingrat<br />ya iku estu putrane <br />Ki Rudamada mau<br />winuri-nuri ing Tunggaksemi<br />mulane pinaraban<br />Suminingrat wau<br />ramaning Jaksa Sumirat<br />tunggal bronjot Panjunan ingkang gaganti<br />hing linggihe Sang Nata.<br /><br />Ya Sang Nata anyar hing Pakungwati<br />Pangulune nama Ki Jalila<br />ingkang mangen bargamane<br />wakil tulaking Ratu<br />aneng Carbon nata gami<br />pusakaning Waliyullah<br />maring anak putu<br />hing Carbon nagara jimat<br />atumbaling nusajawa kendung kikib<br />kuta Carbon waluya.<br /><br />Waktu iku ya mati akikib<br />kuta Carbon masih naroja<br />adi tuwu sakubenge<br />tan ana durga ngaru<br />kadya gelare kang rumihin<br />Jawa Gunung kaporba<br />katiti angulun<br />sinakala tiwa-tiwa<br />nagara gung Mataram pon anglilam<br />ing Carbon yen gaweya.<br /><br />Andel-andel sinaroja Pati<br />Seminingrat lan Jakasumirat<br />Kanti tanda warigane<br />miwa kang naminipun<br />Kyai Kanduruwan pan tunggil<br />baranjo ating Panjunan<br />wandudayi nupun<br />mangka taliti Kuningan<br />Arya Salingsingan kang pinangka dadi<br />anjeneng pandelengan.<br /><br />Dupi ingkang dadi Tadamui iku branjotting karangkendal <br />Ki Gusti parna putune<br />kang dadi mantunipun<br />Gedeng kodokkan Abdulkapi<br />Abdulkapi kang saja<br />dingin mantunipun<br />Ki Pati Keling duk kuna<br />pan karuru wong becik ngupadeni Haji<br />pramila winuri lenggah.<br /><br />Awon dening ingkang hing angken linggih<br />Arya Jagasatru ya ika<br />Dipati Ukur kang ngenem<br />tur dadi marasepuh<br />krana Putri Ukur kang nami<br />Jeng Nyai Mas Kirana<br />den garwa punika <br />dening Kanjeng Panembahan<br />malah mijosaken putra kakalih<br />Pangeran Anom kang seda.<br /><br />Lan maliye Pangeran Masa Pakungwati<br />ana dene garwa Panembahan<br />kang suwanengge asalle<br />saking sabrang kang metu<br />saking panagara Surati<br />nami Nyai Rara Kreta<br />ingkang amurwa dusun<br />nama desa Karangdawa<br />malah Nyai Rara Kreta amutrani<br />Pangeran Sepuh aja.<br /><br />Mangkana Panembahan Geri nenggi<br />agung putrane<br />ingkang estu Raja Sunu<br />sami kasukan kramat<br />boya kenging den nina hing sapadaning <br />tuwu atena walat.<br /><br />Ya mulane karuru desi najen<br />aja ja maning yen tumeka<br />lagi niyat ora bee<br />saking pangaru larut<br />ya Sinuhun ingkang angahiebi<br />hargjaning kapurata<br />hing sawaktu iku<br />jar si nembe tidak lima<br />kaya-kaya samono mengke muraking<br />adening kuta reja.<br /><br />S I N O M<br /><br />Panembahan Girilaya ang Ruru hing Pakungwati<br />pranata mati adilad<br />alam Panembahan lalis<br />masi apembek Wali<br />tanpa drawaka hing napsu<br />ora budi sudagar pramila masih asepi<br />durung ana cina lawan Walanda.<br /><br />Masih sakadar wong Jawa<br />Wong Sunda wong sabrang pekir <br />wong Arab Mandita <br />agama ingkang den gugoni<br />kang minulka hing ngurip<br />prakara agama Rasul<br />ora ngajeni dunya<br />dagang sudagar kakeri<br />kang ketengan lakuning agama Allah.<br /><br />Halaman 123 tidak ada <br /><br />Krana iku kakullah<br />tunggal ulam ning jaladri<br />amupuwa beya maning layen karsaha.<br /><br />Ora nana pupun pasar<br />ora nana pajeg urip soteh wong pagunungan<br />saking karepe pribadi<br />babakti hing Gusti<br />tan pinardi hing Sang Ratu<br />lan ora winatesan<br />wus apa dudune titi<br />ning sedekah sakerep-karep prijangga.<br /><br />Mangkana maning kang bala<br />sakarep-karepe ngabi<br />ngajeni bandaranira<br />bab den pardi estu bentan ana dangdan margi<br />duduk kali wong saking gunung<br />tumurun bakti karya<br />lan susukane pribadi<br />tumandange tan den priyat dening Raja.<br /><br />Kadi lakuning sideka genturan<br />ingkang bakti<br />anglangkungi saking priyat<br />gennya pada angajeni<br />hing Gustine prasami<br />angraksa salinggihipun lumu yen kasorama<br />dening sapantare ngabdi<br />balanjane sadina cicik barekat.<br /><br />Masih lumampah banaja<br />ingkang den arani picis<br />timah tipis bolong tengah<br />awawi dipun sunduki<br />ricik teka satitik<br />pusaka Kanjeng Sinuhun<br />siji rorone ana<br />wong tembaga gagawaning<br />wong dagang sing kasabrangan<br />masih sarwaning samending<br />wong Carbon mapan masih<br />langka gedong umahepun<br />naramba umah Jawa payon sirap payon welit<br />durung ana wong cilik kuta karang.<br /><br />Masih kikis lawan dadangajaba kuntaning Haji<br />kuta Carbon pan waluya<br />sakubengi durung rigrig<br />pusaka Sunan Jati<br />Pangeran Panjunan wau<br />hing prakaraming karta<br />mung den wates ambrikuti<br />turun lima nuli den tema anggagar.<br /><br />Dening karsaning priyangga<br />asajen sangge sejen sipta<br />kaligane iku benjing<br />anak putu prasami<br />anyayanak maring satru<br />saneke temen ningkang<br />prasami den pitambuho<br />pamawane wong kopencut daaring dunya.<br /><br />Pada demen malar barang<br />kang ora langgen g kamilik<br />temahe adadi upas<br />anaepes harjaning Haji<br />beda duk jaman dingin<br />ungkara Kanjeng Sinuhun<br />ora amalar dunya<br />nanging dunyane angrobi<br />rijekene sing dunya rawuh ngakerat.<br /><br />Panembahan Girilaya<br />wus sipta ana kang marik<br />kagungan niyat kadunyan<br />nanging tan anglaksanani<br />panasi kundalining kutub<br />prawantuning wus katah<br />tatamu<br />kang dede Wali<br />sabotene angngukad ding kaenakan.<br /><br />Putra garwa saking sunda<br />hing karsane mambrih sugi<br />asipta hing kabangkaran<br />putra warga sing surat<br />adat sabrang aja mambrih<br />sudagar padagang laut<br />nyung nyeng sagongeng kula<br />Wangsadipa Wangsakarti<br />den nya anggelar saja abrangan sinang.<br /><br />Ya si wantu Panembahan<br />sarosane wong sawiji<br />apa maning wus abenggang<br />kalawan sobawa Wali<br />membering-membering meminggir<br />kagumris benaning laku<br />lan Panembahan Awal<br />dupi Panembahan mangkin sabawang sumilir harjaning kiwa.<br /><br />K I N A N T I <br /><br />Hing waktu samono iku kusonya Banten kang dingin<br />mralalu kisah ming Ngarab<br />nani Sangeren Kanari<br />minggah haji sina kangsal<br />idine Raja hing Ngarbi.<br /><br />Sultan Mekah paring wahyu<br />lamon Pangeran Kanari<br />la yen jumenenga Sultan<br />ana hing Banten nagari<br />serta sinunggan Radukan<br />Pusakane nabi Brahim.<br /><br />Pramila samantukipun<br />ika Pangeran Kanari<br />meperkaken kula warga<br />ngistreni angangkat diri<br />pyambeke jumeneng Sultan<br />ana hing Banten Nagari.<br /><br />Tan kaya Mataran rengngu<br />ora narima hing Jawi<br />yen ana anana Sulta<br />kang sanes saking matawis dadya rika malurungan<br />seja ngimper Banten Aji.<br /><br />Wong Banten degeng hing wuruk<br />duga prang salami-lami<br />Banten layan Mataram<br />lawas-lawas ika nuli<br />ana panyapi walanda<br />kang nama Kapitan Murgil.<br /><br />Ingkang bisa ngurus-urus<br />wong perang dumadi mari<br />sabab Banten den pariyat<br />deng Murgil kinen nyahisi<br />petugur aneng Mataram naban taun ganti-ganti.<br /><br />Dropan tulusa angratu<br />aja na sawiji-wiji<br />dupi Mataran den priyat<br />kine narimah dumadi<br />Sultan ning bala Sultan<br />Banten nyaosi pakemit.<br /><br />La iku matganing urus<br />Banten kalayan matawis<br />ora kaya wusing kreta<br />walanda minta upahing<br />angarta prang neda kongang<br />adodok aneng batawi.<br /><br />Sunan Mataram dumulur<br />Sultan Banten angrempugi<br />lah iku awiting ana<br />Walanda aneng Batawi<br />pan den nidep tuwa-tuwa<br />dening para Ratu Jawi.<br /><br />Lan jumeneng Gubenur iku<br />amiponi hing Batawi<br />lir kamandi sumelap<br />Ratu Jawa durung ngarti<br />hing gatrane samana<br />yen akir dadi kamandi.<br /><br />Halaman 129 ora nana<br /><br />Masjid Agung Banten iku<br />nalika binangun nenggih angleresi babad jaman<br />sewu limang atus nenggih<br />tigang dasa kalih warsa<br />punika kadining pelhing.<br /><br />Dupi mula-mulanipun<br />Walanda aneng Batawi<br />wau ingkang pranama Murgel nenggeh angleresi<br />babad jaman kalih nira<br />sewu limang atus warsi<br />punjul tigang dasa tahun.<br /><br />Punika adining peling<br />dupi Carbon duk samana<br />masih Panembahan Giri<br />nasi katiting ming ngetan<br />sukuran manah lumiring.<br /><br />Lan ning Carbon masih harju<br />durung kaslapan Walandi<br />durung ana wong pantinan<br />kuta Carbon masih kikib<br />ngubenggi saharja pura<br />tengreme wong Pakungwati.<br /><br />BAGIAN III<br />A S M A R A DA N A<br /><br />Warnanen wong Pakungwati<br />Panembahan Girilaya<br />naban tahun sesebane<br />hing ngarsa Sunan Mataram<br />naban mangkati ngetan<br />wulan sapar layen rawuh<br />tanggal ping nem Rabiulawal.<br /><br />Nuju unining Sakati<br />sabab hing Praja Mataram<br />hing tanggal ping nemunene<br />Sekati dugi hing Iplal<br />kempeling para Raja<br />kang seba ana hing riku<br />bada Iplal sanya bubar.<br /><br />Beda aneng Pakungwati<br />hing Banten unining Tabal<br />Sukati tanggal wolune duga maring Iplal ira<br />kokong ngang sing Mataram<br />aja ngungkulan harju<br />dumateng piyambakira.<br /><br /><br />Banten sabane wus mari<br />wus kapohung dening arsa<br />patugur naban tahune<br />prikati Mugel Jaketra<br />lunta kaja mangkana<br />dupi Carbon masih nungkul<br />sina tat hing Bupaca.<br /><br />Satata lawan Kadiri<br />Madiyun lan Banyumas<br />Demak lawan Pajange<br />Madura Sampang curiga<br />sebahe hing Mataram<br />titip awak piyambekipun<br />jumeneng Ratu ampilan.<br /><br />Warnanen wong Pakungwati<br />Panembahan Girilaya<br />yen beba ngetan dinerek<br />dening kalodahan nira<br />Ki Arya Salingsingngan<br />miwah Ki Dipati Ukur<br />punapa dening lulura.<br /><br />Ingkang nama Tandumohi<br />miwah Kaki kadurowan<br />hing Gebang Wanduhajine ingkang nama Sutajaya<br />dederek hing Mataram niniteni Gusti nipun<br />larane wong angawula.<br /><br />Hing pamondokan Matawis<br />ora na ngajeni pisan<br />yen marek maring Sunane<br />anglepo ana hing lemah<br />konjem-konjem ana ing lemah<br />ika ingkang dadi rengu<br />manahe Ki Salingsingan.<br /><br />Muwa ika Ki Dipati <br />Ukur umatur hing Panembahan kulipun duriyat kulon<br />anak putu Rasullullah<br />nemba hing wong Mataram<br />anak putu kaya isun<br />tunggal asal ka Galuwan.<br /><br />Moning ngapa sampun lumiring<br />pangalataking Mataram<br />kula Gusti kang tanggo<br />hing banggane wong Mataram<br />Gusti atas kaula<br />Gusti sampun tumut-tumut<br />barkahe luluhur Nata.<br /><br />Saestu Sang Raja Wali<br />tangtune ngaobe barkah<br />Panembahan adan linge<br />aja geru yin rarasan<br />bok ana kang miharsa<br />tema dangdang muli kuntul<br />pitenahe wong Mataram.<br /><br />Mulane isun ngabekti<br />ya maring Sunan Mataram<br />bok iki pada katambon<br />mengkoyen sami asowan<br />hing ngarsane Suhunan<br />sun dudokaken tuhu<br />jatine ingkang sun sembah.<br /><br />Amung aja adu linggih<br />lan isun den kapiarta<br />yen ana babisin ingngong<br />ya ta kang para Lulurah<br />ngartos wangsiting Nata<br />miyos aneng pangangkilan.<br /><br />Sunan Mataram wus linggih<br />ana singgasana mubyar<br />kinubeng sakaprabone hing ngajap sagunging Nata<br />sami konjeming lemah<br />lir pitik atumon ulung<br />rarasi para Nalendra.<br /><br />Panembahan Pakungwati<br />tan tebah Lulurah ira<br />ana katingal mancorong<br />hing tinggaling salingsingan<br />Nata Ukur pon mulat<br />Tandamuhi pin dulu<br />tengene Sunan Mataram.<br /><br />Ana linggih kursi gading<br />komara nelohi jagat<br />pinayung kadi Srengenge<br />ajeng ngenging para Lulurah<br />kawengan teja prana<br />pareng bubar hing ngalungguh<br />sami dateng pamondokan.<br /><br />Panembahan Pakungwati arising kandikanira<br />la kaki paran was paos para Lulurah aturan<br />inggih Gusti punika<br />punapa kadi andaru<br />nembe kaula karengan<br />rupaning kang adi luwis.<br /><br />Panembahan angandika<br />bok kai ora angratu<br />kang katon ya ika Eyang<br />Suhunan Kalijaga<br />Boktan idep jati iku<br />Jatine ingkang sun sembah.<br /><br />Urub-urub hing Yang Widi<br />murub mancur Rasulullah<br />insan kamil jati reka ingkang pangawak teja<br />mageng araga sukma<br />apa dudune luluhur<br />Sunan Jati munggeng kramat<br />la iku margane ngarti<br />wis iking Gusti Panembahan<br />dennya sukuran ngolosod<br />hing sampar lebu Mataram<br />anut inggeking mala<br />sampun sedeng sami mantuk<br />mring Pakungwati nagara.<br /><br />P A N G K U R<br /><br />Lami-lami ning ngagesang<br />kudu bae ingrung nganing ngaurip<br />Carbon katekanan musuh<br />ring wong atas Maruta<br />Ki Dipati Ganden hing paparabipun<br />wong kalang wong angluluntang<br />mangan kodok mangan babi.<br /><br />Sadina-dina genturan<br />ya apesta manjer pangetokan babi<br />lakok eneng agawe rusuh<br />maring isene desa<br />rarampasi singa cabar ya den roud<br />duduwene den parusa<br />ora nganggo sukane maning.<br /><br />Yen den po ika tukaran<br />perang buru singa cabar ya kambil<br />ora nyang kirangi hukum ngalahakn nagara ora mikir hing<br />palakartining Ratu<br />Panembahan Girilaya<br />ora den deleng Narpati.<br /><br />Den anggep wong ngamandika<br />Mila Dipati Ganden tan den tata kering<br />amepes bawaning Ratu<br />kang Patih Seminingrat<br />saoli-oli anyabili maring musuh<br />malah akeh kawat gata<br />wong Carbon akekang mati.<br /><br />Kulawarga kaparungan<br />akeh tatu angadang sura wiri<br />wong Caikherang ageru<br />grandaka kapunggungan<br />Ratu Mendik apopoyan ning Sang Ratu<br />Penembahan Adillullah<br />den gondel sakti nulungngi.<br /><br />Kranane ika wong kalang<br />ora kena den gawe beres urip<br />den tundung tan gelem mamprung<br />den rampek anglulungka<br />datan kena den gawe sanak angutus<br />gelar kadi camera kera<br />tan ngaji bener satitik.<br /><br />Ngaluntang sakamya-kamya<br />duduwening akeh den paksa wani<br />sinemdu dadi agelut paten-paten brawasa<br />lalon-lalon anglalu ataker marus<br />angrebuti baranging liyan<br />tan etang dipun pentungi.<br /><br />Dipun perang males merang ora kena dipun aru-aruhi<br />yen den aru anggep lampus<br />ya ta Kanjeng Panembahan<br />karsa tumon hing jalma kang kaya iku<br />kalih Panguli Jalila<br />hing ngiring sagung santri<br />angangge sarwaning petak<br />patang puluh punika ingkang santri<br />miyosipun saking datun<br />kang sarta atakbiran Allahu Akbar rempug wong oatang puluh<br />adi sabik-sabilullah<br />sabille wong Pakungwati.<br /><br />Takbiran kaya Riyaya<br />rame rempug swaraning hing wong santri<br />angiring Pagustenipun<br />miyos ming jawi kita<br />beneraning Tedeng pan sigra katemu<br />Dipati Ganden tumingan<br />hing polahira wong santri.<br /><br />Ingkang sami atakbiran<br />suka bungah dumado milu muni<br />amuji puji Yang Ngagung<br />karenan tanpa sesa<br />dadi milu sainggeking Sang Ratu<br />den kon muni shadat<br />sakabeh wong pada ngiring.<br /><br />Den Islamaken sadaya<br />Dipati Genden sako ela wargi<br />wong Kalang wus pada anut <br />mungalape Sang Nata<br />den dodo kaken hing Pakalangan iku<br />akumpul dadi sadesa<br />Pakalangan iku yakti.<br /><br />Pan titiyang selam anyar<br />yasanipun Kanjeng Panembahan Giri<br />layan mila-mila nipun ywan kasebat <br />jawa Pakalangan<br />angabdi maring Sang Ratu<br />kongang lamon den edola<br />ping pitu sadinamangkin.<br /><br />Katampun Ki Jalali<br />la yen ika sinengge kang abdi milik<br />Pakalangan ika ikusabad ika wong Kalang<br />ikang pada teka nagara ming ratu<br />gawe kalakuwan gagam<br />angalasaken nagari<br />dupi sunda pagunungan<br />sinengge abdi kasiyaning Haji<br />krana nalika duk mau<br />ratu ingkang tumeka<br />amerangi maring nagarane iku<br />marmanipun ketang seda<br />lawan Pakalangan mangkin.<br /><br />Lawan aja gawee lo kan<br />nadyan gunung pon beda-beda ugi<br />yen wangkid gunung prakuwon<br />yen iku abdi amat<br />krana iku Islame pinrang nging Ratu<br />Islam soteh karana kala perange dening Sang Ngaji.<br /><br />Yen si wong Gunung Prajangan<br />ku mardika krana Islame dingin<br />ora karana pinukul perang dening Sang Nata<br />estu iku suhud dewek maring Ratu<br />mula tan sinengge amat den nira wong Pakungwati.<br /><br />Dupi Jawa Kapetakan tungal layan Pakalangan kahabdi<br />krana alame Sinuhun iku Pangeran Petak<br />sabalane pada gawe rusuh-rusuh kaya Pakalangan uga<br />tan nana beda sademi.<br /><br />Mila Kiyai Jalita<br />Pangulune nagara Pakungwati<br />ngukumi yen ika dusun<br />kang aran kapetakan<br />Pakalangan tunggal bae habdi mamluk kamilik Sang Nata<br />Hing nagara Pakungwati.<br /><br />M I J I L<br /><br />Lami-lami hing solah maranti<br />sabaee wong Carbon<br />hing Mataram saban hing-hing Mulude<br />datan ginggang Ki tandomohi Pandelengan mangkin <br />Arya Jagasatru.<br /><br />Para Lulurah Arya Salingsingan mangkin<br />den nya amigatos<br />Malangsumirang murung hing nitine<br />yen ning wetan aniningali<br />wong ngajar juri aneng alun-alun.<br /><br />Pada ngagem tohok tur aniti<br />kuda pada angrok<br />tumbak tinumbak tan pasa kulite<br />ana ingkang baksa amawikepeng pedang <br />paris atangkis sarawuk.<br /><br />Pedang pinedang tanana ingkang kanin<br />wane kangsarogsog<br />balang binalang ngaken ninggeke<br />sinuraken dipun kapoki<br />gamelannya asri<br />pinatut lan bedug.<br /><br />Warna-warna dennya ngawi ragi<br />jogeding asosog wan<br />ingkang tandaknya angulur sabagi-bagi dennya mambri<br />kasukaning Ngaji bala sili hatur.<br /><br />Atur-atur hing manca Bupati<br />dumateng Sang Katong ing Mataram<br />kalangkung sukan<br />amingali ingkang para abdi<br />atur pangupaksi<br />maring Sangaprabu.<br /><br />Singa nagara pada metoni<br />tontonan ning kono<br />ya wong Carbon den niri gawe<br />meton nana tontonan kang maring<br />Kanjeng sri Bupati wong Carbon sasdu.<br /><br />Matur yen boten wonten minangkani<br />Grago tiyang bodo boten wonte kanga tiyasa<br />joged pangawi raga<br />boten bangkit hing kasakten malih<br />yen nit yasaha tahu.<br /><br />Wong Mataran kudu bae ngiri<br />maring anak Carbon<br />Arya Jagasatru wuwusi<br />lan iki kentasa bedil<br />kang ageng pribadi<br />kinarsakna amanggul<br />sarta nyuled ya ta wong Matawis<br />pada kamisosot<br />he wong wong Carbon pugas hing ang kowe<br />ya ta sinukan dening Sang Ngaji<br />yen nyuleda bedil sapujagat iku.<br /><br />Arya Pandelengan tandas aglis Salingsingan gatos<br />angiseni obat sasedenge<br />den enali pasek tumuli<br />piyambake manjing<br />sarta enal iku.<br /><br />Nuli Arya Jagasatu gasik<br />Nata Ukan gatos<br />ngangkat bedil dipun panggul dewek Tandamohi ingkang<br />mulad bedil<br />jumegun agonjeng<br />kadi jagat lindu<br />Jagasatru wangkeng datan mosik kukuh<br />eh lir papatik hing bedil<br />Sapujagat kekere<br />ora mundur ora gumingsir<br />lir wong manggul epring<br />tan katon wratipun.<br /><br />Pandelegan kang kabiyas dening<br />obat kadi pelu<br />hing janjana tan kruwan tibane<br />ora suwe jaragenek nyanding hing ngarep ping bedil<br />bada masi watu<br />Wong Mataram iku nembe uning<br />Laksanainya Carbon<br />Ujar satepak katut bebede ora kena den ina urip<br />Lan iku gegebring saktine kayeku.<br /><br />Manda dene Bandarane yen uwis<br />nemor gawe katon<br />ika gadang punjul saking papake<br />Carbon kudu den prayekani<br />bok manawi dadi<br />kamandi hing besuk.<br /><br />Yen wis samono gatrane kahaksi<br />dening tingaling wong<br />aja katungkul nononton saktine<br />kudu anyangkirang hing ngakir.<br /><br />Coconteging Aji<br />maring kangkad ye kun<br />Di ana ratu kang dadi sakti<br />gelare samono<br />tangtu iku gelare samono<br />aja kerup rupane aking<br />kadya bibit uwi<br />kaligane muncul.<br /><br />Ela iku marmitane dadi<br />Panembahan Carbon<br />den patroli hing pamondokane den talikti hing raina wengi<br />dateng wong Matawis den titeni dudu.<br /><br />Ya sangune isi sega aking<br />den korek den tinjo<br />den taliktik bok ana isine<br />kanutane den galusoari<br />katetaning kancing den wewer usung.<br /><br />Ya iku ngenese wong Pakungwati<br />dipun notok kaya<br />ya angrasa den ina prajane<br />Arya Ki Dipati Ukur.<br /><br />Katuwone dening luwi-luwi<br />Tan den daleng uwong<br />Makaten ugi hing saciptane<br />Wandu Haji Gebang kang nami<br />Sutajaya dingin<br />mana winaringrut.<br /><br /><br />Wong Carbon pada rengating ati<br />den gawe samono<br />ya ingkali wong bresi tan duwe<br />manah digjaya tejaden serik<br />won serya sayakti teka den lulupud.<br /><br />Ya wong setya ika teka den pracekani<br />ka ta loroding wong<br />carbon sedeng mantuke ing grage<br />angngadati hing naban warsi<br />bada Iplal mulih<br />dateng praja nipun.<br /><br />D U R M A<br /><br />Rakaya Ki Dipati Ukur hing wuntat<br />ngari aminangkani<br />kiwuling ngaguna<br />matek aji limunan<br />malebeting dateng puri<br />aneng Mataram<br />tan nana ingkang uning.<br /><br />Malah gedang semangka hing dalem puri<br />den dahar ingkang isi<br />kulite waloh eya geger ring wong jro pura<br />tumon gedang pada masih<br />wutuh tan kaya<br />isine musna gaib.<br /><br />Mangkana uga semangka kang pada musna<br />isine hanging kang masih<br />kulite waluya<br />gawoke wong Mataram<br />dening tembe ameningi<br />kadi mangkana<br />oreg sadalem puri.<br /><br />Nuli ika Tandamuhi matek limunan<br />lumebeting jro puri<br />menangi Sunan<br />ika diweg tuturas<br />emase dipun contengi<br />apu madu pat Sunan kaget ningali.<br /><br />Aningali emas kaligane ana<br />coconteng ingkang putih<br />pikir ana baya<br />iki ana durbiksa<br />baya belis saking ngendi ngaru maring wang<br />dubilah den tebih.<br /><br />Enggal sira ingkang dakar winasuhan<br />nanging yen uwis aking kaligane ana<br />maning cocondeng pedak<br />Susunan dangu mimikiri<br />dereng kamanah<br />ingkang ngasung wigani.<br /><br />Nuli ana Ki Arya Salingsingan muja alimunan den wisikik<br />manjing hing kadat yan<br />amenengi kang Susunan<br />diweg dahar den ladosi<br />para parekan<br />Ki Salingsingan aglis.<br /><br />Manyungkur hing kumise Kanjeng Suhunan kumise kang sasisih<br />ya ta sang parekan<br />kaget ningali Susunan<br />kumisi ilang sasisih<br />mancep ngujiwat<br />Suhunan maskitani.<br /><br />Angandika kuwe mesem mulat maring wang<br />apa kuwe sarasmi<br />maring raganingwang<br />dupi mangke den usap kumis kari sisih<br />adan Suhunan<br />mundut adining carmin.<br /><br />Amratelakake kumise kang ilang<br />ngilo kakaco yakti<br />nyata kumis ilang<br />nyata Sunan ngandika<br />sapa ingkang wani-wani<br />hing kumis ingwang<br />den cukur kari siji.<br /><br />Nuli ana swarga uni sabda<br />nyauri hing Sang Ngaji swara<br />nya enya anu nyokuran<br />Sunan Mataram nimbali<br />Papatih ira apariksa lahiki.<br /><br />Ya kumisku ilang sasisih kelangan<br />teka ana nyahuri<br />swarane kang mun ya <br />aning artine apa<br />Ki Patih matur wotsari<br />artosing basa<br />aning punika kami.<br /><br />Gih punika basa tiyang Carbon Sunda<br />lah iku marmitaning<br />Susunan Mataram<br />nyereg yen Carbon ala<br />pada undangana gelislakune nyetan<br />sugih rancana demit.<br /><br />Wus katulap yen dadi musuh hing nata<br />wani amanjing puri<br />ora lan dadalan<br />nyukur kumissing Nata<br />ora layan den badami<br />sasaha si pakurwati.<br /><br />Ya Ki Patih matur nuhun duka Sang Nata<br />anak Mas carbon mangkin<br />pan sampun kalilan<br />mantuk dateng nagaranya<br />pandugi kang masih hari<br />rowangan nira<br />ngalindeng digja demit.<br /><br />Boten kados tan kasasmata hing tinggal<br />saking pundi marganing<br />ingklang kacepenga<br />Susunan angandika<br />lah lurugana tumuli<br />Carbon den kena babandane mariki.<br /><br />Lah iku marmitaning dadi cela<br />Carbon lawan Mantawis<br />mantingka lurugan<br />Pangeran Purobaya<br />kang tumanduk anglurugi<br />aneng pakudyan<br />sarta para prajurit<br />duga maring Carbon ika masanggrahan<br />mungguh kiduling kali<br />kang mangke katelan<br />Paronggol namanira<br />enggal Kyai Tandamuhi<br />kang lumantinga<br />hing gelar sing Matawis.<br /><br />Kacarita Tandamuhi kang laksana<br />tumanding hing praweri<br />Pangeran Purobaya<br />anyuduk tinadahan<br />Tandamuhi dadi kalih<br />pinindo dadya<br />papat anggambing-ngambing.<br /><br />Di ping telu dadi wolu ingkang raha<br />sigra kinen malesi<br />dupi lumaksana<br />tandamuhi sumeja<br />anyuduk hing ciwakan mangka ning<br />ababa kudaburak ika dumadi.<br /><br />Ya Pangeran Purobaya dawah hing lemah<br />narimah kawon jurit<br />bubar sarta bala<br />wansuli maring Mataram <br />atur uning hing Sang Aji<br />yen Carbon mapan<br />tan kena den gagampil<br />ya satepak kekere karo wadyanira<br />tan kena den gagampi;kadi uler timah<br />panas bawaning setan<br />punika wong Pakungwati<br />osugi guna<br />setan katong ngadohi.<br /><br />M E G A T R U H<br /><br />Yen sinuduk dadi akeh kaya lelembut<br />yata Sunann Matawis<br />ngutus sejen wira pamuk<br />niroban bala braketi<br />gumodug parane ngulon.<br /><br />Iya iku Tumenggung sing Pasir Kidul<br />kang guna prawiwa sakti<br />Pangeran nang Selatelu<br />sumeja anjajal maring<br />kutaning nagara carbon.<br /><br />Durung teka maring prawatesan Pakung<br />nembe duga ambeneri<br />tugu mangangkang katemu<br />Nata Ukur kang ngadepi<br />atanding wira kammacon.<br /><br />Ingkang bala Mataram kundur katumpu<br />pada mulakipun dening<br />pangaruhe Nata Ukur<br />kenang ubang-ubeng dadi<br />polahe amider panon.<br /><br />Ubang-ubeng tan karuhan lampahipun<br />amemegeli kang ati<br />nyata ika Nata Ukur<br />anulak musuh Matawis<br />tan kadugi datang Carbon.<br /><br />Apopoyan wau hing bandaranipun<br />yen kadi musuh iblis<br />abdi dalem alalaku<br />boten katik dugi-dugi<br />pijer kapuyangan kapanan.<br /><br />Estunipun amusuh pan dede musuh<br />kadi prang lan dedemit<br />tan kantenan gelaripun<br />ya ta Susunan Matawis<br />angutus hing sejen wong.<br /><br />Sena pati suwanggi sabrang punjul<br />kait lan dukun gentiri<br />wong Mataram kang angri yung<br />lumurug hing Pakungwati<br />seja ngempes anak Carbon.<br /><br />Ing ngiring ing bala pirang-pirang umbul<br />wong Carbon tan nedang-eding<br />Panembahan ora weruh<br />yen piyambake den lurugi<br />angeca-eca kemawon.<br /><br />Ana soteh kang seja nulaking musuh<br />Ki Arya Wanduhaji<br />hing gebang bronjot kang mau<br />Sutajaya angadepi<br />saking Losari kemawon.<br /><br />Saking sabrang kulon hing kali duk rawuh<br />para musuh sing Matawis<br />pang rahose remek-rempuh<br />pada rusak den amukir tur sajatine baloklok.<br /><br />Sutajaya tan kesah-kesah angambek <br />mung ngadeg nang sabrang kali<br />amatek hing ngaji nipun<br />tuju lajaran ngenani<br />bala Mataram wuslorad.<br /><br />Iya mulak pangrasene ana kang ngamuk<br />nanging tan kruwan kang wero<br />kadi wawayangan nempuk<br />amepes nyawa prasami<br />kandur ingkang bala katong.<br /><br />Mila kocap ing Gebang laksananipun<br />anulan musuh Matawis<br />matur hing bandaranipun<br />yen Carbon kadi dedemit<br />uwong soteh dede wong.<br /><br />Ulur-ulur tali barat hing lelembut<br />tan kenging den kanta jalmi dados mesa dede musuh<br /> memeri amese pitik<br />sumanggeng karsa Sang Katong.<br /><br />Ya ta Sunan Mataram kalangkung bendu<br />angraus durga kalilip<br />apa maning wuwuh imbuh<br />akeh sinangarya serik<br />kang kapentas hing Matahok.<br /><br />Pan wis ana kang aserik<br />hing Mataram iya anamprung<br />manca maring Pakungwati<br />agolong ana hing carbon<br />dura tanggon anggon.<br /><br />Mila sami pralalu manca anunut<br />maring Ratu Pakungwati<br />kang sabar krana Hyang Agung<br />rembesipun Raja Wali<br />Kutubing nagara Carbon.<br /><br />L A D R A N G<br /><br /><br />Pakungwati lami-lamining ngaurip<br />kudu ana<br />bancana isining lahir<br />ora liyan ya Ki Buyut Alas urang.<br /><br />Ya tedaking Dempul kang dingin maranti<br />angka-angka<br />ingkang umbul-umbul waring<br />pada raraton<br />awanguna si karaharja.<br /><br />Ya sakait lawan Ki Buyut kang nami<br />Ki Supataka<br />pon turuning hamet wani<br />mung cirine dening tan huning hing daya<br />kurang waspada hing gaibe dumadi guragapan<br />mengke yen anemu sandi puharane dadi kaya-kaya bocah.<br /><br />Ya ta geger genturaning Pakungwati<br />alad-alad<br />Patih Seminingrat aglis<br />anglurug hing alas Bakung sinikara.<br /><br />Sawatana prange Ki Buyut ningkir<br />leber mapan<br />ming kapetaken den tungtik<br />dening Kyai Patih Carbon Seminingrat.<br /><br />Hing Patakan aprange sawata wis<br />sigra bubar<br />angajab samargi-margi<br />angrurongseb hing laku padang raraja.<br /><br />Angararaja kanggo sangu ning madigdig<br />ingrarampas<br />singa ing dalam kapanggih<br />ya den rebut wani hing tingkahira.<br /><br />Buyut Urang sabatute sala hepti<br />seja nyelang Carbon pusaka kujang.<br /><br />Moyang Panjunan<br />katitipaken nasri<br />mring Suhunan<br />apa benere wong titip<br />yen wis lawan ya kudu angolehena.<br /><br />Ya ta tan gelem ngolihaken positip<br />yen wis lawas<br />benere wong ananagi<br />yen matungteng iya kudu penerang ngana.<br /><br />Ya ta sira saya angrempagi<br />sanak-sanak<br />warga Panjunan kang sami<br />amarenca hing kulon angriyung teka.<br /><br />Siji loro sing Kandangur sing Junti<br />miwa ika<br />saking Singaraja malih<br />sing Dramaju sing Ciasem sing Karawang.<br /><br />Ya sing Pontang sing Tanara asing akeh malih<br />sing Jepura<br />ika katilas awani<br />maring Ratu Carbon<br />seja salah cipta.<br /><br />Seja ngangkat Buyut Urang ngadeg Aji<br />ora kaya<br />Ki Patih Semi naliktik<br />pareng wengi anjejem guna wikara.<br /><br />Buyut Urang lsgi turu dipun godi<br />langkung katrap<br />sisirepe patih Resmi<br />ya wong domas bature Ki Buyut Urang.<br /><br />Kena kabeh iku pada tinangsuli<br />tampa sesa<br />binakta ya hing ana ing<br />Pecattanda<br />ana hing Kendal Kajaksan.<br /><br />Ku wong domas wis pinanjara den Patih<br />Seminingrat<br />sadaya malebet sami.<br /><br />Wong domas bature kaki<br />Buyut Urang den beloki nang Katandan<br />patut dening oli patang puluh wengi<br />nuli ika<br />den aerus dening pajaksaning<br />Ratu Carbon ana hing Kendal Kajaksan.<br /><br />Den kukumi mau ingkang mamaten<br />iya pada den esrahaken ning Judi ya medaling<br />pamanggahan pinatenan.<br /><br />Dupi iku kang rarajah rarampasi<br />dipun wedal<br />lakeng ning pasapon pinrih<br />den gitika anuli ika den buwang.<br /><br />Dupi mau kang pada garumbyung pitik<br />kang kagebah<br />ora kalawan pamih<br />ku karsane Ratu Carbon den mahappa.<br /><br />Ya wus sirna rasa rusiting nagari<br />kabar kahan<br />luluhur Sang Raja wali<br />aneng Carbon mapan masih tedak lima.<br /><br />Sidem kayon kang reka-eka pan nyilib<br />pulih hardha<br />waluya abecik ati<br />embuh besoke saikine ya wis kreta.<br /><br />P U C U N G<br /><br />Tan warnanen hing Mataram Ratu Agung<br />dumatenging dede manah<br />dumatenging Ratu Carbon<br />reh patusan ping tiga tan antuk karya.<br /><br />Kaserenging napsu kaliputing bandu<br />asraya Walanda<br /> Kapitan Hetal jenenge pinroh kena babandane sang Narendra.<br /><br />Anak mas Carbon aja ora kajuput<br />maring ngrasa ning wang<br />tau rasa sira mangko<br />yen campole iku sobat dudu lanang.<br /><br />Yata ika Kapitan layar minmg laut<br />amargi sagara<br />wus kadungkap maring Carbon<br />lampahira tangginas ya enggal papta.<br /><br />Wong Carbon kapengel tan ana ngaru<br />hing waktu samana<br />tan nana Walanda tumon<br />aja maning umah-umah hing nagara.<br /><br />Durung ana ana Walanda jeneking Pakung<br />wong Jawa aringas<br />maring Walanda katemben<br />iya iku durung bisa hing katanya.<br /><br />Durung ngarti terang ing kata malayu<br />den ajak tabeyan<br />Panembahan dereng ngartos<br />ya tan suwe adining pangalpuka.<br /><br />Panembahan nurut bae ing sacatur<br />ring Walanda bisa<br />katiga putra anderek<br />Pangeran Sepuh Pangeran Anom sada.<br /><br />Kawa naha Panembahan lampahipun<br />lan Kapiten Hetal <br />angrasa yen olih gawe pan wis katur hing ngarsane<br />kang Suhunan.<br /><br />Ingkang bau Panembahan pan tinangsul<br />dumadi pratanda<br />arrah babadan semune<br />inkang putra kaliye ngartos sing reka.<br /><br />Yen kang rama angsal dukaning Ratu<br />Agung hing Mataram<br />dereng ngartos ing dosane<br />nuli kinarsa kinung-kinung dateng pasowan.<br /><br />Ginunem repit seja pinambrih lampus hing pada nayaka<br />malah wis ranpung guneme boya rempug yen den<br />pejahana ganal.<br /><br />Ya karan bebeting Bantang bilih metu<br />budine rakasa<br />hing ngarab pan datan suwe<br />ya puhara dadi wisahing Suhunan.<br /><br /><br />Ding sejane seja demit ambrih lampus<br />seja guna digdya<br />baruwang ingkang jinawe<br />kula warga Carbon wus dumuging kana.<br /><br />Ingkang Gusti Panembahan sanget nganglu<br />miyosing pasowan<br />den muleh-muleh den gotong<br />den aji-aji binakta hing pamondokan.<br /><br />Tanna dangu Panembahan nuli larut <br />gurnita yen seda<br />den mulya-mulya sinareh<br />den Astana ana hing Giri Malaya.<br /><br />Mila sinebut hing wuri ing nama nipun<br />Kanjeng Panembahan Girilaya sinambate<br />guring jana yen Mas Carbon wus seda.<br /><br />Sarta karsane Susunan lamon la iku<br />putra Panembahan<br />tan suka mantuking Carbon<br />den kukuhi kekel ana hing Mataram.<br /><br />Kang den arah drapona aja na sumulur<br />darapon dumpura<br />raja ana Ratu Carbon<br />bilas ilang hing Carbon akundang setan.<br /><br />Angrobohi karaton laku angaru<br />annyotengi dakar<br />nyukur kumis lah samangko<br />rasakena dengda wisasating nata.<br /><br />Ana rengi waktu samono pihibur<br />perang Trunajaja<br />seja bedah Matarame<br />putra Carbon loro pan katimpal-timpal.<br /><br />Greg pating bilunglung larag-lurug<br />maring ngedi ora<br />putra Carbon kalbesate<br />hing nagara Kediri pan wirandungan.<br /><br />Pirang-pirang hing Carbon tahun asuwung<br />katuwagan Nata<br />durung ana sumulure<br />durung ana kang mikir ngangkat Raharja.<br /><br />Ya sing waktu Panembahan ika larut<br />duk ing babad jaman<br />hing sewu limang atuse<br />pujul wulung puluh papat lumampah<br />duha maringalu anembelas tahun<br />tembe ana karsa.<br /><br />Sulta Banten pasiyane<br />apotosan ametuk kang putra ika<br />kang kablesat hing Kadiri lampah harju<br />kinen ngamitena saking Sunan Matarame<br />ya ta Tubagus ingkang prasami mapagi.<br /><br />Kesah maring Mataram ika anuhun<br />lilane Suhunan lamon ika putra Carbon<br />kang kakalih<br />kasuhun kahamitena.<br /><br />Kang karsaken ana hing banten salimur<br />tunggil tunggil melas<br />sanggine ing Banten bae<br />munggih munggiya wontena idin Suhunan.<br /><br />Ya tan Sunan Mataram suka dumulur maring penenada<br />hing wong Banten kang samono<br /> kon malaksak dewek maring pangngumbaran.<br /><br />Den salaksah aneng Kadiri tinemu<br />dan sigra binakta<br />maring Banten sakaliye<br />rena-rena Sulatan Banten adurran.<br /><br />DANDANGGULA<br /><br />Kanjeng Sultan Banten tumulur asih<br />rempug lawan Morgel Jakertra<br />seja ngankat Ratu Carbon<br />Mugel Batawi darbe wawani<br />angadegaken Sultan<br />krana Banten iku<br />angsal idin saking Mekah<br />lawan angsal Pusaka Rasukan Ibrahim<br />pramila kinawenang.<br /><br />Pangeran saking Carbon kakalih<br />mapan sampun ya jumeneng Sultan<br />hing Banten den intrenane<br />nuli kinarsa mantuk maring Carbon dupun katiri<br />Walanda sing Jaketra<br />ingkang naminipun<br />anengge kapitan Karang lan Raja Gowa Bima<br />kang prasami<br />kinen angraksa ha Sultan.<br /><br />Embok ana panusul sing Matawis<br />ya ta Sultan sakoro wus harja<br />alinggih ana ing Carbon<br />babading jaman sewu<br />nem atus hing Carbon mimiti<br />ika jumeneng Sultan Walanda kang tunggu<br />mimiti ana Walanda<br />iya iku Kapitan Karang rumakseng Gusti<br />hing sajenggering wibawa.<br /><br />Sajejeging amaro nagari<br />Kasepuhan lalawan Kanoman iya tatkala samono<br />Sultan Anom kang mangun<br />Kroton piyambek amurwa puri<br />sangkane tumuruna<br />maring anak putu<br />dadi ana Padaleman<br />loro eneng jroning kuta Pakungwati<br />ya tatkala samana.<br /><br />Loro soteh kukume sawiji<br />pramilane yen kukum hum sarengan<br />Jumah he ya bareng bae<br />ana hing Masjid Agung<br />Panggulu hing Kanoman<br />Gilir Jumah atuwin Riyadin<br />sapa hing fitri sapa hing alkoh<br />mangana maning unine<br />Sukati sapa Mulud<br />lan sapa Riyaya kalih<br />katong roroning tunggal<br />ingkang linggih Ratu<br />Kapitayan duk samana<br />hing Kasepuhan nami Ki Arya Nadin<br />asale wong palekat.<br /><br />Para Gusti duk samono musi<br />durung ngartos dumateng rarasan<br />malayu marinaning gawe<br />jurubasaning wuswus<br />ingkang nami Ki Arya Celli<br />iya iku kawitan<br />ming ana Tumenggung<br />aneng nagara Pakungwati<br />ingkang nginger ala beciking nagari<br />Sultan suksara pracaya.<br /><br />Yumenggung ika kait lan Walandi<br />Kapitan karang lan Raja Gowa<br />Raja Bima ture<br />mula kaduga lebur<br /> kuta Carbon den burak dadi<br />den gawe bentengira<br />anang pinggir laut<br />sirnaning pusaka kuta timbul benteng<br />wawangunaning Walandi<br />anjaga jaga Sultan.<br /><br />Lah iku waktuning carub urip<br />akeh Walanda akeh wong Cina<br />nunut suka hing Sang Katong<br />sinukan sami kumpul<br />umah-umah hing pinggir kali<br />sakuloning pabeyan ngadepaken dutu<br />ambanjeng pacinan dalang<br />pada gawe Kalanteng sabagi-bagi<br />acaket lan sabandar.<br /><br />Pabeyan pamicisan dadi<br />kumerab sakuling bangsa-bangsa<br />pawalandan Kapitanne<br />ya Kapten karang wau<br />Kapitan Cina den arani<br />Kapten Burwe kawitan<br />ingkang pada laku<br /> makoda wane pranakan<br />cacalang ingkang den wuri-wuri<br />jagane bok ana aprang.<br /><br />S I N O M<br /><br />Kawarnaha ingkang kadang<br />kang metu kang saking ngapti<br />Pangeran Kusumajaya dennya karem maring supi<br />tanopen anak rabi<br />umah bale burang abur<br />tan ngtang sandang pangan<br />hing bratapaning tur gempih<br />mila dumadi ing barang sacipta nira.<br /><br />Bisa ngambah awang-awang<br />lan bisa mencala putri<br />kinawenang sejan rupa<br />lampah sakedap dumugi<br />maring prenah kang pinrih<br />wus ora sangketing laku<br />karemenipun wayang<br />dada lang kang wignya adi<br />kang sinengge hing sugul paesan tunggal.<br /><br />Datan pegat anglambayang<br />mangka ika anarengi<br />leledang maring nagara<br />kapareng Sultan kakalih<br />diweg aniningali<br />benteng anyar winangngun<br />Pangeran Sumajaya<br />Kandikane ya iki<br />Kang ginawe menggung waji kudiran.<br /><br />Natkala nabda mangkana<br />lari ngijoggaken ecis<br />hing kuta Bentang ahobah<br />oreg lir bumi ginonjing<br />semune manci maringkang rayi dumeh kadyeku<br />campur budi Walanda<br />gawe benteng pasang bedil<br />ya ta Sultan sakalih asruh ngandika.<br /><br />Sampun makaten kang raka<br />lumayan bade madosi<br />tiyang bodo drapon ulap<br />ningali benteng puniki<br />dupi jeng raka serik<br />boten remen ning puniku<br />jandika nyingkir kewala<br />hing parnah gen kang sepi<br />dan Pangeran Sumajaya wus ayimpar.<br /><br />Aguling hing Karjuwanan<br />atmane sampun dumadi<br />ratu topong Baladewa<br />hing pesisir kidul nengih<br />ika ana hing bumi<br />Cidamar gennya ang Batu<br />nama Sunan Prawata<br />tur balampun gagaib<br />gumlar asrih pada sadela.<br /><br />Ya ta Gupenur Jaketra<br />kaget tumon giri rusit<br />dadi samnya pada apyak<br />saradadu anglurugi<br />pirang-pirang prajurit<br />saking Jaketra kumebul<br />kaligane kang prajurit<br />pada potol endase tanpa karana.<br /><br />Mangkana lawan mangkana<br />gawokipun wong Batawi<br />nembe tumon lampah perang<br />amorotoli pribadi<br />akeh pada sasiri<br />anglurug pada angandu<br />sagena-gena pada<br />geris pada marotoli<br />pirang-pirang Sradadu Jawa Walanda.<br /><br />Danggome geger genturan<br />Moggel Betawi angarti<br />yen pisaniki kudowa anak Carbon ken nyabili <br />maring Cidamar ambrih<br />jimat pamunakih lurug<br />ya ta wong Carbon dangdan<br />sarta prajurit Walandi<br />Kapitan Muris kalawan Kumendur ajag.<br /><br />Lan Mantri Astraditaya<br />Sultan Loro pan lumiring<br />anglurug maring Cidamar<br />pasir kidul den purugi<br />ora manggih dangending<br />Cidamar amanggih suwung<br />gawoke wong Walanda<br />ra manggih itu ini<br />erane kang mau apa durbiksa.<br /><br />Datan wruha ika atma<br />atmane kang mangngun guling<br />ana hing gon kajuwanan<br />parengika den lurugi<br />dateng kadang pribadi<br />dumadi enggal awungu<br />kana atma muksa ilang<br />mangsup hing ragane atang.<br /><br />Sultan loro sing Carbon wus ngarti uga<br />lamon punika kang raka<br />Sumanjaya den nadeling<br />ngangken wiratama nira<br />ngesemi wong Pakungwati<br />anrorag-orag rayi<br />aja katungkul anggugu kula reja Walanda<br />kawas kita angumandi<br />para gusti hing rupane asengaja.<br /><br />Sengaja campur koripan<br />angramekaken nagari<br />anganjarakening yasa<br />amburak yasa kang dingin<br />kuta Carbon wus bresi<br />kagantening benteng ngipun<br />ringa-ringa hing Jagat<br />wera ingkang dipun pambrih<br />nanging salirga gaib dadi atebah.<br /><br />Tut satitik musna ira<br />guriyang hing Pakungwati<br />katiyen dening Walandi<br />hing Carbon buncari tebeh<br />ilang sagunging mandi<br />cama kapupuna hing dudu mila Kanjeng Pangeran<br />Sumajaya asung wangsit<br />supadosa para Gusti saja nemaha.<br /><br />Henda ilang hing guriyang<br />sok remaja hing ngaurip<br />kang aran sagula wenta<br />ingkang manis ingkang gurih<br />anglalu sada lali<br />maring mantraning luluhur<br />tewaju hing kaldunya<br />kal akerat kang kakeri<br />lah iku prabawa Pulung yun mintar.<br /><br />K I N A N T I<br /><br />Hing Carbon sawaktu iku<br />mari seba hing Matawis<br />mung asrah patugun jalma<br />saban tahun gilir ganti<br />atilad wong Banten pura<br />patogur hing naban warsi.<br /><br />Pon tunggal parigelipun<br />Tuwan Morgel hing Batawi<br />Sunan Mataram narimahwus ora kauni-uni<br />apa maning hing Mataram<br />lagi ibur durung mari.<br /><br />Perang Tronajaya nipun<br />seja ambedah Matawis<br />pramila aneng mataram<br />tan pati ngungseda jawi<br />rada repeh hing wisaya<br />data kadi wingi uni.<br /><br />Carbon tentrem dening estu<br />den jaga dening Walandi<br />kang nama Kapitan Karang<br />ingkang dipun katahani<br />dening pambrih hing Mataram<br />wedi mring telik Batawi.<br /><br />Mila kauripan nipun<br />Walanda den katelingi<br />dening Sultan loro pada<br />sing Kasepuhan wong limang atus nyuosi<br />sakarepe wong Walanda<br />wong sewu ingkang ngupadeni sarta kinawenang dagang<br />mambrih untung hing nagari.<br /><br />Sakarepe cari untung<br />ora ana ingkang den sangketi<br />anggolang bala makida<br />hing nagara Pakungwati<br />apa duduni wong cina<br />mung ora den gawe telik.<br /><br />Cina amung cari untung<br />ora jaga lunggu Aji<br />mangkana ika wong Kaja<br />wong Bugis lan wong Sarani<br />sakarep angulan dara<br />ora angraksa Narpati<br />tami lamining tumuwuh<br />kadang dalem kang anami.<br /><br />Pangeran Emas amolar<br />maring kang raka Sangaji<br />amode sanungi anjang<br />kaoripan hing nagari.<br /><br />Kang raka Kendal tan pasung<br />bawaning tan mandarbeni<br />kawasa ngadegna pangkat<br />ngajaba Banten kang wis<br />olikokongang sing Mekah<br />dupi kita Pkungwati<br />Bara-bara kita tuwu samene ngulat <br />ngulat ngendi aja agawe ungkara<br />bok temah tan makenaki<br />wis esak-esak kreta<br />aja akeh pokal-pakil<br />Pangeran Mas duk rengu<br />adan angitar priyangga<br />surat recep hing Batawi<br />den dala hing pendi anyar<br />den tutupi cowet siji.<br /><br />Den dempul lir wada majum <br />sapa jana isi tulis<br />den cocol lawan tampelang<br />wong siji intere demit<br />dumugi maring Jaketralampahe anumpal keli.<br /><br />Hing kana salaminipun <br />ana hing tanah Batawi<br />tanama kang piduliya<br />angrantun anang umaning<br />tukang sayur hing Jakerta<br />tatamane sang Morgil.<br /><br />Malah rerewang nyanyapu<br />nyiram kebun kunti wiri<br />sing kene marganing bisa<br />katemu lawan sang Morgil<br />tatkala Gupenur leledang<br />sore-sore niningali.<br /><br />Maring sasayuran nipun<br />patusan Carbon agasik<br />angaturaken kang surat<br />Morgel Gupenur sampun tampi<br />surat kaharti sadaya<br />adan sang Morgel Batawi.<br /><br />Ika sang Morgel Batawi<br />lawan Sultan Banten puri<br />yen ana kadang pakud ya neda ajang hing ngaurip<br />Sultan Banten mapan rempog<br />pisan lamon den duluri<br />pan sinungan ajangipun<br />sing Kasepohan pinardi<br />maringana ajang gesang<br />limolas desa mangkin<br />sing Kanoman mangkana<br />limolas desa pinardi.<br /><br /> Wandening jenengan nipun<br />di sone ika nguruni<br />lalaerine Panembahan<br />lah iku marganing dadi<br />hing Carbon Ratu tiga<br />duk babading Jaman Kali<br />hing sewu nem atus punjul<br />telulas tahun jejegi ya ta sang Morgel Jakerta<br />angintar tulis kang maring <br />Carbon hing Kapitan Karang<br />surat angkataning Aja.<br /><br />Panembahan sampun lungguh<br />Ratu Mandita ngajasi<br />angreh telung puluh desa<br />pigegeling wargi-wargi<br />Kasepuhan lan Kanoman<br />Wus marem kang lagi runtik.<br /><br />Salat Jumah gilir telu<br />hing nagara Pakungwati<br />panjaksane pan titiga<br />karatone mapan nganpil<br />maring praja Kasepuwan<br />dening ana titik runtik.<br /><br />Ming Kanoman ana rengu<br />rengating mana wawangi<br />tur ta iku Sri Kanomam<br />tunggal saya ya babibi<br />wus karsaning Allah uga<br />cawenga kagiri-giri.<br /><br />Pecat mati dennya rengu<br />naging datan dadi rusit<br />hing aturing nagara<br />lumari anuli dadi<br />harjane kang panagara<br />salameting gira rusit.<br /><br />ASMARANDANA<br /><br />Lami lamining ngaurip<br />pada ngintar kahungguhan<br />kang dadi cager akire<br />aja geseh hing sulursn<br />kang gadang nyuluran<br />ingkang rama lamon lampus<br />sinungan dingin pratanda.<br /><br />Nama Pangeran Dipati<br />anang praja Kasepuhan<br />Jamaludin kang gadane<br />sumulura ingkang rama<br />benjang yen wus seda<br />hing linggih winangun tangtu<br />talitih Nalendra dipa.<br /><br />Dupi hing Kanoman wasis<br />bawan ning sanget memeleng<br />wantu kanjyaran lungguhe<br />anoman wong anyar mela<br />beda wong Kasepuhan<br />lalorining datu agung<br />sing ngalem Susunan mula.<br /><br />Wong Kanoman sanget pikir<br />kawangun cager hing manah<br />ingkang sengge sawadine<br />sadurung-durung ngilina<br />Sultan anom asadya<br />abadami lan Gupenur<br />miwah Sultan Banten pura.<br /><br />Panuhune ingkang siwi<br />den udanga nama Sultan kacagerna namane bae<br />nanging ngora mela praja<br />pom masi nang Kanoman<br />dadi Pati lungguhipun<br />mung namane bae Sultan<br />darapan enaking ngati<br />hing wuri aja memelang<br />Morgel Jakerta anderek<br />salarsaning Nata<br />dumulur maring kadang<br />Carbon Kanoman kang sunu<br />kinawenang nami Sultan<br />Sultan Carbon ingkang<br />Ariya Mandurareja<br />hing ngadunane eca hing manah<br />cagen ring wuri sumulur<br />sirna rasa mana melang.<br /><br />Jeng Panembahan pon pikir<br />wangun cager maring putra<br />den asri nenggeh namane<br />Pangeran Dipati ana<br />hing sri Panembahan<br />mangkana Ratu hing Pakung<br />dennya angraksa turunan.<br /><br />Ing Kasepuhan kang siwi<br />ika iku ingkang nama<br />jeng Pageran karerange<br />rayinipun Jeng Pangeran<br />Dipati Kasepuhan<br />lan Jeng Pangeran Tumenggung<br />lan Pangeran Natasurya.<br /><br />Kajalan ingkang nami<br />Pangeran Jawikarta<br />kalawan Jenga Pangerane<br />Suryadiningrat kang naina<br />Jeng Pangeran Suryanata<br />dupu warga istri nipun<br />punika ingkang paparab.<br /><br />Ratu Raja Yupawestri<br />iku putra Kasepuhan<br />dupi putra Sultan anom<br />estung jengger hing wibawa<br />krana putra Kanoman<br />akeh sinongan lulunggah<br />Kadipaten sumarambah. <br /><br />Iku Pangeran Dipati <br />Madangda miwah Pangeran nama Dipati Kedaton<br />Jeng Dipati Rajaputra<br />Lan Dipati Awangga<br />Lan Jeng Pangeran Ratu<br />Lan Dipati Pringgabaya.<br /><br />Miwah Pangeran Dipati <br />Rawamenggaka ika<br />lawan Dipati Kaprabon<br />lan Dipati Rajakusuma kang istri nama<br />Jeng Ratu Arya Kidul<br />Lan Jeng Ratu Arya Wetan.<br /><br />Ratu arya Kulon malih<br />lan Ratu Aryu Paengah<br />miwah Ratu Arya Elor<br />lan Ratu Arya Kancana<br />lan Ratu Arya Kendra<br />lan Ratu Mas Kiranahayu<br />lan Ratu Mas Najiyah.<br /><br />Ratu Mas Rara Pawestri <br />lah iku putra Kanoman<br />kumerab serta gelare<br />para Gusti hing Pakungja marena ingkang tedakan<br />ingkang ngasa ya sinebutaken nama Raradenan.<br /><br />Sasuka-suka ning ngati<br />hing Carbon sakarsa-karsa<br />tanana durga angampo<br />cacangkok-cacangkok ira<br />wangun sakarsa-karsa Tumenggung pasitenipun<br />tanopen Tumenggung nagara.<br /><br />Riniyung Punggawa Mantri<br />katak wus tanpa wangenan<br />hing ngadi-jadi Sang Katong<br />anjalana mangku reja<br />sakariping sewaka<br />Sang Ratu tan nampik ulun<br />ingkang ngolah niti praja.<br /><br />Anopen yuda nagari Sang Ratu ngumbar langenan<br />kang maring sakukubane<br />amburu kidang menjangan<br />anjaja wana wasa<br />ing ngiring sakul paburu<br />muwa ingkang paninggaran.<br /><br />Kesel anjajaring rusit<br />nuli angumbara langenan<br />dumateng pagunungane<br />wani ming sangjang Talaga<br />ana kalane yasa<br />babalongan adi langun<br />ana hing sakarsanira.<br /><br />Ing sumber hing Linggarjati<br />waneh samudran wangunan<br />nawang gambir layane<br />kesel angula daratan<br />ameng-ameng paprahu<br />konting hing maja lautan.<br /><br />Keseling maja jaladri<br />ming daratan angadu macan<br />den edune lawan wong<br />hing Karangkeng wong kang nama<br />Ki Taru lan Ki Wukur<br />kang pada angaji timbul<br />aji girang sing Karang.<br /><br /><br /><br />Ginawe bakti remening<br />pangameng-ngameng Nata<br />duk samana dodolane<br />wong cilik tarung lan macan<br />lan banteng dadar tapa<br />lan den una sikalaku<br />dening kartane Sang Nata.<br /><br />P A N G K U R<br /><br />Satuwhe hing ngagesang<br />kudu bae ana rungsebing bresih<br />ana ingkang rusuh-rusuh<br />wong raraton ning kana<br />hing Gunung Galunggung paja-paja Ratu<br />bebresatan saking wetan<br />ngulilip laku momori.<br /><br />Momori hing Karajahan<br />apinda-pinda Ratu ngirupi alit<br />ya ta wong carbon anglurug<br />Mantri ingkang pranama<br />Sarajaya kalawan Ki Jayengsatru<br />Astrajaya ya pon kesah<br />Anglurug sing Pakungwati. <br /><br />Kanoman lan Kasepuhan<br />samya lurug pan samya ganti gumanti<br />dumateng Gunung Galunggung<br />pintening lami nira<br />graya-graya lan akeh ingkang kasambut<br />marmane ika walanda<br />enggal pada anulungi.<br /><br />Ingkang para kinapitan<br />Kapitan Ros kalawan Kapitan Muris<br />Kapten Cina mapan melu<br />Kapiten Burwe ika<br />Kapitan Hongge lan Saradadu nipun miwah kang paranakan<br />den luruggaken ajurit.<br /><br />Pirang-pirang tambur ika<br />saradadu Walanda anggunturi<br />angelar pabantu-bantu wis pirang-pirang wulan<br />gennya gelar angluru ya hing Galunggung<br />lawas-lawas kawatgata<br />rurusit Galunggung lari.<br /><br />Bubar lurude mingetan<br />wusing kreta tan nana uni-uni<br />ora kaya hing dumuwu<br />kudu bae kakenan<br />rusiting Kanoman<br />kapitena ya hing dudu<br />Papatih hing Kasepuhan<br />kang nama Ki Arya Nadin.<br /><br />Ngajab lubering Kanoman<br />darapona jengger dadi sawiji<br />mila pitnahe matur<br />maring Likman Walanda<br />yen wong Kanoman nyimpen wong Bugis hing kidul<br />kanggo angremek walanda<br />ajan hing Pakungwati.<br /><br />Lah iku marmine Sultan<br />Sultan Anom den benteng sawatawis<br />katiti tan wruhing harju<br />ya ta ika kang putra<br />ingkang nama Dipati Pringgabaya rengu<br />anusul dateng kang rama<br />hing benteng dipun lebeti.<br /><br />Hing ngadangan hing Wanlanda<br />kudu meksa akeh Walanda kemit<br />kang den adu kumbang kondur<br />ya lan sampun kepandak<br />kalih rama hing benteng sigra matur<br />nuhun idene jeng rama<br />pun topi hamba kula srik.<br /><br />Kula tumpes pun Walanda<br />ingkang rama girap-girap aja Kyai<br />den eman ming anak putu<br />aja murwa marah<br />aja sira darma mimiti hing dudu temahe nak putu benjang<br />kang rusak darma lakoni.<br /><br />Ana dene diri ningwang<br />Allah uga ingkang angudaneni<br />karanane anak putu bok ora kaya sira<br />aAlung den ngati sukure maring Yang Agung<br />jugala awet harja<br />nunggu pusaka kang dinging.<br /><br />Adipati Pringgabaya<br />sireping rengu pituturan kang sajati<br />pareng Walanda angruru<br />kateranganing lumampah<br />Bugisnyata ana hing pasisir kidul<br />sateh Bugis umah-umah<br />ora edang ora keding.<br /><br />Nyata dudu sisipena<br />Duduminang sraya ngramek Walanda <br />lah iku marmitanipun Sultan<br />Anom luwaran<br />saking benteng salamet alungguh RATU Walanda neda sapura<br />Jeng Sultan angapunteni.<br /><br />Liknan Pandemhir kang nama<br />............................ saenggu ati<br />............................ kang wau<br />Sultan Badridin mula ..........<br />ingkang kula Kanoman iya iku Sultan Gusti iya tunggal<br />kang nama Sultan Badridin.<br /><br />Dupi aneng kasepuwaning kang nama Abdulmakarim<br />Samsudin<br />ingkang mula nipun<br />ingkang anama Sultan<br />Kasepuhn ingksng jeneng Sultan iku<br />genipun jumeneng sultan<br />amungan rolikur warsi.<br /><br />Anuli ika sumala<br />ajejegi yuswane hing ngauripa sangang dasa kalih tahun<br />sumulur dateng putra ingkang wau Pangeran Dipati tangtu<br />hing ngestrena jumeneng Sultan<br />nami Sultan Jamaludin.<br /><br />Aneng praja Kasepuhan<br />wong ngagung ahli suluk hing Hyang Widi<br />kasengseming dera sugul murakaba hing sukma<br />anirna lir awujud cengeng ing tawaju<br />hing supi kapangeranan madep hing jamalullahi.<br /><br />Kang kacarita lok salat<br />maring Mekah ingkang badan rokani<br />ya iku kang neroh laku<br />mila meled kang kramat.<br />Gunung Linggarjati den nawe dumulur<br />marek maring Lawangsanga<br />wong mahat aren andamping.<br /><br />Padati tuku kang lahang<br />salir parekan paa atumbas gendis<br />sawuring tutug alangun<br />gunung kinarsa lunga<br />geblar tebih kadi panggenane mau<br />malah ana kang kagawandeng ngitaring gunung balik.<br /><br />M I J I L<br /><br />Warnanen kadanging Jamaludin<br />kang nen angolosod<br />ingkang nami Pangeran Rerangen nuhun ajang adining<br />ngurip<br />ming raka ngasyasih<br />ngalap manah luntur.<br /><br />Yen dalu sumonggon memeteki<br />anguling aneng sor<br />kumlsepa hing jogan rakane<br />iya denining sanget aminta kasih<br />hing raka prakawis <br />ajangnging tumuwah.<br /><br />Durung bae dipun katrlungi<br />hing panor samono<br />dennya ngalpuka hing sihe kadange<br />sarya beciking hing Walandi<br />oran nan kadi Jeng Pangeran iku.<br /><br />Pramilane den rojon hing Walandi<br />sejane samonoden pirowang hing sagedene<br />dening tetor ingkang nami<br />Martanus samsuri<br />Ingkang junjung-junjung.<br /><br />Ya mangkana tetor amedeki<br />hing ngadi Sang Katong hing Kasepuhan pang pinanggih ajek<br />jejeging adayok Walandi<br />Sultan Jamaludin<br />mangihi tatamu<br />risedenge eca alinggih.<br /><br />Pangeran apanor<br />amedek hing ngayunane rakane<br />ngaturaken sekar kakalih<br />Sri Campaka putih<br />ature punika.<br /><br />Pepetetan kaola tembening<br />sekar ameng loro<br />gegel dateng raka sakaliye<br />kang senungal bada raka istri<br />kang senungal raka Aji<br />punika kang katur.<br /><br />Pareng tinampen kang sekar kakalih<br />denira Sang Katong<br />ya ta Walanda surak sakabeh<br />nabda dalah iku wong sajati<br />hing waong awawargi<br />atut sasadulur.<br /><br />Mesti olih ajang ngaurip<br />maro salis katon<br />atas tunggil sagedene<br />ya tu Sultan tan tangkat sulit<br />damulur kang dadi rampunging tatamu.<br /><br />Lah iku marmane sinakolih<br />karerengen maro<br />kula balakang saking rakane<br />angsal pacaca aning jalmi<br />rong laksa amali<br />hing sakaprabon nipun.<br /><br />Pan malulu sing Kasepuhan kang prih<br />lulunggu samoo<br />Pangeran Arya Carbon jenenge<br />nanging sacitak Ratu lilinggih<br />aneng Pakungwati<br />jar karo sadulur.<br /><br />Kalih Kanjeng Sultan Jamaludin<br />pareng sakadaton mungguh kuloni padawenane<br />pakoncara pinter hing ngabasuki<br />prakara kang lair<br />ika estu punjul.<br /><br />Wit ning akal alan budi raspati<br />ora nana loro<br />amung Arya Carbon kang den gawe<br />pangeraning kang para Gusti<br />wadining Aji<br />hing sawaktu iku.<br /><br />Jejeg papat Ratu Pakungwati<br />Kesepuhan maro<br />Kacerbonan pon iku rayine<br />hing Kanoman kasekawan maring<br />Panembahan dadi<br />papat umbul Ratu.<br /><br />Kacerbonan kang anyar dumadi<br />wadanangin Katong<br />rehing pinter hing Kupeni margane<br />dadine tinari-tari dingin<br />mabarang panri<br />iya maring iku.<br /><br />Wantu-wnatu Ratu anyar dadi<br />gelar pandum ming wong<br />singa cina kang sugih den rampek<br />den gedekkaken ingkang ati<br />kinarya punggawi<br />winagun Tumenggung.<br /><br />Ambrih gede tomboke angngapti<br />hing karsa Sang Katong<br />Pangeran Arya Carbon akale<br />ya kadunga wangun Sunyaragi<br />pinangkaning dai<br />iya saking ngiku.<br /><br />Pangrojonge cina sugih-sugih<br />duk waktu samono<br />ili-ili yan ya saking rembang akeh<br />cina sugih ingkang angili<br />kranawetan lagi<br />nagarane ibur.<br /><br />Perang Trunajaya durung uwis<br />akeh cina lolos<br />pada sira anggambangaken kapele<br />pan den usungi<br />hing Carbon angngub.<br /><br />Pareng dipun imponi<br />dening Arya Carbon<br />tangtu dadi gedene atine<br />rurubahe<br />kagiri-giri<br />apa karsa Aji tangtune jumureceng.<br /><br />Duk binangun iku Sunyaragi<br />duk babad jamane<br />sewu nem atus wolu likur<br />Bujangga nyarsa obah bumi<br />Kacarbonan Aji<br />hing sagelaripun.<br /><br />Wangun saradadu sarageni<br />sang keping bala wong<br /> asu paburu uluk latune<br />ora lawas ika tumuli<br />Panembahan Aji<br />dugi ajalipun. <br /><br />Ya smulur ingkang putra nami<br />Dipati samono<br />wus angadeg Panembahan linggihe<br />apa ingkang rama wus lalis<br />angreh ajang mangkin<br />desa telung puluh.<br /><br />Panembahan alinggih wawasi<br />bartapane kahot<br />maring bangsa arab rumakete<br />Sayid-sayid akeh madeki<br />pan den wuri-wuri<br />minule hing riku.<br /><br />Remening tapa angulangi salir<br />napsu sanggeh pamor<br />ya hing lampah hig manah sukurane tenatren<br />hing pakaryaning ali<br />tan katah den pikir<br />bala gung nganggur.<br /><br />Ademing karya tan nana matari<br />Panembahan gone<br />beda kaji Kacarbonan sahure<br />panas gawene karananing<br />akeh kang dipikir<br />gelaring tumuwuh.<br /><br />D U R M A<br /><br />Ra lawas prawantu olaking dunya<br />kundu ana kulilip<br />gegering pinggiran<br />kulon ana hing desa<br />Conggilis ana gurusit<br />wong bang nyarak Syeh Yusup ingkang nami.<br /><br />Araraton rinu bunhing kawula bala<br />den tanggung pati urip<br />marmaning dumadya<br />oreggingbala wita<br />kasuhur arep numpasi<br />maring Walanda<br />sangkane den perangi<br />den lurugi saking Carbon sing Jakerta<br />para Kapitan sami<br />gelar malurungan<br />ming Conggilis aperang<br />sawatara akeh mati<br />umbul-umbulan<br />wong Carbon ambantoni.<br /><br />Mantri ingkang anama Astraditaya<br />Perwajaya lan malih<br />oraming anggas ara muwa Kumendur Ajar<br />sarta saradadu pati<br />bala Makasar Kapitan Ros Bali.<br /><br />Saking Banten pon bantu mangkana uga<br />malah sing Banten rusid<br />ana pinangngeran ingkang seda hing rana<br />lah iku marganing dadi<br />Morgel Jakerta<br />wirang daja ngebruki<br />amiyambeki kalawan para Kapitan<br />Syeh Yusup wus kacandak<br />ka benteng anang Batawi pan sineratan arak lan uyuh anjing.<br /><br />Malah sira Syeh Yusup pejah jro pancana<br />waktu samana dadi<br />kasuhur Walanda<br />nutug dennya pirowang<br />maring Ratu Nusa Jawi kawilang bisa<br />anginger karta bumi.<br /><br />Mila kangge paugeran hing sak Jawa<br />aminahing rurusit<br />palanglang bancana<br />mila waktu samana<br />ngupadeni hing nagari.<br /><br />Rempag-rempug maring putusing kukuman<br />amor milu ngukumi<br />tan arsa katilar <br />krana yen ana durga<br />rurusit ika kanggo hing<br />lah iku carat<br />yen ning akire ngumandi.<br /><br />Ora lawas Sultan Gusti ing Kanoman<br />Badridin kang ngemasi<br />sumuluring putra<br />wau ingkang anama<br />sultan Carbon Manduraji<br />samangke dadya<br />Sultan Anom Nurudin.<br /><br />Sultan Kalirudin tunggil punika<br />sumuluring Rama Ji<br />hing praja Kanoman<br />dennya amangku reja<br />karta tana una-uni<br />geng alit sukakakang bawa Pakungwati.<br /><br />Sultan Kalirudin nenggeh puputra<br />nami Pangeran Gsti<br />lan Pangeran Kresna<br />lan Pangeran Wisnuntara<br />kang istri Ratu Dipati<br />lan Ratu Wijaya<br />lawan Ratu Martasari.<br /><br />Salamine Kalirudin Mangkureja<br />ligan tahun tumuli<br />seda tilar dunnya<br />sumulur ingkang putra<br />kang nembe ing yurmaneke<br />kalilas timur dumaja<br />kang paman amakili<br />ingkang anama<br />Jeng Pangeran Dipati.<br /><br />Jeng Pangeran Dipati Rajakusuma ingkang ngolah <br />titi yatnaning nagara.<br />angreh kagelar mulya<br />karta hing saguna gati<br />raharja pura<br />hing Kanoman bawa Aji.<br /><br />Ora lawas Jeng Sultan hing Kasepuhan<br />ingkang nama Jamaludin<br />seda tilar dunya<br />sumulur dateng putra<br />wus hingistren ngadeg Aji anama Sulta<br />Raja Tajulngaripin.<br /><br />Alim Kitab limpad maring basa Arab<br />nit yasa ngangit kadis<br />Kitab cara Ngarab<br />angaceki sapraja<br />Pakungwati tana ngirib<br />hing kala hing basa<br />sagujiya logawi<br />remen angintar Kalimah hing Ngilmu rasa<br />hing cecelaningsupi<br />hening hing Pangeran<br />Rububiyah Yang Sukma<br />acager wisik sajati<br />duweting Bengat<br />kang srih pinusti pasti.<br /><br />Angelaraken amangguron hing iktikad<br />mila kasuhur dadi<br />Guru Ratu mulya<br />Wakil mutlaking Allah<br />hing sagara Pakungwati<br />ora liyan<br />nanging Pajulngaripin.<br /><br /><br />Anggongon ni warangi apiking lampah<br />ambeningaken ati<br />kang abangsa sukma<br />kapangerananing Hyang singa Pandita kang luwih<br />pan minaketan<br />hing asil kang sajati.<br /><br />Kaji Abdulmuchyi<br />Panembahan Karang<br />Ki emas Saparwadi<br />lan Kyai Amyah<br />pan sur kang sena wita<br />karana jatining wisik kimalaspa<br />Ki Gunung Cinde malih.<br /><br />Sutruping lampah karuyaning manah<br />Hing esir kang sajati<br />Rasaning itikad<br />Kasuciyaning manah<br />Winuri hing jati salir<br />Kang sinungkeman hingbangsa Guru Aji.<br /><br />M E G A T R U H<br /><br />Tan anatara lamine wau sang ratu<br />Kacarbonan kang nami<br />Arya Carbon seda sampun<br />sumulur dateng kang siwi<br />kang raket kaliyan Petor.<br /><br />Petor ingkang nama Korneli Jonglut<br />kang ngangkat diri Narpati<br />hing Kacarbonan kang sunu<br />dumadi bisa anami<br />perhangkatan Sultan Carbon.<br /><br />Sultan Carbon martawijaya alungguh<br />Djuluri rama kang lalis<br />Dadi munda namanipun<br />Dupeh ramane mung olih<br />Asenggi bae Sang Katong.<br /><br />Namging masih nama Pangeran duk mau<br />dupi kawuri kang siwi<br />sumulur tur jeneng Ratu<br />pangkating kulit putih<br />ingkang rumewang marono<br />wit ningakal budi pon kadi hing maukukuh ing yuda negari<br />bai jawa kang dera punjul<br />yatnaning sujana jawi<br />angintar krama Sang Katong.<br /><br />Angundaki Pajaksane hing sawaktu iku<br />putraning pragata Aji<br />Kacarbonan sila rampung<br />bubuntasaning pradong di<br />rampunge ana hing kono.<br /><br />Mila kocap wadaning Ratu<br />gemet kang budi pikir<br />hing pada repaning kungguh<br />tan kewran hing ganal repit<br />awon pened kawaspaos<br />ing prakara kalangenan katan tiru<br />pramila so Sunyaragi<br />menda hing natkala iku<br />tan pati kaisik isik antenge aneng Kadaton.<br /><br />Tana lami hing karta bawaning Ratu<br />nuli Sultan Carbon<br />sumulur maring sadulur kang mangke den angkat malih<br />hing pranami Sultan Carbon.<br /><br />Sultan salir pangritaning Pakung<br />lah iku duk jamaning<br />Adiwijaya atiru<br />rama aremaning rasmi<br />kalangenan hing kalangan.<br /><br />Sampurnaning Sunyaragi waktu iku<br />kang anggemeti sahadi<br />kapuratining kalangun<br />pan winangun angundaki<br />hing sapa kikirnan Carbon<br />ra nama kang mantari saking iku<br />atila hing Maespati<br />endah parawatan kosong.<br /><br />Raduwe mas inten dipalalu<br />sok duweya umah becik<br />ingkang prayoga kadulur<br />hing sasamaning ngaurip<br />hing pada-pada ning Katong.<br /><br />Karemane malih yen lampah paburu<br />kidang manjangan ana hing<br />alas sakukuban nipun<br />dadi kasengseming ati<br />yan sampun angulah buruan.<br /><br />Ya kadung alas Sumedang den rangkus<br />den buru kang isi rungsi<br />pangeran Sumedang mumbul<br />dumateng Morgel Batawi<br />ora trimah wong Carbon.<br /><br />Gennya buru dudu sakukuban nipun<br />Sultan Carbon dipun panggil<br />hing pradataning Gupenur pimrasila amangsuli<br />yen ika kabara Carbon.<br /><br />Tetengere beling kang ngetap ping kayuyu Sumedang<br />ngukuhi<br />endita tetangeripun<br />wong Sumedang ora Bangkit<br />gawe katrangngan ning kono.<br /><br />Ing pramila Morgel mutus ya ika estu<br />Carbon ingkang kaduweni<br />Marmane sawaktu iku<br />Sumedang kureh dening Kacarbonan duk samono.<br /><br />Tanna lawas Sultan Anom wapat sampun<br />sumulur datang kang siwi<br />kang anembe umur sapule<br />ingistren madeg Narpati<br />wus jumeneng Sultan Anom.<br /><br />Sultan anom Abukeridin papat abipun<br />reh hing masih timur dadi<br />den wakili hing Tumenggung<br />Kyai Baudengda wakil<br />kang gaib kulo bala wong.<br /><br />Ya mulane den sakili Ki Tumenggung<br />krana drapon ngampil<br />yeng mengko sedeng pinundut<br />aja angel-angel maning<br />aja degeng aja alot.<br /><br />Krana mau duk kang rama wakil Ratu<br />maring Pangeran dumadi<br />pareng sadenge pinundut<br />alot datan kena gampil<br />lah iku kang winingatos<br />ya harjaning Kaniman sangsaya wuwuh<br />pakarta saya gampil<br />adilullah kang den luru<br />prakara ning agama nabi<br />kang winuri-nuri hing wong.<br /><br />Ramane kang asalat sarta asum<br />iku hing Kanoman yakti<br />ngaceku ibadah ipun<br />gelar-gelar laku santri<br />nyaji sembahyang tan coto.<br /><br />L A D R A N G<br /><br />Ora lawas nuli Panembahan lalis <br />mapan ika sumulur dateng kang siwi<br />wus hing ngistrenan<br />jumeneng Panembahan Raja.<br /><br />Anglalurekaken maring kang yudi<br />pan mangkana<br />kapanditan kang den goni<br />sabar tawakal suka lila ing manah.<br /><br />Tan na lawas Sultan Sepuh lalis<br />mapan ika<br />sumulur datan kang siwi<br />hing ngestrenan inggih punika Seltan Sena.<br /><br />Kang paparab Kanjeng Sultan Jenidin<br />kang anggelar ameng-amengan ripangih<br />eman mangun dikir ingkang sarta kadam.<br /><br />Pirang-pirang kadam manusa penilih<br />dadabusan kaluriyane wong supi<br />pan amurih lampahe Syeh Abduljelan.<br /><br />Ingkang supi amangeng badan rabani <br />nora liyan iya ngelmu rasa maning<br />wis lungguwe aneng praja Kasepuhan.<br /><br />Kang den gugoni punika kang supi<br />kajatiyan hing rasa wesesa batin<br />mula datan sumangganing barjamoat.<br /><br />Supi iku kararepane ming sepi<br />mengko medal parameyaneng ripangi<br />andadar raken ing lampah hingk Wali yan.<br /><br />Ra lawas Sultan Carbon ingkang nami<br />Adiwijaya seba kasihure dening<br />mung kang mantu boya gadah putra lanang.<br /><br />Inggih punika Sultyan Carbon ingkang nami Abukayat<br />kang brangasaning kapti<br />datan kena wong salah ya pinejahan.<br /><br />Salah satitik ya nuli pinaten akekula<br />bala kang kadengda pati<br />nanging ora sa ukum lawan pradata.<br /><br />Lah iku dadine kang ciri waneyi<br />ming Nalendra marmane dadi den basmi<br />kinendangaken lan ora ya sinuluran<br />iku punggel Kacarbonan tan anuli ora lawas.<br /><br />Panembahan mapan lalis<br />pang mangkana punggal ora sinuluran<br />ra lawan Sultan Sena angemasi<br />sinuluran dening putra ingkang nami<br />Sultan Sepuh Matangaji kang anglar.<br /><br />Ingkang depok aneng dudun mangaji<br />senggi seja<br />babak laku maha yakti<br />ora kaya ora lali dening jaman.<br /><br />Dadi migel hing ngakal lir pindah kagingsir<br />pan mangkana<br />akeh abdi den pateni<br />tanpo dosa bawaning gingsir kang akal.<br /><br />Ing marmane hing Kraton den adegi<br />nami Sultan<br />langgih rayine<br />dipun subun naminipun Sultan Muda.<br /><br />Dupi wau Matangajo dipun serik<br />disampurna kaken lawan mati Sahid<br />ingging ranipun layan pradata dinulu.<br /><br />Ra lawas hing Kanoman mapan inggih <br />winursita Sultan Keridin ngemasi<br />sumulur ingkang putra wus ing ngistrena.<br /><br />Kang paparab Abutayib Umam Mudin<br />waktu ika obahing dorujamani<br />akeh ewong raton ganti mrawasa.<br /><br />Ing Kasepuhan Sultan Muda duk lalis <br />kasuluran dening kang putra hing ngasrih<br />Sultan Joharudin anenggeh ingkang paparab.<br /><br />Ingkang nembe umuripun sadasa warsi<br />rekening ika masih timur den wakili<br />dening Kyai Jayadirja wakil Nata.<br /><br />Lawas-lawas ibure nagara dening<br />Tingarengan ana kang brandal cilik<br />sirep ika kapupu tan nalawas.<br /><br />Sultan Imamudin Kanoman angemasi tilar dunnya<br />sumulur datang kang siwi<br />hing ngistrenan alinggih aneng Kanoman<br />kang sinebut namane Sultan Kamarudin<br />duk saman masih iburing nagari<br />dening akeh wong raraton babarandal.<br /><br />Barandal rangin panyeleke anggunturi<br />duga harta ngobar praja Pakungwati<br />sengge pada amuri raja Kanoman.<br /><br />Jumenga Sulta aneng Pakungwati<br />mangka guna hing walanda anduluri<br />marmanipun Pangeran Raja Kanoman.<br /><br />Iya saking pakengdangan katuran mulih<br />hing Pakungja den istreni madeg Aji<br />pan den paneyi sapanjeneng kewala.<br /><br />Namanipun Sultan Carbon amet nami nipun nama<br />Jeng Sultan Abukeridin<br />waktu iku ana maning Kacarbonan.<br /><br />Pan asele sing Kanoman kang angguntosi<br />dupi bala den bagi telu duk lagi<br />ijrah sewu rangngatus padlikur warsa.<br /><br />P U C U N G<br /><br />Ora lawas wong agung Prasman arawuh<br />dennya amet guna <br />nagara Carbon<br />praja teluya kinen iku sebaha.<br /><br />Asebaha hing dewek ke kang angratu<br />emaban-embanira<br />ingat-ingatan sing Carbon<br />ingkang nama Kyai Nata Nagara.<br /><br />Ingkang nama Raden Dipati kang mangku<br />Tumenggung titiga<br />Kasepuhan Kanoman<br />Kacrbonan seba hing kiyambekira<br />ora lawas wong agung inggris arawuh<br />mapan emban-embang kekendangan saking Carbon<br />ingkang nama Kyai Mangkunagara.<br /><br />Duking jaman sewu pitung atus<br />patang puluh wasa<br />punjul siji benere<br />ijarah sewu rong atus wolu likur ya.<br /><br />Lah iku wong Inggris ingkang asanggup<br />anggolang nagara<br />Sultan mruka hing bagusi<br />amuktiya kariya guling lan dahar.<br /><br />Sultan tetelu anarimah hing paciyun<br />tan ngasta nagara<br />anampeni paseyane<br />kang anggolong kang tungtu maring Sang Nata.<br /><br />Ora lawas Sultan enggal sampun<br />seda tilar dunnya<br />punggel tan risulure<br />kari loro jenengeng kang nama Sultan<br />gantos telung tahun ya mangkana sultan Sepuh<br />Jaharudin seda<br />sumulur maring rayine<br />ing ngistrenan samana nama Sultan.<br /><br />Apeparab sultan samsudin puniku<br />hing waktu samana<br />Sang Ratu kari namane<br />parentahe Walanda ingkang anggolang.<br /><br />Nrimah sukur genting-genting ora putus<br />barkahe Susunan<br />kapinundi hing ngaube<br />hing ngauban kang neng karamatullah.<br /><br />Kang winuri-wuri dening anak putu<br />kang manah sukuran<br />rahayu hing salungguhe<br />ya salamet wong badami hing ngagesang.<br /><br />Yen catula hing badami lan laku<br />tantu pada kebat<br />kendang saking negarane<br />sarta ora winuri-wuri suluran.<br /><br />Ya mulane Sultan Banten waktu iku<br />lebak galintungan<br />bondan oran ana ratune<br />iya sakinmg cantula sabda mring Walanda.<br /><br />Tanalawas nuli ana rusuh-rusuh<br />wong raraton<br />nama bagus Serit hing jenenge<br />ngangkat perang ngaloyong laku berandal.<br /><br />Sengge neda prasudan gawening Ratu nanging amudusta<br />amiet singgih araraton<br />ora pira lawase tumuli kena.<br /><br />Kapupu hing harja sirna wis kukum<br />malah lami karta hing Carbon salir tumuwuhe<br />mundak untung pangngupa jiwaning tanda.<br /><br />Golang praja lan sarwaning kang tinandur<br />ora lawas ika<br />yasa Wali binurake<br />masjid agung den dandani dadi anyar.<br /><br />Dadi tuduh yen dadi anyaring tuwuh<br />anyar hing nagara<br />duk samono hing babade<br />jaman kalih sewu pitung atus suwidak.<br /><br />Nenem tahun Jim awal wurining iku<br />lawas-lawas Sultan<br />Sepuh Samsudin sumeren<br />babad sewu pitung atus pitung dasa.<br /><br />Punjul loro ora tumunten sinulur<br />banta kalih warsa<br />sumulur datang putrane<br />hing ngitrenan jumeneng nama Sultan.<br /><br />Gantos wulung tahun Sultan Anom larut<br />sumuluring putra<br />hing tahun iku hing ngistren<br />nami Sultan ana hing praja Kanoman.<br /><br />Duk babading jaman Kalih nedeng sewu<br />pitung atus lawan<br />wulung puluh hing jejege<br />kawruhan yen genting tan nana pegat.<br /><br />Barkah hing sukuring abadami laku<br />becik lawan ala ana rungu di rungu<br />bawaning kang basa kaselang hing purba<br />Purba nagara wong Walanda kang ngukup<br />Hing sanusa Jawa.<br /><br /><br />Aku kecapean tapi juga senang karena naskah <br />Babad Cirebon sudah selesai aku salin.<br /><br />By alang alangmengungkap rahasia melalui sejarahhttp://www.blogger.com/profile/05249020439193419198noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-42771882641267105.post-72573803853279792842012-10-22T02:01:00.000-07:002012-10-22T02:01:13.110-07:00Terjemahan Sanghyang Siksakandang Karesian<b>Terjemahan Sanghyang Siksakandang Karesian</b><br />
<br />
I<br />
<br />
Ya inilah yang akan diajarkan oleh sang budiman bagi mereka yang mencari kebahagiaan. Ada (ajaran) yang bernama sanghiyang siksakandang karesian untuk kewaspadaan semua orang. Inilah ujar sang budiman memaparkan sanghiyang siksakandang karesian.<br />
<br />
Inilah sanghiyang dasa kreta1 untuk pegangan orang banyak. Siapapun yang hendak menegakkan sarana kesejahteraan agar dapat lama hidup, lama tinggal (di dunia). berhasil dalam peternakan, berha-sil dalam pertanian,2 selalu unggul dalam perang, sumbernya terletak pada orang banyak.<br />
<br />
Inilah kenyataan yang disebut sanghiyang dasa kreta. Bayang bayang dasa sila, maya-maya3 sanghiyang dasa marga, perwujudan dasa indera untuk menyejahterakan dunia kehidupan di dunia yang luas.4<br />
<br />
Ini (jalan) untuk kita menyejahterakan dunia kehidupan, bersih jalan, subur tanaman, cukup sandang,5 bersih halaman bclakang, bersih halaman rumah. Bila berhasil rumah terisi, lumbung terisi. kandang ayam terisi, ladang terurus, sadapan terpelihara, lama hidup. selalu6 sehat. sumbernya terletak pada manusia sedunia. Seluruh penopang kehidupan; Rumput, pohon-pohonan, rambat. semak, hijau subur tumbuhnya segala macam buah-buahan, banyak hujan, pepohonan tinggi karena subur tumbuhnya, memberikan kehidupan kepada orang banyak. Ya itulah (sanghiyang) sarana kesejahteraan dalam kehidupan namanya.<br />
<br />
Ini sanghiyang dasa kreta yang disebutkan sebagai bayang-bayang sanghiyang dasa sila,7 ya maya-maya sanghiyang dasa marga. perwujudan dasa indera. Inilah kenyataannya.<br />
<br />
Telinga jangan mendengarkan yang tidak layak didengar karena menjadi pintu bencana, penyebab kita mendapat celaka di dasar kenistaan neraka; namun kalau telinga terpelihara, kita akan mendapat keutamaan dalam pendengaran.<br />
<br />
Mata jangan sembarang melihat yang tidak layak dipandang karena menjadi pintu bencana, penyebab kita mendapat celaka di dasar kenistaan neraka; namun bila mata terpelihara, kita akan mendapat keutamaan dalam penglihatan.<br />
<br />
Kulit jangan digelisahkan karena panas ataupun dingin sebab menjadi pintu bencana, penyebab kita mendapat celaka di dasar kenistaan neraka; tetapi kalau kulit terpelihara, kita akan mendapat keutamaan yang berasal dari kulit.<br />
<br />
Lidah jangan salah kecap karena menjadi pintu bencana, penyebab kita mendapat celaka di dasar kenistaan neraka; namun bila lidah terpelihara, kita akan mendapat keutamaan yang berasal dari lidah.<br />
<br />
Hidung jangan salah cium karena menjadi pintu bencana penyebab kita mendapat celaka di dasar kenistaan<br />
<br />
II<br />
<br />
neraka: namun bila hidung terpelihara, kita akan mendapat keutamaan yang berasal dari hidung.<br />
<br />
Mulut jangan sembarang bicara karena menjadi pintu bencana di dasar kenistaan neraka; namun bila mulut terpelihara. kita akan mendapat keutamaan yang berasal dari mulut.<br />
<br />
Tangan jangan sembarang ambil karena menjadi pintu bencana di dasar kenistaan neraka; namun bila tangan terpelihara. kita akan mendapat keutamaan yang berasal dari tangan.<br />
<br />
Kaki jangan sembarang melangkah karena menjadi pintu bencana, penyebab kita mendapat celaka di dasar kenistaan neraka; namun bila kaki tcrpelihara. kita akan mendapat keutamaan yang berasal dari kaki.<br />
<br />
Tumbung8 jangan dipakai keter9 karena menjadi pintu bencana di dasar kenistaan neraka; namun bila tumbung terpelihara, kita akan mendapat keutamaan yang berasal dari tumbung.<br />
<br />
Baga-purusa10jangan dipakai berjinah, karena menjadi pintu bencana, penyabab kita mendapat celaka di dasar kenistaan neraka; namun bila baga-purusa terpelihara, kita akan memperoleh keutamaan dari baga dan purusa,<br />
<br />
Ya itulah yang disebut dasa kreta. Kalau sudah terpelihara pintu (nafsu) yang sepuluh, sempurnalah perbuatan orang banyak. Demikian pula perbuatan sang raja.<br />
<br />
Ini yang disebut dasa prebakti. Anak tunduk kepada bapak; isteri tunduk kepada suami; hamba tunduk kepada majikan11 siswa tunduk kepada guru; petani tunduk kepada wado; wado12 tunduk kepada mantri, mantri tunduk kepada nu nangganan; nu nangganan tunduk kepada mangkubumi; mangkubumi tunduk kepada raja; raja tunduk kepada dewata; dewata tunduk kepada hiyang. Ya itulah yang disebut dasa prebak<br />
<br />
III<br />
<br />
ti<br />
<br />
Ini yang harus dilaksanakan, amanat sang budiman sejati. Puji dan sembahku kepada Siwa, horrnatku kepada sanghiyang panca tatagata.13. Panca berarti lima, tata berarti ucap, gata berarti raga, Ya itulah yang memberikan kebaikan kepada semuanya.<br />
<br />
Panca aksara14 adalah guru manusia. Panca aksara itu kenyataan yang terlihat, terasa dan tersaksikan oleh indera kita. Guru itu tempat bertanya orang banyak, Karena itu dinamakan guru manusia. Kebodohan itu baru ada setelah adanya dunia.<br />
<br />
Ini kenyataanya. Namanya ya panca byapara.15 Sanghiyang pretiwi (tanah), air, cahaya, angin dan angkasa. Ujar sang budiman manusia besar: itu semua milik kita. Yang diibaratkan tanah yaitu kulit, yang diibaratkan air yaitu darah dan ludah, yang diibaratkan cahaya yaitu mata, yang diibaratkan angin yaitu tulang, yang diibaratkan angkasa yaitu kepala. Itulah yang disebut pretiwi dalam tubuh. Ya diibaratkan oleh penguasa bumi. Ya menjelma menjadi para rama, resi, ratu, disi dan tarahan.<br />
<br />
Ini panca putera:16 pretiwi adalah Sang Mangukuhan, air adalah Sang Katungmaralah, cahaya adalah Sang Karungkalah, angin adalah Sang Sandanggreba, angkasa adalah Sang Wretikandayun,17<br />
<br />
Ini panca kusika:18 Sang Kusika di Gunung, Sang Garga di Rumbut, Sang Mesti di Mahameru, Sang Purusa di Madiri. Sang Patanjala di Panjulan,<br />
<br />
Kalau terpahami semua sanghiyang wuku19 lima di bumi tentu (tampak) menyenangkan (keadaan) semua tempat. Tempat itu disebut: purwa, daksina, pasima, utara, madya. Purba yaitu timur, tempat Hiyang Isora, putih warnanya. Daksina yaitu selatan, tempal Hiyang Brahma, merah warnanya. Pasima yaitu barat, tempat Hiyang Mahadewa, kuning warnanya.<br />
<br />
IV<br />
<br />
Utara yaitu utara, tempat Hiyang Wisnu, hitam warnanya. Madya yaitu tengah, tempat Hiyang Siwa, aneka macam warnanya. Ya sekian itulah wuku lima di bumi.<br />
<br />
Ini Wuku lima pada rnaha pendeta. Rahasia itu terasa dalam bertutur; tapa itu terasa dalam berkelana; duduk itu terasa dalam keteguhan; kepastian itu terasa dalam kemustahilan; kelepasan itu terasa dalam memberi tanpa diberi, mengingat (eling) tanpa batas. Sekian wuku lima pada maha pendeta.<br />
<br />
Ini modal kesejahteraan yaitu mereka sang dewata lima.20 Semua mewakili namanya sendiri; semua melihat rupanya serdiri. Namun kalau tidak terasa ibarat bengkok bertemu dengan bengkoknya, lurus bertemu dengan lurusnya. Demikianlah karena perbuatan manusia maka sejahtera, karena perbuatan manusia maka sentosa.<br />
<br />
Ini pekerjaan hulun21 untuk jalan kita inengabdi. Pekerjaan itu disebut bakal budi, tingkah laku itu namanya jalan. Hendaknya takut, berhati-hati(?), hormat dan sopan dalam tingkah. dalam perbu-atan, dalam ulah dan perkataan.<br />
<br />
Demikian pula bila berada di hadapan sang raja. Tetaplah setia dalam pcngabdian, akan pulih dari noda yang sepuluh,22 pasti terha-pus dosa dan hilang23penderitaan, bersua dengan kebahagiaan. Bila benar-benar melaksanakan tugas sebagai hulun, yang demikian itu lebih memadai dari hasrat24 setinggi bukit, bertapa di puncak gunung karena terlarang bertapa di atas gajah atau moncong singa; mudah mendapat bencana besar.<br />
<br />
Ini perilaku manusia yang akan berguna bagi orang banyak. Turutlah sanghiyang siksakan-<br />
<br />
V<br />
<br />
dang karesian. Waspadalah agar kita terluput dari pancagati25 agar tidak sengsara. Jangan hianat jangan culas, jangan menghianati diri sendiri. Yang dikatakan menghianati diri sendiri yaitu: yang ada dikatakan bukan, yang bukan dikatakan benar. Ya begitulah,tekadnya penuh dengan muslihat. Perbuatan memitnah, menyakiti hati (orang lain), itulah kenyataannya yang disebut menghianati diri sendiri.<br />
<br />
Yang disebut menghianati orang lain adalah: memetik (milik orang) tanpa izin, mengambil tanpa meminta, memungut tanpa mem-beri tahu. Demikian pula: merampas. mencuri, merampok, menodong; segala macam perbuatan hianat. ya menghianati orang lain namanya.<br />
<br />
Demikian pula: merangkum (mengambil barang orang dengan kedua telapak tangan), memasukkan tangan (untuk mengambil barang orang), mencomot, merebut, merogoh, menggerayangi rumah orang, Begitu juga terus menerus tinggal di rumah majikan, rumah penguasa atau pada raja. Hal demikian lebih-lebih jangan dilakukan, jangan diperbuat oleh seorang hulun. Jangan lupa menggunakan ucap yang hormat, sopan dan mantap, bakti dan susila kepada sesama manusia, kepada sanak keluarga.<br />
<br />
Demikianlah kepada raja kita. Kaki itu untuk bersila dan tangan untuk menyembah. Hati-hatilah kita berbincang dengan menak, dengan majikan pemilik tanah. dengan kedua orang tua,26 dengan wanita larangan:27 Begitu pula dengan raja kita. Bila kepada kita dipercayakan suatu rahasia, jangan rnunafik pikiran kita, demikian pula salah jawab, kelihatan roman muka tidak senang oleh raja kita. Jangan, pemali ! Nanti gugur hasil kita bertapa, hilang jasa nenek moyang, akan lenyap hasil jerih payah kita, akan tertimpa kesengsaraan, diusir<br />
<br />
VI<br />
<br />
oleh sang raja.<br />
<br />
Kalau tak akan setia kepada raja kita, bila kemudian kita men-derita sakit, menjadi lemah karena tak bertenaga atau merasa bingung, lalu terang-terangan mengatakan bahwa hal itu keterlaluan. Karena itu belajarlah setia kepada raja; tetapi bila kita bertindak, jangan mengeluh, jangan kecewa, jangan enggan diperintah, jangan iri, jangan dengki kepada kawan semajikan.<br />
<br />
Demikianlah bila melihat orang yang mendapat pujian, mendapat selir, melihat yang dikasihi oleh raja, kemudian hendak goyah kesetiaan kita. Jangan, pemali! Akibat buruknya ialah jadi murung sa kit hati. Tak akan dapat diobati, jampi tak akan mempan, niat tak akan terlaksana karena tidak dibenarkan oleh sanghiyang siksakandang karesian.<br />
<br />
Demikianlah bila kita menjadi anggota pasukan28 janganlah sampai mendapat marah. Kalaupun kita mendapat marah jangan sampai tidak berbakti kepada nu nangganan karena ia tanda29 sang raja.<br />
<br />
Bila kita mendapat perintah, jangan melupakan sanghiyang siksakandang karesian. agar kita tetap setia kepada tugas. Namun kalau ada yang (diperintah) ke utara, selatan, barat dan timur. janganlah siwok cante, jangan simur cante, jangan simar cante, jangan darma cante. Ya itulah yang disebut catur yatna (empat kewaspadaan).<br />
<br />
Inilah keterangannya. Yang disebut siwok cante30 adalah tergoda oleh makan-minum. Yang disebut simur cante adalah ikut perbuatan orang yang mencuri, merebut dan merangkum. Itulah yang dinamakan salah langkah,31 yang disebut simar cante adalah mengambil dagangan mas dan perak berlembar-lembar tanpa di-<br />
<br />
VII<br />
<br />
suruh yang empunya barang. Ya salah jualan namanya. Yang disebut darma canten ialah membantu (pihak) yang dibenci oleh raja kita. Disuruh mengambil (menangkap) atau pergi membunuh orang yang durhaka oleh raja, berganti jadi memberi hati karena ragu-ragu, karena terikat rasa kekeluargaan, karena saudara Hal itu jangan dilakukan oleh seorang hulun. Suka terhadap yang dibenci (oleh raja), benci terhadap yang disukai (oleh raja). Hal itu tidak layak kita perbuat selaku seorang hulun.<br />
<br />
Ini untuk kita menurut kepada raja, supaya kita lama dijadikan hulun, agar kita lama diaku oleh raja kita. Ikuti sanghiyang siksakandang karesian! Lihatlah sang penguasa. Kalau raja marah kitapun harus ikut marah bersama raja. Kalau raja memuji kitapun harus ikut memuji bersama raja. Kalau tidak ikut memuji atau mencela bersama raja, itulah tanda mungkir bahwa kita berbakti kepada raja.<br />
<br />
Kalau kita (diperintah) pergi ke hutan. janganlah lupa baju dan selimut. Kalau tidak bersama raja, perhatikan (peraturan) dalam sik-sakandang karesian. Peraturannya yaitu: jangan memetik sayur di ladang kecil orang lain, juga di kebun orang lain. Akan sia-sia hasil kita beramal baik.<br />
<br />
Batas kebun di hutan, kayu yang ditandai tali, pohon buah yang ditandai ranting, kayu bakar yang disandarkan, cendawan yang ditu-tupi, sarang tiwuan, odeng, lebah,<br />
<br />
VIII<br />
<br />
engang, ulat kayu, parakan32 atau apapun yang telah diberi simpul babayan33 jangan diambil. Demikian pula menurunkan sadapan orang lain jangan sekali-kali dilakukan karena merupakan sumber dosa dan pangkal kenistaan dan noda.<br />
<br />
Kalau kite menemukan jalan, besar atau kecil, segeralah ber-cangcut dan berpakaian34 sebab mungkin kita berpapasan (berpandangan) dengan gusti atau mantri. Kita harus berada di sebelah kiri dan berjongkok. Bila (bersua) pujangga. brahmana, raja pendeta, mangkubumi, putera raja, kaya atau miskin, demikian pula bila bersua dengan guruloka, kita hams berada di sebelah kirinya karena dia itu guru sang prabu.<br />
<br />
Ingat-ingat dalam siksakandang karesian dan perhatikan dalam godaan.35 Jangan berjalan mengiringi semua wanita larangan, semua rara hulanjar36 agara tidak terkena godaan di perjalanan. Demikian pula memegang tangan(nya), duduk bersama-sama di atas catang, di balai-balai berdua saja, disebut godaan di tempat duduk. Berdiri di belakang rumah atau di halaman berdua saja, disebut-godaan di tempat berdiri namanya.<br />
<br />
Menyahut orang batuk, mendeham, membuang dahak, demikian pula menyahut ibu-ibu yang menyanyi, disebut lembu memasuki gelanggang. Bersandar pada bekas orang suci duduk pada tiang, pada kayu, pada batu, padahal kita melihatnya dan setelah mereka pergi kita menggantikannya bersandar di situ, disebut lembu menantang. Itu semua perlu diingat kalau ingin terluput dari neraka.<br />
<br />
Demikian pula sepenginapan, setempat-tinggal, seberanda, sebalai-balai dengan semua orang suci, semua wanita larangan, dinamakan kerbau sepemakanan.37 Ya semuanya perlu diingat,<br />
<br />
IX<br />
<br />
disebut.perbuatan pemali namanya.<br />
<br />
Semua itu jangan sekali-kali ditiru oleh hulun semuanya. Kalau<br />
<br />
kita hendak; membawa maka berbicaralah kepada penguasa. Kalau disetujui, rundingkanlah peri hal sakitnya, matinya, hilangna, kuburannya semua, bawalah! Tidak akan menjadikan aturan. Kalau tidak disetujui, jangan! Kalau berkeras hendak membawa dia, bila ia sakit harus diurus, bila mati atau hilang harus mengganti sendiri menurut kemampuan, karena itu hati-hatilah!<br />
<br />
Ini lagi. Kalau kita kedatangan oleh semua pangurang38 dasa,39 calagara, upeti, panggeres reuma,40 tunjukkanlah rasa suka dalam tingkah kita, anggaplah seperti kedatangan sanak-keluarga, saudara, adik, kakak, anak, sahabat, suan atau keponakan. Demikianlah ibaratnya. Namun bila ada rasa sayang pada kita, sediakanlah makanan, minuman, selimut, kain yang kita miliki.<br />
<br />
Resapkanlah puja dan berlindung kepada hiyang dan dewata. Bila kita diperintah bekerja ke ladang, ke sawah, ke serang41 besar, mengukuhkan tepian sungai, menggali saluran, mengandangkan ter-nak. memasang ranjau tajam, membendung sebahagian alur sungai untuk menangkap ikan, menjala, menarik jaring, memasang jaring, menangguk ikan, merentang jaring; segala pekerjaan untuk kepentingan raja, jangan marah-marah. jangan munafik, jangan resah dan uring uringan, kerjakanlah dengan senang hati semuanya.<br />
<br />
Resapkanlah tugas kita. Namun bila kita pulang ke kota, jangan berak di pinggir jalan atau di pinggir rumah diujung bagian yang tak berumput, agara tidak tercium oleh menak dan gusti. Timbuni tungku yang berlubang lubang supaya tidak dikutuk dan disalahkan ibu-bapak dan perguruan, disesali oleh orang-orang tua karena perbuatan kita yang ceroboh. Namun kalau<br />
<br />
X<br />
<br />
menurut sanghiyang siksa, berak harus tujuh langkah dari jalan, kencing harus tiga langkah dari jalan. Pasti tidak akan dimarahi orang lain karena kita mengetahui perbuatan yang terlarang. Kalau dikerjakan akan mcndatangkan sedih. yang terlarang itu dapat mengakibatkan kematian; dan (dalam kota itu) perhatikanlah tempat hukuman (?). ujung kayu penjepit tangan hukuman, mungkin pemandian keraton, kandang larangan, rumah larangan. Demikian pula memintas jalan, menghampiri atau melewati rombongan raja yang sedang bercengkerama, karena semua itu merupakan perbuatan dosa.<br />
<br />
Bila kita masuk ke keraton, maka baik baiklah melihat, jangan sampai melanggar, mendorong, mengganggu atau memutus jajaran (orang-orang yang duduk). Bila kita duduk jangan salah menghadap, baik baiklah bersila. Dan sekiranya kita diajak bicara oleh raja, pikirkanlah betul-betul bicara kita. Harus layak supaya menyenangkan raja.<br />
<br />
Dan perihatikanlah mereka yang dapat ditiru: mantri, gusti yang terkemuka, bayangkara yang menghadap, pangalasan. juru lukis, pandai besi. ahli kulit, dalang wayang, pembuat gamelan, pemain sandiwara, pelawak, peladang. penyadap. penyawah, penyapu. bela mati, juru moha, barat katiga, prajurit, pemanah, pemarang, petugas dasa dan penangkap ikan, juru selam dan segala macam pekerjaan. Semua setia kepada tugas untuk raja, itu semua patut ditiru sebab mereka melakukan tapan dalam negara,<br />
<br />
Jika ada di antara kita yang dimarahi oleh raja, itu semua jangan ditiru perbuatannya, nanti kitapun mendapat marah pula. Ini perbandingannya;kalau orang pergi ke hu-<br />
<br />
XI<br />
<br />
tan menginjak duri, lalu kitapun penginjaknya, terasa sama sakitnya. Bila ada di antara kita yang terpuji: cekatan, terampil, penuh keutamaan, cermat, teliti. rajin, tekun, setia kepada tugas dari raja. Yang demikian itu perlu ditiru perbuatan dan kemahirannya. pasti kitapun akan mendapat pujian pula.<br />
<br />
Bila ada orang baik penampilannya, baik tingkahnya, baik perbuatannya, tirulah seluruhnya karena yang demikian itu disebut manusia utama. Bila ada orang yang buruk penampilannya, pandir tingkahnya, tetapi baik perbuatannya. yang demikian itu jangan ditiru tingkahnya, dan perhatikan penampilannya. Tirulah perbuatannya. Kalau ada orang yang buruk penampilannya, pandir tingkahnya dan buruk pula perbuatannya, yang demikian itu noda dunia, menjadi pengganti (tumbal) kita seluruh dunia, namanya kebusukan (diantara) manusia. Itu semua patut diingat, sengsara dan bahagia, buruk dan baik, tergantung kepada guru.<br />
<br />
Ini tandanya. Ada orang mati waktu mencuri, mati ketika menggerayangi rumah orang, mati waktu menodong, mati waktu merangkum, dan segala macam perbuatan hianat, semua itu harus diperhatikan karena jangan dijadikan contoh. Ya itulah yang disebut guru nista.<br />
<br />
Ada lagi. Kalau kita menonton wayang, mendengarkan juru pantun, Ialu menemukan pelajaran dari kisahnya. itu disebut guru panggung.<br />
<br />
Bila kita menemukan pelajaran yang baik dari membaca ya disebut guru tangtu. Kalau melihat hasil pekerjaan besar seperti: ukir-ukiran, hasil pahatan,<br />
<br />
XII<br />
<br />
papadungan (papasan kayu?), lukisan, enggan bertanya kepada pembuatnya, terpahami oleh rasa sendiri hasil mengamati karya orang lain, ya disebut guru wreti.<br />
<br />
Mendapat ilmu dari anak. disebut guru rare. Mendapat pelajaran dari kakek, disebut guru kaki. Mendapat pelajaran dari kakak, disebut guru kakang. Mendapat palajaran dari toa, disebut guru ua.<br />
<br />
Mendapat pelajaran di tempai bepergian, di kampung di tempat bermalam, di tempat berhenti, di tempat menumpang, disebut guru hawan. Mendapat pelajaran dari ibu dan bapak, disebut guru kamulan. Demikian pula kalau berguru kepada maha pendeta, disebut guru utama, ya disebut guru mulya, guru premana, ya guru kaupadesaan. Itulah yang disebut catur utama (empat keutamaan).<br />
<br />
Karena itu bila telah selesai menunaikan semua kewajiban dan pekerjaan, periksalah kembali mana yang jelek mana yang bagus, mana yang buruk mana yang baik. Begiiulah bila aya yang memuji kita, hendaknya segan dan sadarlah kita, ganti kembalikan kepada yang memuji supaya kita tidak mementingkan pujian orang lain. Kalau kita senang dipuji, ibarat galah panjang disambung ranting (belalai) karena merasa senang oleh pujian,<br />
<br />
Lalu menjadi tekebur karena merasa diri berkecukupan di rumah sendiri dengan makanan, minuman, kesenangan, kenikmatan dan perabotan, lalu dijadikan andalan. Itu disebut galah panjang. Itu ibarat padi hampa namanya.<br />
<br />
XIII<br />
<br />
Begitulah, kalau ada yang mencela (mengeritik) kepada kita, terimalah kritik orang lain itu. Yang demikian itu ibarat galah sodok dipotong runcing. Ibarat kita sedang dekil, celaan itu bagaikan air pemandian; ibarat kita sedang menderita kekeringan kulit, bagaikan datang orang yang meminyaki; ibarat kita sedang lapar, bagaikan datang yang memberi nasi; ibarat kita sedang dahaga, bagaikan datang orang yang mengantarkan minuman; ibarat kita sedang kesal hati, bagaikan datang orang yang memberi sirih pinang. Itulah yang discbut panca parisuda (lima penawar); ibarat galah sodok diperpendek.<br />
<br />
Bila kita merasa bahagia, ibarat padi berat isi. pasti sejahteralah orang banyak, karena bertemu dengan sumber kesenangan dan kenikmatan, (yaitu) tahan celaan dan mengambil (memperhatikan) nasihat orang lain. Bila sedang sibuk tundalah sementara, (lebih-lebih) bila sedang tidak ada pekerjaan, untuk menjenguk ibu-bapak. Itulah yang disebut manusia sejati; yang disebut keutamaan tertinggi: ibarat dewa berwujud manusia namanya; berperibadi sempurna. benih kebajikan dan pohon kebenaran.<br />
<br />
Ini pelengkap perbuatan, agar tidak gagal dalarn hidup. agar rumah tangga kita penuh berkah, (yaitu) cermat. teliti, rajin. tekun. cukup sandang, bersemangat, berperibadi pahlawan, bijaksana, berani berkurban, dermawan, cekatan, terampil. Bila kita membuat sawah. untuk sekedar tidak sengsara; bila kita membuat kebun, untuk sekedar tidak mengambil sayur-sayuran di ladang kecil milik orang lain atau ke ladang luas milik orang lain, sebab tak akan dapat meminta-nya: memelihara ternak tiduk sekedar tidak membeli atau menukar (barter), (memiliki) perkakas untuk sekedar tidak meminjam;<br />
<br />
XIV<br />
<br />
selimut dan pakaian jangan kekurangan; makan dan minum jangan kekurangan; anak dan isteri nasihati supaya tidak dikatakan merusak kesusilaan. Perhatikanlah sanghiyang siksakandang karesian.<br />
<br />
Hendaknya kita tidur sekedar penghilang kantuk, minum tuak sekedar penghilang haus, makan sekedar penghilang lapar, janganlah ; kita berlebih-lebihan. Ingatlah bila suatu saat kita tidak memiliki apa-apa. Demikian pula (mengenai) kejujuran anak-isteri. jangan ber-sikap pembeli hati supaya tidak hanya tampaknya saja berbuat. Bila kita berhasil mengajarinya dan menuruti nasihat, itulah anak kita, isteri kita.<br />
<br />
Bila tidak menuruti nasihat, mereka itu sama saja dengan orang lain. Namun bila tetap bandel, isteri dan anak yang demikian, sudahlah jangan kita aku. Pasti kita mendapat beban. pasti tersesat masuk neraka, musnah hasil amal kita, hilang pahala leluhur.<br />
<br />
Ini ajaran sang darma pitutur, agar hidup kita tidak tanpa tekad memelihara hasrat. Alat hias itu sisir, bejana berisi air itu jernih, tampak (dasar) tempatnya dan tampak tanpa busa. Dikatakan: seri itu namanya emas, Adapun emas. bila tidak digosok suram warnanya, kalau digosok cemerlang indah sebab terpelihara,<br />
<br />
Demikianlah tamsil kita manusia ini. Kalau mentaati sanghyang siksa, sejahteralah perasaan kita ibarat lurus bertemu dengan lurus-nya. Bila tidak mentaati sanghyang siksa kreta ibarat bengkok bertemu dengan bengkoknya. Alat hias itu cermin. Adapun cermin, bila tidaK terlihat, samarlah bayangan kita. Bila terlihat akan jelaslah rupa<br />
<br />
XV<br />
<br />
kita di dalam cermin itu,<br />
<br />
Begitulah manusia ini, dapat meniru perilaku orang lain. Bila sempurna pasti terikuti oleh perasaan kita. Kalau tidak akan bisa menuruti nasihat, membelakangi aturan namanya.<br />
<br />
Jemangan itu disebut tempat bercermin. Yang dapat dianggap air bening itu ialah budi kita yang baik. Oleh sebab itu maka lihatlah agar pikiran kita tetap hidup. Negeri itu disebut kota. Adapun kota, bila kosong tak ada yang patut ditiru. Demikian pula perkataan, bila tidak berisi. dusta namanya. Tetapi bila bersih dan pada tempatnya, itu semuanya patut ditiru, Demikianlah semua perkataan. Bila terisi, maka dikatakan benar-benar terbukti.<br />
<br />
Demikianlah kita manusia ini. Bila ingin tahu sumber kesenangan dan kenikmatan. ingat-ingatlah kata sang darma pitutur. Inilah selokannya:<br />
<br />
telaga dikisahkan angsa<br />
<br />
gajah mcngisahkan hu tan<br />
<br />
ikan mengisahkan laut<br />
<br />
bunga dikisahkan umbang.<br />
<br />
Maksudnya, demikianlah bila kita akan bertindak, janganlah salah mencari tempat bertanya. Bila ingin tahu tentang taman yang jernih, telaga berair sejuk tanyalah angsa. Umpamanya ada orang menekuni pedoman hidup, jernih pikiran, hidup hasratnya, bergelora, ibarat angsa berada di telaga bening.<br />
<br />
Bila ingin tahu isi laut tanyalah ikan. Ibaratnya orang ingin<br />
<br />
tahu tentang budi raja dan budi mahapendeta.<br />
<br />
Bila ingin tahu tentang isi hutan tanyalah gajah, Ini maksudnya. Yang diibaratkan isi ialah tahu keinginan orang banyak. Yang diibaratkan gajah ialah tahu tentang kekuatan sang<br />
<br />
XVI<br />
<br />
raja.<br />
<br />
Bila ingin tahu tentang harum dan manisnya bunga, tanyalah kumbang. Maksudnya yang diibaratkan kumbang itu ialah orang dapat pergi mengembara. tahu perilaku orang lain. Yang diibaratkan harum bunga ialah manusia yang sempurna tingkah lakunya, manis tutur katarya selalu tampak tersenyum penuh kebahagiaan. Maksudnya janganlah salah memilih tempat bertanya.<br />
<br />
Bila ingin tahu semua ceritera seperti: Damarjati, Sanghyang Bayu, Jayasena, Sedamana, Pu Jayakarma, Ramayana, Adiparwa. Korawasarma, Bimasorga, Rangga Lawe, Boma, Sumana. Kala Purbaka, Jarini, Tantri; ya segala macam ceritera tanyalah dalang.<br />
<br />
Bila ingin tahu segala macam lagu, seperti: kawih bwatuha, kawih panjang, kawih lalanguan. kawih panyaraman, kawih sisi(n)diran, kawih pengpeledan, bongbongkaso, pererane, prord eurih, kawih babahanan, kawih ba(ng)barongan, kawih tangtung, kawih sasa(m)batan, kawih igel-gelan: segala macam lagu, tanyalah paraguna (ahli karawitan).<br />
<br />
Bila ingin tahu permainan, seperti: ceta maceuh. ceta nirus, tatapukan, babarongan, babakutrakan, ubang-ubangan, neurcuy panca, munikeun le(m)bur, ngadu lesung. asup kana lantar, ngadu nini: segala macam permaman, tanyalah empul.<br />
<br />
Bila ingin tahu tentang pantun, seperti: Langgalarang, Banyakcatra, Siliwangi, Haturwangi; tanyalah juru pantun<br />
<br />
Segala macam lukisan, seperti: pupunjengan, hihinggulan, kekembangan, alas-alasan. urang-urangan, memetahan, sisirangan, ta-<br />
<br />
XVII<br />
<br />
ruk hata, kembang tarate: segala macam lukisan, tanyalah pelukis.<br />
<br />
Segala macam hasil tempaan, ada tiga macam yang berbeda. Senjata sang prabu ialah: pedang, abet (pecut), pamuk, golok, peso teundeut, keris. Raksasa yang dijadikan dewanya, karena digunakan untuk membunuh. Senjata orang tani ialah: kujang. baliung. patik, kored, pisau sadap. Detya yang dijadikan dewanya, karena digunakan untuk mengambil apa yang dapat dikecap dan diminum. Senjata sang pendeta ialah: kala katri, peso raut, peso dongdang, pangot, pakisi. Danawa yang dijadikan dewanya, karena digunakan untuk mengerat segala sesuatu, Itulah ketiga jenis senjata yang berbeda pada sang prebu, pada petani, pada pendeta. Demikianlah bila kita ingin tahu semuanya, tanyalah pandai besi.<br />
<br />
Segala macam ukiran ialah: naga-nagaan, barong-barongan. ukiran burung. ukiran kera, ukiran singa; segala macam ukiran, tanyalah maranggi (ahli ukir).<br />
<br />
Segala macam masakan, seperti: nyupar-nyapir, rara ma(n)di, nyocobek, nyopong koneng, nyanglarkeun, nyarengseng, nyeuseungit, nyayang ku pedes, beubeuleuman, papanggangan, kakasian, hahanyangan, rarameusan, diruum diamis-amis; segala macam masakan, tanyalah hareup catra (juru masak).<br />
<br />
Segala macam kain. seperti: kembang mu(n)cang, gagang senggang, sameleg, seumat sahurun, anyam cayut, sigeji, pasi, kalangkang ayakan, poleng re(ng)ganis Jaya(n)ti, cecempaan, paparana-<br />
<br />
XVIII<br />
<br />
kan, mangin haris, sili ganti, boeh siang, bebernatan, papakanan, surat awi, parigi nyengsoh. gaganjar, lusian besar, kampuh jaya(n)ti, hujan riris, boeh alus, ragen panganten; segala macam kain, tanyalah pangeuyeuk (ahli tekstil).<br />
<br />
Bila ingin tahu agama dan parigama: acara tunduk kepada adigama, adigama tunduk kepada gurugama, gurugama tunduk kepada tuhagama, tuhagama tunduk kepada satmata, satmata tunduk kepada surakloka, surakloka tunduk kepada nirawerah. Manusia utama bebas dari dosa, Bebas dari dosa ciri manusia utama; segala hal mengenai agama dan parigama tanyalah pratanda.<br />
<br />
Bila ingin tahu tentang perilaku perang, seperti: makarabihwa, katrabihwa, lisangbihwa, singhabihwa, garudabihwa, cakrabihwa, suci muka, braja panjara, asu maliput, merak simpir, gagak sangkur, luwak maturut, kidang sumeka, babah buhaya, ngali(ng)ga manik. lemah mrewasa, adipati, prebut sakti, pake prajurit, tapak sawetrik; tanyalah panglima perang.<br />
<br />
Bila ingin tahu semua mantra, seperti: jampa-jampa, geugeui(ng). susuratan, sasaranaan, kaseangan, pawayagahan, puspaan, susudaan, hurip-huripan, tu(n)duk iyem, pararasen, pasakwan; segala macam ajian tanyalah-brahmana.<br />
<br />
Bila ingin tahu tentang puja dan sanggar, seperti: patah puja daun, gelar palayang, puja kembang, nya(m)pingan lingga, ngomean sanghyang: segala macam hal mengenai memuja tanyalah janggan (biarawan)<br />
<br />
Bila ingin tahu tentang-perhitungan waktu, seperti: bu-<br />
<br />
XIX<br />
<br />
lan gempa, tahun tanpa te(ng)gek, tanpa sirah, sakala lumaku, sakala ma(n)deg. bumi kape(n)dem, bumi grempa: segala macam pengetahuan vvarisan leluhur, tanyalah bujangga.<br />
<br />
Bila ingin tahu tentang darmasiksa. siksakandang, pasuktapa, padenaan. maha pawitra, siksa guru, dasa sila, tato bwana. tato sarira, tato ajnyana; segala macam isi pustaka, lanyalah pendeta,<br />
<br />
Demikian pulah tentang kesempurnaan di seluruh kerajaan, kemulyaan, keutamaan, kewaspadaan, keagungan, tanyalah raja.<br />
<br />
Bila ingin tahu tentang cara-cara mengukur tanah, seperti : mengatur tempat, membagi-bagikan kepada seluruh rakyat, memberi tanda batas, meratakan, membersihkan lahan, mengukur, menyamakan, meluruskan, .mengatur. bila tinggi didatarkan, bila rendah diratakan; segala macam pengaturan tempat. tanyalah mangkubumi.<br />
<br />
Bila ingin tahu tentang semua pelabuhan, demikian pula: gosong, gorong, kabua, ryak mokprok, ryak maling, alun agung, tanjung, hujung, nusa, pulo. karang nunggung, tunggara, barat daya: segala macam tempat di laut, pelayaran, tanyalah puhawang (nakhoda).<br />
<br />
Bila ingin tahu segala macam harga, seperti: tiga juta, tiga ratus-ribu, tiga puluh ribu, tiga ribu, enam ratus, tiga ratus, tiga puluh, demikian pula kedua belas, ketiga belas, keempat belas, kelima belas, keenam belas. ketujuh belas, kedelapan belas: segala macam harga tanyalah citri-<br />
<br />
XX<br />
<br />
k byapari (orang terpelajar/pandai).<br />
<br />
Bila ingin tahu tentang sandi, tapa, lungguh, pratyaksa. putus tangkes, kaleupaseun, tata hyang, tata dewata, rasa carita, kalpa carita: segala macam mengenai penyebutan para dewata semuanya, tanyalah wiku paraloka.<br />
<br />
Bila kita hendak bertindak, jangan salah mencari tempat bertanya. Bila ingin tahu bahasa negara-negara lain, sepertj: bahasa Cina, Keling, Parsi, Mesir, Samudra, Banggala, Makasar, Pahang, Kelantan, Bangka, Buwun, Beten, Tulangbawang, Sela, Pasay, Negara Dekan, Madinah, Andalas, Tego, Maluku, Badan, Pego, Minangkabau, Mekah, Buretet, Lawe, Sasak, Sumbawa, Ball, Jenggi, Sabini; Ogan, Kanangen, Momering, Simpang Tiga, Gumantung, Manumbi, Babu, Nyiri, Sapari, Patukangan, Surabaya, Lampung, Jambudipa, Seran, Gedah, Solot, Solodong, Indragiri, Tanjung Pura, Sakampung, Cempa, Baluk, Jawa; segala macam (bahasa) negara-negara lain, tanyalah juru basa darmamurcaya.<br />
<br />
Itu semua patut diketahui tepatnya dan perlunya. Bila ada yang mengatakan tidak perlu tahu; itulah yang tidak akan setia kepada keahlian dirinya, mengabaikan ajaran leluhur kita. Pasti ditunggu oleh neraka bila keahlian tidak dimanfaatkan, bila kewajiban tidak dipenuhi, untuk mencapai kebajikan dan kesejahteraan karena semua itu ketentuan dari hyang dan dewata,<br />
<br />
Suara panguasa alam waktu menyempurnakan mayapada. Ujar-nya: Brahma, Wisnu, isora, Mahadewa, Siwa-<br />
<br />
XXI<br />
<br />
h, baktilah kepada Batara! Ujarnya: India. Yama, Baruna, Kowara, Besawarma, baktilah kepada Batara! Ujarnya: Kusika, Garga, Mestri, Purusa, Patanjala, baktilah kepada Batara! Maka para dewata semua berbakti kepada Batara Seda Niskala42 Semua menemukan "Yang Hak" dan "Yang Wujud".<br />
<br />
Ini yang harus ditemukan dalam sabda, ketentuan Batara di dunia agar teguh menjadi "Permata di dalam sangkar", untuk cahaya seluruh dunia, Hamba tunduk kepada majikan, istri tunduk kepada suami, anak tunduk kepada bapak, siswa tunduk kepada guru, mantri tunduk kepada nu nangganan, nu nangganan tunduk kepada mangkubumi, mangkubumi tunduk kepada raja, raja tunduk kepada dewata.<br />
<br />
Kita harus memperteguh diri, menertibkan hasrat, ucap dan budi. Bila hal itu tidak diterapkan dan dilakukan oleh orang-orang dari golongan rendah, menengah dan tinggi semua akan dijerumuskan ke dalam neraka Si Tambra Go(h)muka. Karena keunggulan ilmu manusia terungguli oleh dewata,<br />
<br />
Kata sang darma pitutur mengajarkan ucap para leluhur. Ada lagi perbandingannya. Demikianlah umpamanya kita pergi ke Jawa, tidak mengikuti bahasa dan adatnya, termangu-mangu perasaan kita. Setelah kita kembali ke Sunda, tidak dapat berbicara bahasa Jawa, seperti yang bukan pulang dari rantau. Percuma hasil jerih payahnya sebab tidak bisa berbicara bahasanya.<br />
<br />
Demikianlah kita manusia ini. Tetap turun dari alam gaib tidak menemukan jalan kedewataan, ingin cepat-cepat menjelma karena pandir kelakuannya, tidak dapat meniru perbuatan orang yang mengetahui. Malahan yang ditiru itu orang yang tidak setia, yang tidak layak, cepat berbuat kejahatan: menyelinap ke rumah perempuan, lalu main serong dengan orang yang terhitung adik atau kakak. Lalu perempuan merasai pria yang bu-<br />
<br />
XXII<br />
<br />
kan suaminya, tidak layak nanianya. Laki-laki merasai wanita yang bukan istrinya, ridak layak namanya. Boleh dijerumuskan ke dalam neraka si mregawijaya. (sebagai) manusia yang mengutamakan perbuatan yang salah.<br />
<br />
Inilah ungkapan perbuatan manusia yang salah: burangkak, marende, mariris. wirang. Yang disebut catur buta (empat hal yang mengerikan). Maksudnya burangkak berarti mengerikan. Yang dianggap mengerikan yaitu ke'akuan manusia yang ketus, tak mau menyapa se-sama orang. bicara sambil marah dan membentak, bicara sambil membelalak, bicara kasar dengan nada menghina, buruk lakuan, ber-hati panas, tidak layak namanya. Ya itulah yang dianggap mengerikan perbuatan manusia semacam itu. Tak ubahnya seperti raksasa, durgi. durga, kala, buta, layaknya menempati tanah-tanah yang kotor.<br />
<br />
Yang disebut tanah-tanah yang kotor ialah: sodong, sarongge, cadas gantung, mungkal pategang, lebak, rancak, kebakan badak, catang nunggang, catang nonggeng, garunggungan, garenggengan. lemah sahar, dangdang warian, hunyur, lemah laki, pitunahan celeng, kalomberan, jaryan, kuburan; golongan tanah terbuang.<br />
<br />
Demikianlah kejadiannya bagi yang berkeras berbuat buruk; karena perbuatan manusia yang bertingkah menakutkan orang lain kejadiannya tergolong kepada maha gila, karena tidak mengikuti sanghyang sasanakreta, karena melanggar sanghyang siksakandang karesian. Maka menjadi maha gila itulah yang dimaksud dengan burangkak.<br />
<br />
Marende berarti diduga dingin nyatanya panas. Dimanjakan, dikasihani, dibujuk, disayangi, diberi kesenangan dan kenikmatan, diberi hamba kaula; demikianlah direncanakannya. Nyatanya terkena oleh isi tegal si pantana (sumber kehancuran), yang mengalirkan kurban.<br />
<br />
Dari Timur bersenjatakan<br />
<br />
XXIII<br />
<br />
pedang. Seratus ribu orang terkena di sana. Dari Selatan gunung Batu. Berbarengan seribu orang nista di sana. Dari Barat raksasa bermuka api. Tidak terhitung jumlah orang nista di sana. Dari Utara seperti belalang ditusuki. Berbaieng seratus orang nista di sana. Dari tengah gagak si penghancur dengan sang senayaksa. Beribu-ribu orang nista di sana. Ye kenistaan karena marende namanya.<br />
<br />
Mariris berarti jijik, lebih jijik dari tahi, lebih jijik dari bangkai busuK. Demikianlah perbuatan orang yang panjang tangan, suka mengambil barang orang. Memetik apa-apa tanpa meminta, mencuri, merampok, mengecoh, merampas; segala macam dusta terhadap kebenaran,<br />
<br />
Bila mati rokhnya sengsara. Seribu seratus tahun terkena kutuk Batara, jauh pada kemungkinan menjadi manusia. Kalau menjelma menjadi binatang kotor. seperii: janggel, ulat tahun. piteuk, titinggi, jambelong, limus sakeureut, mear, pacet, lintah. lohong, gorong; segala macam yang dianggap jijik oleh orang banyak. Itulah yang disebut mariris.<br />
<br />
Wirang berarti: tidak mau jujur. tidak mau benar, tidak mau layak. tidak mau terus terang, tidak mau berusaha. Bila memiliki sifat tercela seperti mengancam, membunuh, ketagihan, tak mau kapok. Bila mati rokhnya mengalami sengsara di jembatan goyang (lapuk), titian tua, batu tertutup. Bila menjelma ke dunia menjadi golongan makhluk yang menakutkan, seperti: badak, harimau, buaya, ular besar; segala macam yang menakutkan manusia. Itulahyang disebut wirang. Sekianlah tentang catur buta.<br />
<br />
Ini mengumpamakan seseorang pergi ke Cina. Lama tinggal di Cina, paham tentang perilaku orang Cina, tingkah Cina, ulah Ci-<br />
<br />
XXIV<br />
<br />
na, keberesan Cina. Dapat memahami bahasa ketiga golongannya: yang rendah. sendang, tinggi.<br />
<br />
Lalu memahami sabda sang prabu, sang rama. sang resi, bila dapat mengendalikan hasrat, ucap, dan budi. Maka yang demikian itu mengetahui tentang geuing. upageuing. parigeuing; yaitu yang disebut trigeuing.<br />
<br />
Geuing ialah dapat makan dan dapat minum dalam kesenangan. Itulah arti geuing. Upageuing berarti dapat bersandang. dapat berpakai, dapat berganti pakaian (selama yang lain dicuci), dapat berbusana. Itulah arti upageuing. Parigeuing berarti dapat memerintah. dapat menyuruh, karena tuturnya manis dan ramah. Sehingga tidak meerasa segan orang yang disuruh karena terkena oleh hasil menyelami seloka.<br />
<br />
Kepada yang masih muda panggillah: utun (buyut). eten (upik), orok (bayi), anaking (anakku), adi ing (adikku). kepada yang tua menyebutlah: lanceuk ing (kakakku). suan ing(uaku). euceu ing(kakak perempuanku), aki ing (kakekku). Menyebut nama berkesan keterlaluan. Demikianlah (yang disebut) dasa pasanta (sepululi penenang hati), yaitu bijaksana, ramah, sayang, memikat hati. kasih. iba membujuk, memuji, membesarkan hati, mengambil bati. Maka senang. gembira, dan cerahlah orang yang disuruh. Itulah yang disebut pari-geuing.<br />
<br />
Inilah selokannya: emas, perak, pcrmata, intan. yang disebut catur yogya (empat hal yang terpuji. Ini maksudnya. Emas berarti ucapan yang jujur. tepat, nyata panca aksara. Perak berarti hati yang tenteram, baik. bahagia. Permata berarti hidup dalam keadaan cerah. puas, leluasa. Intan berarti mudah tertawa. murah senyum, baik hati. Itulah yang disebut catur yogya.<br />
<br />
Ada orang muncul dari kesuciannya (seperti): pancak saji (rumah sajen), pabutelan, pemujaan. rumah adat, candi.<br />
<br />
XXV<br />
<br />
kuil, palinggan,<br />
<br />
sanggar hyang (Bali: Sulinggih), batu perunggu. tempat arca, lalu membuat orang-orangan dan membersihkannya. Demikianlah seluruh permukaan tanah terurus, air dapat disucikan, diberkati. Itulah manusia bahagia, manusia sempurna. ya manusia sejahtera.<br />
<br />
Yang dianggap muncul dari kesucian tanah yaitu, ingat kepada sanghyang siksa. berpegang teguh kepada ajaran ibu. bapak, kakek, dan buyut. mengetahui peraturan bagi maha pendeta, menukuhkan kata-kata kesentausaan. Menurut cerita zaman dahulu yang menegakkan sanghyang sasakreta itu ialah: Rahyangta Dewa Raja, Rahyangta Rawunglangit, Rahyangta di Medang, Rahyangta di Menis. Itulah yang disebut catur kreta.<br />
<br />
Oleh karena itu sekarang manusia ingat kepada sanghyang darmawisesa, mengetahui kerahasiaan manusia. Itulah yang disebut manusia (yang paham) rahasia. Bila mati sukmanya akan menemukan sorga kebahagiaan. Mengalamj siang tanpa malam, suka tanpa duKa, kemulyaan tanpa kenistaan, senang tanpa penderitaan, indah tanpa buruk, gaib tanpa wujud, menjadi hyang tanpa mendadi dewa kembali. Itulah yang disebut peramalenyep (kesadaran utama).<br />
<br />
Demikianlah manusia sekarang. Bila kita mandi, air yang kita temukan mengandung dua pilihan yang keruh dan yang jernih. Demikianlah perbuatan manusia. Dua macam yang dilakukan: yang buruk dan yang baik. Begitulah manusia, mendapat susah karena perbuatan yang menyusahkan dirinya sendiri. Begitulah manusia, mendapat kebahagiaan karena perbuatan yang membahagiakan dirinya sendiri. Ya manusia itu susah karena ulahnya senang karena ulahnya.<br />
<br />
Befitulah air itu maka disebut ada dua macam pilihannya. Air<br />
<br />
XXVI<br />
<br />
sejuk dan bening adalah sanghyang darmawisesa. Itulah yang dilakukan oleh maha pendeta. Air suram dan keruh ialah pada rasa dan kelakuan yang dilakukan oleh sang wiku, masyarakat. orang yang berkedudukan semuanya. Ya ibarat centana (kesadaran) dengan acentana (ketidaksadaran). Yang sadar itu tahu mengingat nasihat dan tak pernah melupakannya; itulah awal manusia bahagian, pokok dunia yang sejahtera. Yang tidak sadar ialah yang lupa kepada hyang, bingung, tidak ada tutur yang diingatnya, ya pokok kehancuran, benih zaman akhir. urnbi keingkaran, benih kebohongan: penyebab manusia masuk neraka. Janganlah hal itu dikukuhi oleh mereka yang ingin benar.<br />
<br />
Ini ujar sang budiman waktu menyentosakan pribadinya. Inilah tiga ketentuan di dunia. Kesentosaan kita ibarat raja, ucap kita ibarat rama, budi kita ibarat resi. Itulah tritangtu di dunia, yang disebut peneguh dunia.<br />
<br />
Ini triwarga dalam kehidupan. Wisnu ibarat prabu, Brahma ibarat rama, Isora ibarat resi. Karena itulah tritangtu menjadi peneguh dunia, triwarga menjadi kehidupan di dunia. Ya disebut tritangtu pada orang banyak namanya.<br />
<br />
Kukuhkan, kuatkan, batas-batas kebenaran, penuh kenyataan sikap baik dalam jiwa. Maka menjadi sentosa dunia. maka menjadi sejahtera kehidupan ini, karena perbuatan manusia yang serba baik.<br />
<br />
Demikianlah, bila pendeta teguh dalam kependetaannya, akan sejahtera; bila wiku teguh dalam kewikuannya, akan sejahtera; bila manguyu (ahli gamelan) teguh dalam kemanguyuannya, akan sejahtera; .bila paliken (senirupawan) teguh pada kepalikenannya, akan sejahtera; bila tetega (biarawan) teguh dalam ketetegaannya, akan sejahtera; bila ameng (pelayan biara) teguh dalam keamengannya, akan sejahtera; bila wasi (catrik, pengikut agama) teguh dalam ke-wasiannya, akan sejahtera; bila ebon (biarawati) teguh dalam keebonannya, akan sejahtera; Demikian pula bila walka (pertapa yang me-ngenakan pakaian-kulit kayu) teguh dalam kewalkaan-<br />
<br />
XXVII<br />
<br />
nya, akan sejahtera; bila petani teguh dalam kepetaniannya, akan sejahtera; bila euwah(?) teguh dalam keeuwahannya, akan sejahtera; bila gusti (tuan tanah) teguh dalam kegustiannya akan sejahtera; bila masang(?) teguh dalam kemasangannya, akan sejahtera: bila bujangga (ahli falak) teguh dalam kcbujangaannya, akan sejahtera: bila tarahan (tukang tambangan perahu) teguh dalam ketarahannya, akan sejahtera: bila disi (ahli siasat/ramal) teguh dalam kedisiannya. akan sejahtera; bila rama teguh dalam keramaannya, akan sejahtera; bila resi teduh dalam keresiannya, akan sejahtera; bila prebu teguh dalam keprebuannya. akan sejahtera.<br />
<br />
Demikian, bila pendeta dan raja sungguh-sungguh menyejaht-rakan negara, maka sejahteralah di Utara, Selatan, Barat dan Timur semua yang tersangga oleh bumi, semua yang ternaungi oleh langit; hidup sentosalah serba makhluk semuanya.<br />
<br />
Serba makhluk semuanya yaitu: makhluk tumbuhan, makhluk hewan, janma wong, janma siwong, wastu siwong. Ya sekian itulah yang dikatakan serba makhluk seluruhnya.<br />
<br />
Makhluk tumbuhan yaitu: rumput, pohon, rambat, perdu.<br />
<br />
Semua hidup hijau subur, hamparan rumput; itulah yang disebut makhluk tumbuhan.<br />
<br />
Janma wong yaitu: hanya rupanya saja manusia karena tidak baik tabiaatnya. Janma siwong yaitu: hanya baik tabiat. dan turunannya saja tetapi belum mengetahui sanghyang darma. Wastu siwong yaitu: yang teguh pada pengetahuannya, mengetahui sanghyang darma, tahu hakikat sanghyang ajnyana; itulah yang disebut wastu siwong.<br />
<br />
Yang ini, barangkali ingin tahu tentang jumlah isi dunia. Inilah namanya: kurija, mataja, bagaja, payuja.<br />
<br />
Kurija ialah segala yang keluar dari mulut. Mataja ialah segala yang keluar dari mata (mata tunas); Bagaja ialah segala yang keluar dari<br />
<br />
XXVIII<br />
<br />
kemaluan (perempuan), Payuja ialah segala yang keluar dari tumbung atau cungap. Itulah yang disebut sanghyang catur mula.<br />
<br />
Ini kagunaan manusia di dunia: ngangka, nyigi, ngiket, nyi-geung, ngaruang, ngarombong. Ngangka berarti cita-cita. Nyigi berani untaian. Ngiket berarti segala jenis pekerjaan mengikat. Nyigeung berarti meluruskan, membelah, membaji, membagidua, meratakan, mengetok, mengikur. menyamakan. Ngaruang berarti segala macam kerja menggali Ngarombong berarti segala jenis pekerjaan memenggal-menggal (memberi batas). Itulah yang disebut sadguna (enam ke-gunaan). Sekian kegunaan manusia semuanya.<br />
<br />
Ini keinginan manusia: yun suda, yun suka, yun munggah, yun luput. Maksudnya: yun suda ialah ingin sempurna, tidak mau terkena oleh serba penyakit; yun suka ialah ingin kaya, tidak mau ditinggalkan (kehilangan) harta; yun munggah ialah ingin sorga, tidak mau menemui dunia: yun luput bararti ingin moksa, tidak mau terbawa oleh penghuni sorga.<br />
<br />
Ini untuk yang pergi mandi. Maksudnya laki-laki dan perempuan harus terpisah. Demikianlah untuk semuanya. Berapa macam bahan dagangan? Sebenarnya hanya mentah dan masak, bagus dan jelek, kecil dan besar.<br />
<br />
Berapa macam rasanya? Sebenarnya (hanya)lawana, kaduka, tritka, amba, kasaya, madura. Lawana berarti asin; kaduka berarti pedas; tritka berarti pahit; amba berarti masam, kasaya berarti gurih; madura berarti manis. Sekian terasanya oleh orang banyak.<br />
<br />
Ini untuk kita memperoleh kekayaan, yang akan diwariskan kepada keturunan kita semuanya: kepada anak,<br />
<br />
XXIX<br />
<br />
kepada cucu. kepada umpi, kepada cicip, kepada muning, kepada anggasantana, kepada pratisantana, kepada putuh wekas semua; yang pantas dan yang tidak pantas diwariskan di antara hasii usaha kita.<br />
<br />
Yang tidak layak dijadikan pusaka disebut makanan raksasa. Hasil judi, hasil usaha perhiasan tidak layak dijadikan pusaka, Yang demikian disebut diberikan kepada langit. Tetapi pemberian ibu. pemberian bapak, pemberian perguruan, boleh dijadikan pusaka. Yang demikian disebut dewata pelindung diri.<br />
<br />
Hasil pertanian boleh dijadikan pusaka. Disebutnya permata yang keluar dari bumi. Hasil peliharaan, hasil ternak, boleh dijadikan pusaka. Disebutnya mirah jatuh dari langit.<br />
<br />
Orang kaya yang sanggup menebus (hamba) perempuan, yang tidak diketahui ibu bapaknya janganlah dia dipekerjakan agar kita tidak terbawa salah. Ada lagi kita mengetahui ibu bapaknya, dan (perempuan itu) mencari tempat mengabdi. Bila sifat ibu bapaknya baik terhadap sesama orang, dan anaknya terbawa sifat orang tuanya. Boleh dipekerjakan. Tetapi bila ia sifatnya buruk janganlah dicoba-coba dipekerjakan. Disebutnya manusia sesat di neraka.<br />
<br />
Ada lagi orang yang baik kelakuannya. baik alur turunannya. baik orang tuanya, tebuslah. Tetapi jangan lantas diperistri mungkin ia hamba turunan. Jangan pula dikawinkan kepada kerabat kita. Lebih baik pintalah, dan bawakan sirih pinang agar mengabdi kepada kita.<br />
<br />
Demikianlah resepnya agar keluarganya kembali kepada asal. Untuk pencegah di-<br />
<br />
XXX<br />
<br />
ri dari penjara, agar pamor keluarga kita baik untuk pencegah diri mendapat aib.<br />
<br />
Ini untuk menjodohkan anak. Jangan terlalu cepat dijodohkan karena belum tentu tepat tindakan kita. Pada umumnya, bila terlalu kecil ibunya akan menurun kepada anak perempuan. Bila terlalu kecil bapaknya. akan menurun kepada anak laki-laki. Bila menurun dari semuany.a dari suami dan istri disebut keburuk merasuk kejelekan.<br />
<br />
Jangan menjodohkan anak kecil. agar tidak berbuta kesalahan, agar tidak merepotkan yang menjodohkan.<br />
<br />
**<br />
<br />
Demikianlah pesan sang budiman, ujar sang darma pitutur me-nguraikan ajaran para leluhur* Yaitu ajaran perilaku y?.ng menjadi pe-lajaran: Sembah keoada Siwa ! Sembah kepada Buda! Sembah sepe-nuhnya kepada Jiwa Mana-sempurna !<br />
<br />
Semoga pemoaca menjadi; yang menpikuti ajaran kebajikan, memperhatikan cita-cita kesucian, mengikuti hukum-hukum pengabdian.<br />
<br />
Demikianlah yang dikatakan siksakandang karesian, semoga menjadi sumber pengetahuan bagi yang mendengarkari.<br />
<br />
Mulai menulis naskah waktu hari bersinar cerah. Selesai dalam bulan katiga,<br />
<br />
Ini (tahun) selesainya pustaka: nora (0) catur (4) sagara (4) wulanM)= 1440Saka (1518 M)mengungkap rahasia melalui sejarahhttp://www.blogger.com/profile/05249020439193419198noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-42771882641267105.post-47797704506181153652012-10-22T01:51:00.000-07:002012-10-22T01:51:20.312-07:00SANGHYANG SIKSAKANDANG KARESIANSANGHYANG SIKSAKANDANG KARESIAN<br /><br />I<br /><br />Ndah nihan warahakna sang sadu, de sang mamet hayu. Hana sanghyang siksakandang karesian ngaranya, kayatnakna wong sakabeh. Nihan ujar sang sadu ngagelarkeun sanghyang siksakandang karesian.<br /><br />Ini sanghyang dasa kreta kundangeun urang reya. Asing nu dek na(n)jeurkeun sasana kreta pakeuneun heubeul hirup, heubeul nyewa na, jadiyan kuras. jadiyan tahun, deugdeug ta(n)jeur jaya prang, Nyewana1 na urang reya.<br /><br />Ini byakta sanghyang dasa kreta ngaranya, kalangkang dasa sila, maya-maya sanghyang dasa marga, kapretyaksaan dasa indriya na-keun ngretakeun bumi lamba di bumi tan parek.<br /><br />Ini pakeun urang ngretakeun bumi lamba, caang jalan, panjang tajur, paka pridana, linyih pipir, caang buruan. Anggeus ma imah kaeusi, leuit kaeusi, paranje kaeusi, huma kaomean, sadapan karaksa, palana ta hurip, sowe waras, nyewana2 sama wong (sa)rat. Sangkilang di lamba, trena taru lata galuma, hejo lembok tumuwuh sarba pala wo(h)wohan, dadi na hujan, landung3 tahun, tumuwuh daek, maka hurip na urang reya. Inya eta sanghyang sasana kreta di lamba nga-rana.<br /><br />Ini sanghyang dasa kreta nu dipajarkeun kalangkang sanghyang dasa sila, ya maya-maya sanghyang dasa marga ta, kapretyaksaan na dasa indriya. Ini byakta: ceuli ulah barang denge mo ma nu sieup didenge kenana dora bancana, sangkan urang nemu mala na iunas papa naraka; hengan lamun kapahayu ma sinengguh utama ti pang-reungou. Mata ulah barang deuleu mo ma nu sieup dideuleu kenana dora bancana, sangkan urang nemu mala na lunas papa naraka; hengan lamun kapahayu ma sinengguh utama ning deuleu. Kuril ulah dipake gulang-gasehan, ku panas ku tiis, kenana dora bancana, sangkan nemu mala na Iunas papa naraka; hengan lamunna kapahayu ma sinengguh utama bijilna ti kulit. Letah ulah salah nu dirasakeun kenana dora bancana, sangkan urang nemu mala na lunas papa naraka; hengan lamunna kapahayu ma sinengguh tuama bijilna ti letah. Irung ulah salah ambeu kenana dora bancana. sangkan urang nemu mala na lunas papa<br /><br />II<br /><br />naraka; hengan lamun kapehayu ma sinengguh utama bijilna ti irung. Sungut ulah barang carek kenana dora bancana na lunas papa naraka; hengan lamun kapahayu ma sinengguh utama bijihna ti sungut. Leu-ngeun mulah barang cokot kenana dora bancana na lunas papa naraka; hengan lamunna kapahavu ma sinengguh utama bijilna ti leungeun. Suku ulah barang tincak kenana dora bancana na lunas papa naraka; hengan lamunna kapahayu ma sinengguh utama bijilna ti suku. Payu ulah dipake keter kenana dora bancana na lunas papa naraka. hengan lamunna kapahayu ma sinengguh utama bijilna ti payu, Baga purusa ulah dipake kancoleh kenana dora bancana na lunas papa naraka. hengan lamunna kapahayu ma sinengguh utama dijilna ti baga lawan purusa,<br /><br />Ya ta sinangguh dasa kreta ngara(n)na. Anggeus kapahayu ma dora sapuluh, rampes twahna urang reya Maka nguni twah sang dewa ratu.<br /><br />Nihan sinangguh dasa prebakti ngaranya. Anak bakti di bapa, ewe bakti di laki. hulun bakti di pacandaan, sisya bakti di guru, wang tani bakti di wado. wado bakti di mantri, mantri bakti di nu nangganan. nu nangganan bakti di mangkubumi, mangkubumi bakti di ratu, ratu bakti di dewata, dewata bakti di hyang. Ya ta sinangguh dasa prebak-<br /><br />III<br /><br />ti ngara(n)na.<br /><br />Ini na lakukeuneun. talatah sang sadu jati. Hong kara name sewaya. senibah ing hulun di sanghyang panca tatagata. Panca ngaran ing lima, tata ma ngaran ing sabda, gata ma ngaran ing raga, Ya eta ma ngaran ing sabda, gata ma ngaran ing raga. Ya eta ma pahayuan sareanana.<br /><br />Panca aksara guru-guru ning janma. Panca aksara ma byakta nu katongton4 kawreton, kacaksuh ku indriya. Guru ma pananyaan na urang reya. Nya mana dingaranan guru ing janma. Sang moha sa(ng) geusna aya bwana.<br /><br />Ini byaktana. Ngaranya ya panca byapara. Sanghyang pretiwi, apah, teja, bayu mwang akasa. Carek sang sadu maha purusa. eta keh drebya urang. Kangken pretiwi kulit, kangken apah darah ciduh, kangken teja panon, kangken bayu tulang, kangken akasa kapala. Iya pretiwi di sarira ngaranya. Nya mana dikangkenkeun ku nu mawa bumi. Ya mangupati pra rama, resi, prabu,5 disi mwang tarahan.<br /><br />Ini panca putra: pretiwi Sang Mangukuhan, apah Sang Katung-maralah, teja Sang Karungkalah, bayu Sang Sandanggreba, akasa Sang Wretikandayun.<br /><br />Ini panca kusika: Sang Kusika di Gunung, Sang Garga di Rum-but, Sang Mesti di Mahameru, Sang Purusa di Madiri, Sang Patanjala di Panjulan.<br /><br />Lamun pahi kaopeksa sanghyang wuku lima (dina) bwana, boa halimpu ikang desa kabeh. Desa kabeh ngaranya: ppurba, daksina, pasima, utara, madya. Purba, timur, kahanan Hyang Isora, putih rupanya; daksina, kidul, (kahanan Hyang Brahma, mirah rupanya; Pa-sima, kulon)6 kahanan Hyang Mahadewa, kuning (rupanya);<br /><br />IV<br /><br />utara, lor, kahanan Hyang Wisnu, hireng rupanya; madya, tengah, kahanan Hyang Siwah, (aneka) warna rupanya. Nya mana sakitu sanghyang wuku lima dina bwana.<br /><br />Ini wuku lima di maha pandita. Sandi ma karasa si tutur, tapa ma karasa si langlang7 lungguh ma karasa si pageuh, pretyaksa ma karasa si asembawa, kaleupaseun ma karasa madumi tan kaduman, manghingetan tanpa hinga(n). Sakitu wuku lima di maha pandita.<br /><br />Nihan pawwitan ning kreta, sya sang dewata lima. Pahingawakan ngaran di maneh, pahi mireungeuh rua di manen. Hengan lamunna mo karasa ma kadyangga ning wilut tumemu wilutnya, bener tumemu benernya, Kitu keh eta, ku twah ning janma mana kreta, ku twah ning janma mana na layu.<br /><br />Ini karma ning hulun, saka jalan urang hulun, Karma ma ngaranya pibudieun, ti(ng)kah paripolah saka jalan ngaranya. Maka takut maka jarot, maka atong maka teuang di tingkah di pitwaheun, di ulah di pisabdaan,<br /><br />Maka nguni lamun hareupeun sang dewa ratu pun. Maka satya di kahulunan, maka lokat dasa kalesa, boa ruat mala mali papa, kapanggih ning kasorgaan. Lamun teu(ng)teuing ngawakan karma ning hulun, kitu eta leuwih madan usya ditindih ukir, ditapa di luhur gunung kena palarang ditapa dina luhur gajah, hunur si(ng)ha; deukeut maha bancana.<br /><br />Ini twah ing janma pigunacun na urang reya. Ulah mo turut sang hyang siksakan-<br /><br />V<br /><br />dang karesian. Jaga rang dek luput ing na pancaga/n/ti, sangsara. Mulah carut mulah sarereh, mulah nyangcarutkeun maneh. Kalingana nyangcarutkeun maneh ma ngaranya: nu aya dipajar hanteu, nu hanteu dipajar waya, nu inya dipajar lain, nu lain dipajar inya. Nya karah (he)dapna ma kira-kira. Budi-budi ngajerum, mijaheutan, eta byaktana nyangcarutkeun maneh ngara(n)na.<br /><br />Nyangcarutkeun sakalih ma ngara(n)na: mipit mo amit, ngala mo menta, ngajuput mo sadu. Maka nguni tu: tunumpu, maling, ngetal, ngabegal; sing sawatek cekap carut, ya nyangcarutkeun sakalih ngara(n)na.<br /><br />Sanguni tu: meor, ngodok, nyepet, ngarebut, ngarorogoh, papan jingan. Maka nguni ngotok ngowo di pamajikan, di panghulu tandang. Maka nguni di tohaan di maneh, Itu leuwih mulah dipiguna dipitwah ku urang hulun. Ulah mo pake na sabda atong teuang guru basa, bakti susila di pada janma, di kula kandang baraya.<br /><br />Maka nguni di tohaan urang. Suku ma pake disila, leungeun ma pake umum, Jaga rang pacarek deung menak deung gu(s)ti deung bu-haya ing kalih deung estri larangan maka nguni deung tohaan urang. Jaga rang dipiguhakeun mulah surah di tineung urang, sanguni salah tembal, kajeueung semu mo suka ku tohaan urang. Ulah, pamali; bisi urug beunang ditapa, hilang beunang cakal bakal, bisi leungit batri hese, kapangguh ku sanghyang jagat sangsara, batigra-<br /><br />VI<br /><br />han ku sang dewa ratu.<br /><br />Lamun hamo satya di tohaan urang, a(ng)geus ma jaga rang waya di kagering, jaga rang palay, jaga rang ireug, duga-duga majar maneh teu(ng)teuing amat. Mana dipajar satya dikahulunan;hengan jaga rang ceta ma mulah luhya, mulah kuciwa, mulah ng(n)tong dipiwarang, mulah hiri mulah dengki deung deungeun sakahulunan. Maka nguni nyeueung nu meunang pudyan, meunang parekan, nyeueung nu dineneh ku tohaan, teka dek nyetnyot tineung urang. Haywa, pamali !. Kapamalyanna karah: jadi neluh bareuh hate. Hamo beunang gitambaan, jampe mo matih, paksa mo mretyaksa, ja hanteu kturutan ku sanghyang siksakandang karesian.<br /><br />Kitu jaga rang nangganan, mulah kira-kira digelangan. Jaga rang kagelangan, mulah mo bakti di nu nangganan kena itu tanda8 sang dewa ratu.<br /><br />Jaga rang keuna panyuruhan, mulah mo raksa sanghyang siksa-kandang karesian, pakeun urang satya di piwarangan. Hengan lamur. nu ngalor ngidul ngulon ngetan, geus ma mulah siwok ca(n)te, mulah simur cante, mulah simar cante, mulah darma cante. Ya ta sinangguh sanghyang catur yatna ngaranya.<br /><br />Ini kalingana. Siwok cante ma ngara(n)na kawujukan ku hakan inum. Simur cante ma ngara(n)na salima hamilu ngaramakeun nu maling, nu ngarebut, nu meor. Ya salah dongdonan ngaranya. Simar cante ma ngara(n)na ngala dagangan mas pirak lalambaran hanteu di-<br /><br />VII<br /><br />titah ku nu miwarang. Ya salah sadeya(n) ngara(n)na. Darma cante ma ngara(n)na daranan di kaceuceub tohaan urang. Disuruh nyokot ngadarat matyan nu tan yogya ku tohaan gumanti ya ngiseusan, kena wageuy, kena kula kadang, kena baraya. Eta ulah dipiguna ku urang hulun. Bogoh di kaceuceub, ceuceub di kabogoh, Itu tan yogya dipitwah ku urang hulun,<br /><br />Ini pakeun urang nurut ka tohaan, pakeun urang panjang di-pihulun. pakeun urang hsebeul diasa ku tohaan urang. Turut sangyang siksakandang karesian! Bireungeuh na panghulu tandang. Lamun nyeuseul tohaan, milu rang nyeuseul deui deung tohaan. Lamun muji tohaan, milu urang muji deui deung tohaan. Lamun hamo ma milu muji milu meda deung tohaan tosta cingcing tegang urang bakti ka tohaan.<br /><br />Jaga rang leumpang ngalasan, baju simbut Lamun hamo deung tohaan, iseuskeun na siksakandang karesian. Siksaan(a)na ta ulah dek ngundeur ka huma beet sakalih ka kebon sakalih. Hamo ma beunang urang laku sadu.<br /><br />Salang keboan ning alas, kayu batri nangtu, bwah beunang nga-rara(ng)gean, tanggeuhkeun suluh, turuban supa, cangreudan tewwan, odeng, nyeru-<br /><br />VIII<br /><br />an, engang, ulam, parakan, sing sawatek babayan, ulah urang barang ala. Sanguni nurunkeun sadapan sakalih, ulah eta dipiguna kenana puhun ning dosa, tamikal ning papa kalesa.<br /><br />Jaga rang nemu jalan, gede beet, bangat dicangcut dipangadwa sugan urang pajeueung deung gusti deung mantri. Ulah mo pangidalkeun pangadokokongkeun. Lamun bujangga brahmana, wikuhaji mangkubumi, anak ratu, beunghar kokoro, maka nguni gutuloka, ulah mo pahi panggidalkeun kena itu guru sang prebu.<br /><br />Ingetkeun na siksakandang karesian, deung iseuskeun na haloan. Ulah ngeri(ng)keun estri larangan sakalih, rara hulanjar sakalih, bisi keuna ku haloan si panghawanan, Maka nguni ngarowang tangan, sapanglungguhan di catang, di bale, patutunggalan, haloan si panglungguhan ngara(n)na. Patanjeur-tanjeur di pipir, di buruan, patutunggalan, haloan si pana/h/taran ngara(n)na<br /><br />Nembalan nu batuk, nu ngadehem, nu ngareuhak, maka nguni embuing; kalih ngawih, ya lembu akalang ngaranya. Nyanda di (u)rut sanghyang kalih deuuk di tihang, di kayu, di batu, nyeueung inya anggeus diri disilihan nyanda, ngara(n)na lembu anggasin. Itu kehna ingetkeuneun lamun dek luput ti naraka,<br /><br />Sa/ng/nguni sapanginepan, sapamajikan, satepas, sabale deung sanghyang kalih, deung estri larangan sakalih ngara(n)na kebo sapinahan. Nya kehna ingetkeuneun,<br /><br />IX<br /><br />sinangguh ulah pamali ngara(n)na.<br /><br />Itu haywa ulah dek (di)turut ku hulun sakalih. Lamun urang dek maan inya ma maka majar ka panghulu tandang. Lamun dipicaya ma samayakeun, ku geringna ku paehna ku leungitna. poron mati sareyanana, eta baan. Hamo tu aya na pidosaeun ja kolot na samaya ni(r)ni na agama. Hamo ma dipicaya, ulah! Lamun keudeu ma dek maan inya, gering ma nulung, paeh leungit ma ngagantyan sakadeugdeugna. Sa/ng/mangkana kayatnakna!<br /><br />Nihan muwah. Jaga rang kadatangan ku same pangurang dasa, calagara, upeti panggeres reuma maka suka geui(ng) urang, maka rasa kadatangan ku kula kadang, ku baraya, ku adi lanccuk anak mitra suan kaponakan. Sakitu eta kangken Ngan lamun aya panghaat urang, kicap inum si(m)but cawet suka drebya.<br /><br />Maka rasa puja nyanggraha ka hyang ka dewata, Anggeus ma jaga rang dipigunakeun ka gaga ka sawah ka serang ageung, ngikis, marigi, ngandang, ngaburang, marak, mu(n)day, ngadodoger, mangpayang. nyair bi(n)cang; sing sawatek guna tohaan, ulah sungsut, ulah surah, ulah purik deung giringsing, pahi sukakeun sareyanana.<br /><br />Maka rasa guna urang. Ngan lamun urang pulang ka dayeuh, ulah ngising di pi(ng)gir jalan, di sisi imah di tungtung caangna. bisi kaambeu ku menak ku gusti. Sunguni tu(ng)ku nu rongah-rongah bisi kasumpah kapadakeun ambu bapa pangguruan, kapapas ka nu karolot ku twah urang gagabah. Ngan lamun<br /><br />X<br /><br />(carek) sanghyang siksa, ngising ma tujuh lengkah ti jalan, kiih ma tilu lengkah ti jalan. Boa mo nemu picarekeun sakalih ja urang nyaho di ulah pamali. Kaulah ma duka, pamali ma paeh, deung jeungjeueung gagawar, pucuk tambalung, sugan tampyan dalem, kandang larang(an), bale larangan. Maka nguni ngalangsinang, mapag ngaliwat ratu macangkrama kena itu paranti dosa,<br /><br />Jaga rang asup dalem, maka rea lieuk, sugan ngarumpak nebuk nembung megat jajarah. Jaga urang deuuk, ulah salah hareup, maka rampes disila. Deung sugan urang dibaan lemek ku tohaan, tineungkeun picarek urang. Asing seueup, maka suka ka tohaan.<br /><br />Deung maka ilik-ilik dina turutaneun: mantri gusti kaasa-asa, bayangkara nu marek, pangalasan, juru lukis, pande dang, pande mas, pande gelang, pande wesi, guru wida(ng). medu, wayang, kumbang gending, tapukan, banyolan, pahuma, panyadap, panyawah, panyapu, bela mati, juru moha, barat katiga, pajurit, pamanah, pam(a)rahg, pangurang dasa calagara, rare angon, pacelengan, pakotokan, palika, preteuleum, sing sawatek guna, Aya ma satya di guna di kahulunan. Eta kehna turutaneun kena eta ngawakan tapa di nagara.<br /><br />Aya ma na urang nu kaseuseul ku tohaan, eta keh ulah dituru(t) twah bisi urang kaseuseul deui. Ini babandingna, upama janma leu(m)pang ngala-<br /><br />XI<br /><br />san nincak cucuk, tincak keh deui ku urang, sarua sakit/an/na. Nya mana aya ma na urang nu kapuji, «i cangcingan, si langsitan, maka predana, emet imeut rajeun leukeun satya di guna tohaan. Eta ma turut twahna deung gunana, boa urang kapuji deui<br /><br />Aya ma/na/ janma rampes ruana, rampes ti(ng)kahna, rampes twahna, turut saageungna kena eta sinangguh janma utama ngara(n)na. Aya ma janma goreng ruana. ireug ti(ng)kahna, rampes twahna, itu ma milah diturut ti(ng)kahna dara sok jeueung rwana. Turut ma twahna. Aya janma goreng rwana. ireug tingkahna, goreng twahna, itu ma caru(t) ning bumi, silih diri na urang sabwana, ngara(n)na calang ning janma. itu kehna ingetkeuneun, hala-hayu goreng-rampes ala guru.<br /><br />Ini pengetna, Aya ma janma paeh maling, paeh papanjingan, paeh ngabegal, paeh meor, sing sawatek cekap carut, eta jeueung kena ulah diturutan. Ya eta kangken guru nista ngara(n)na.<br /><br />Aya ta deui. Lamun urang nyeueung nu ngawayang, ngadenge-keun nu ma(n)tun, nemu siksaan tina carita, ya kangken guru panggung ngara(n)na. Lamun urang nemu siksaan rampes ti nu maca ya kangken guru tangtu ngara(n)na. Lamun mireungeuh beunang nu kuriak ma: ukir-ukiran, paparahatan.<br /><br />XII<br /><br />papadungan, tutulisan, sui nanya ka nu diguna, temu ku rasa sorangan ku beunangna ilik di guna sakalih ya kangken guru wreti ngara(n)na. Nemu agama ti anak, ya kangken guru rare ngara(n)na. Nemu darma ti aki ma ya kangken guru kaki ngara(n)na. Nemu darma ti lanceuk ma ya kangken guru kakang ngara(n)na. Nemu darma ti toa ma ya kangken guru ua ngara(n)na.<br /><br />Nemu darma ti geusan leumpang di lembur di geusan ngawengi, di geusan eureun, di geusan majik ma ya kangken guru hawan ngara(n)na. Nemu darma ti indung ti bapa ya kangken guru kamulan ngara(n)na. Maka nguni lamun hatur ka mahapandita ya kangken guru utama, ya kangken guru mulya, ya kangken guru premana, ya kangken guru kaupadesaan. Ya sinangguh catur utama ngara(n)na.<br /><br />Nya mana kitu, lamun a(ng)geus di karma ning akarma, di twah ning atwah, a(ng)geus pahi kaiilikan nu gopel nu rampes, nu hala nu hayu. Kitu lamun aya nu muji urang, suita, maka geuing urang, gumanti pulangkeun ka nu muji, pakeun urang mo kapentingan ku pamuji sakalih. Lamun urang daek dipuji ma kadyangga ning galah dawa sinambungan9 tuna, rasa atoh ku pamuji.<br /><br />A(ng)geus ma dipake hangkara ja ngarasa maneh aya di imah maneh, ku hakan ku inum, ku suka ku boga, ku pakarang, teka dipake anggeuhan. Eta kangken galah dawa ta. Eta Kangken pare hapa ta ngara(n)na.<br /><br />XIII<br /><br />Kitu, lamun aya nu meda urang, aku sapameda sakalih. Nya mana kadyangganing galah cedek tinugelan teka. Upamana urang kudil, eta kangken cai pamandyan. Upamana urang kurit kangken datang nu ngaminyakan. Upamana urang ponyo kangkn datang nu mere kejo. Upamana urang henaang kangken (datang nu) mawakeun aroteun. Upamana urang handeueul kangken (datang) nu mere seupaheun. Ya sinangguh panca parisuda ngara(n)na. Eta kangken galah cedek tinugelan.<br /><br />Lamun maka suka rasa urang, kangken pare beurat sangga. Boa maka hurip na urang reya. Ya katemu wwit ning suka Iawan10 enak. Salang nu ngupat, ala panyaraman. Aya twah urang ma eureunan. Hanteu twah urang ma ungang ambu-bapa. Kalingana janma ngara-(n)na. Ya sinangguh paramar/ra/ta wisesa, ya kangken dewa mangjanma ngara(n)na. Nya sang puma sarira, nya wwit ning hayu, ya puhun ning bener.<br /><br />Ini pangimbuh ning twah pakeun mo tiwas kala manghurip, pa-keun wastu di imah di maneh. Emet, imeut. rajeun, leukcen, paka predana, morogol-rogol, purusa ning sa, widagda, hapitan. kara wa-leya, cangcingan, langsitan.<br /><br />Jaga 'rang ngajadikeun gaga-sawh, tihap ulah sangsara. Jaga rang nyieun kebo/a/n, tihap mulah ngu(n)deur ka huma beet sakalih, ka huma lega sakalih. Hamo ma beunang urang laku sadu. Cocooan ulah tihap meuli mulah tihap nukeur. Pakarang ulah tihap nginjeum.<br /><br />XIV<br /><br />Simbut-cawet mulah kasarataan, hakan-inum ulah kakurangan, anak-ewe pituturan sugan dipajar durbala siksa. Yatnakeun sanghyang siksakandang karesian.<br /><br />Jaga rang hees tamba ui(n)duh, nginum twa/h/k tamba hanaang, nyatu tamba ponvo, ulah urang kajo(ng)jonan. Yatnakeun maring ku hanteu. Sa/ng/nguni tu ku anak-ewe, mulah dek paliketan sugan hamo sapitwaheun. Rampes ma beunang urang nyaraman teka nurut na panyaraman, eta keh anak urang ewe urang ngara(n)na.<br /><br />Hanteu ma nurut na pamagahan, eta sarua deungeun sakalih. Ngan lamun keudeu, ewe-anak geus ma medeng diaku ku urang. Boa urang kabobotan, boa reujeung sasab ka naraka, leungit batri rang ngabakta, hilang beunang cakal-bakal.<br /><br />Ini warah sang darma pitutur, sugan ura(ng) tanpa hedap mreo-peksah samutatah. Paesan teh ta susuriyem, jambangan eusi ning bayu ma hening, tah desana tah nora buksah. Kalingana ta, sri ma ngaranya omas. Kitu na omas, lamun hamo dila(n)ja pelek rupana, lamun kalanja ma cenang, rampes ja kaopeksa.<br /><br />Kitu keh upama urang janma ini. Lamun nurut sanghyang siksa, kapahayu rasana di urang kadyangga ning bener tumemu benernya. Kitu, lamun hamo nurut sanghyang siksa kreta kadyangga ning wilut tumemu wilutnya. Paesan ma ngaranya eunteung. Kitu na eunteung, lamun hamo kawaas, samar kalangkang urang. Lamun kawaas ma puguh rua<br /><br />XV<br /><br />urang dina jero eunteung eta.<br /><br />Kitu keh janma ini, bisa nurut upacara sakalih. Rampes ma boa kalihasan ku rasa di maneh. Lamun hamo ma bisa nurut pamagahan, punggunp tata ngara(n)na.<br /><br />Jambangan ma ngara(n)na pamuruyan. Kangken cai hening ma hedap urang kreha. Ya mana kitu, mana na waas, teger rame a(m)bek. Desa ma ngaranya dayeuh, Na dayeuh, lamun kosong. hanetu turutaneunana. Kitu na sabda, lamun hamo kaeusi'11 carut ngara(n)na. Hengan lamun kaeusian ma na kahanan, eta keh na turutaneun. Kitu keh na sabda. Mana kaeusian, mana dipajar bener laksana.<br /><br />Kitu keh urang janma ini. Lamun dek nyaho di puhun suka lawan enak ma ingetkeun saur sang darma pitutur. Ini silokana:<br /><br />tadaga12 carita hangsa<br /><br />gajendra carita banem<br /><br />matsyanem13 carita sagarem<br /><br />puspanem carita bangbarem.<br /><br />Kalinganya, kitu ja rang dek ceta, ulah salah geusan nanya. La-mun hayang nyaho di tanian herang, talaga banyu atis ma hangsa tanya. Kalingana ma aya janma atisti ring apraniti. herang tineung. rame ambek, nya(ng)kah, kangken hangga dina talaga herang.<br /><br />Hayang nyaho di j(e)ro ning laut ma. matsya tanya. Kalingana ma upama hayang nyaho di hedap sang dewa ratu deung di hedap mahapandita.14<br /><br />Hayang nyaho di Iwir15ning leuweung ma gajah tanya. Ini ka-lingana. Kangken Iwir16 ta ma nyaho di tineung nu reya. Kangken gajah ta ma nyaho di bebedas sang<br /><br />XVI<br /><br />dewa ratu.<br /><br />Hayang nyaho di ruum amis ning kembang ma, bangbara tanya. Kalingana ta kangken ba(ng)bara ma janma bisa saba ngumbara, nyaho di tingkah sakalih. Kangken ruum kembang ma janma rampes twahna, amis barungusan semu imut ti(ng)kah suka.<br /><br />Kalingana ulah salah geusan tanya.<br /><br />Hayang nyaho di sakweh ning carita ma: Damarjati, Sanghyang Bayu, Jayasena, Sedamana, Pu Jayakarma. Ramayana, Adiparwa, Korawasarma, Bimasorga, Rangga Lawe, Boma, Sumana, Kala Purbaka, Jarini, Tantri; sing sawatek carita ma memen tanya.<br /><br />Hayang nyaho di sakweh ning kawih ma: kawih bwatuha. kawih panjang, kawih lalanguan. kawih panyaraman, kawih sisi(n)diran, kawih pengpeledan, bongbong kaso, pererane, porod eurih, kawih babahanan, kawih ba(ng)barongan, kawih tangtung, kawih sasa(m)batan, kawih igel-igelan; sing sawatek kawih ma, paraguna tanya.<br /><br />Hayang nyaho di pamaceuh ma: ceta maceuh, ceta nirus, tata-pukan, babarongan, babakutrakan, ubang-ubangan, neureuy panca, munikeun le(m)bur, ngadu lesung, asup kana lantar, ngadu nini;sing sawatek (ka)ulinan ma, hempul tanya.<br /><br />Hayang nyaho di pantun ma: Langgalarang, Banyakcatra, Siliwangi, Haturwangi; prepantun tanya.<br /><br />Sa(r(wa Iwir/a/ ning tulis ma: pupunjengan, hihinggulan, kekem-bangan, alas-alasan, urang-urangan, memetahan, sisirangan, ta-<br /><br />XVII<br /><br />ruk hata, kembang tarate; sing sawatek tulis ma, lukis tanya.<br /><br />Sa(r)wa Iwir/a/ ning teuteupaan ma telu ganggaman palain. Ganggaman di sang prabu ma: pedang, abet, pamuk, golok, peso teundeut, keris. Raksasa pina/h/ka dewanya, ja paranti maehan sagala. Ganggaman sang wong tani ma: kujang, baliung, patik, kored, sadap. Detya pina/h/ka dewanya, ja paranti ngala kikicapeun iinumeun. Ganggamam sang pandita ma: kala katri, peso raut, peso dongdang, pangot, pakisi. Danawa pina/h/ka dewanya, ja itu paranti kumeureut sagala. Nya mana teluna ganggaman palain deui di sang prebu, di sang wong tani, di sang pandita. Kitu lamun urang hayang nyaho di sarean(ana), eta ma panday tanya.<br /><br />Sa(r)wa Iwir/a/ ning ukir ma: dinanagakeun, dibarongkeun, ditiru paksi, ditiru were, ditiru singha; sing sawatek ukir-ukiran ma, ma-rangguy tanya.<br /><br />Sa(r)wa Iwir/a/ ning oolahan ma: nyupar-nyapir rara ma(n)di, nyocobek, nyopong koneng, nyanglarkeun, nyarengseng, nyeuseungit, nyayang ku pedes17 beubeuleuman, panggangan, kakasian, hahanyangan, rarameusan, diruruum, amis-amis; sing sawatek kaolahan, hareup catra tanya.<br /><br />Sa(r)wa Iwir/a/ ning boeh ma: kembang mu(n)cang, gagang senggang, sameleg, seumat sahurun, anyam cayut, sigeji, pasi-pasi, kalangkang ayakan, poleng re(ng)ganis, jaya(n)ti, cecempaan, paparan a-<br /><br />XVIII<br /><br />kan, mangin haris sili ganti, boeh siang, bebernatan, papakanan, surat awi, parigi nyengsoh, gaganjar, lusian besar, kampuh jaya(n)ti, hujan riris, boeh alus, ragen panganten; sing sawatek boboehan ma pangeuyeuk tanya.<br /><br />Lamun hayang nyaho di agama parigama ma: acara eleh ku adigama, adigama eleh ku gurugama, gurugama eleh ku tuhagama, tuhagama eleh ku satmata, satmata eleh ku surakloka, surakloka eleh ku niraweerah. Utama janma wahye dosa. Wahye dosa utama janma; sing sawatek agama parigama ma pratanda tanya.<br /><br />Sugan hayang nyaho di tingkah prang ma: makarabihwa, katra-bihwa, lisangbihwa, singhabihwa, garudabihwa, cakrabihwa, suci muka. braja panjara. asu maliput, merak simpir, gagak sangkur, luwak maturut, kidang sumeka, babah buhaya, ngali(ng)ga manik. lemah mrewasa, adipati, prebu sakti, pake prajurit, tapak sawetrik;sang hulujurit tanya.<br /><br />Hayang nyaho di sakweh ning aji mantra ma: jampa-jampa. geugeui(ng), susuratan. sasaranaan, kaseangan, pawayagahan, puspaan, su-sudaan. huriphuripan, tu(n)duk iyem, pararasen, pasakwan:.sing sa-watek aji ma sang brahmana tanya.<br /><br />Hayang nyaho di puja di sanggar ma: patah puja daun, gelar palayang, puja kembang. nya(m)pingan lingga, ngomean sanghyang, sing sawatek muja ma ja(ng)gan tanya.<br /><br />Hayang nyaho di dawuh nalika ma: bu-<br /><br />XIX<br /><br />lan gempa, tahun tanpa te(ng)gek, tanpa sirah, sakala lumaku, sakala ma(n)deg, bumi kape(n)dem, bumi grempa; sing sawatek nyaho di carek /ma/ nu beuheula, bujangga tanya.<br /><br />Hayang nyaho di darmasiksa, siksakandang, pasuktapa, padenaan, maha pawitra, siksa guru, dasa sila, tato bwana, tato sarira, tato ajnyana ma; sing sawatek eusi pustaka. sang pandita tanya.<br /><br />Maka nguni kasorgaan di sakala kaprabuan, kamulyaan, kamul-yaan, kautamaan, kapremanaan, kawisesaan; ratu tanya.<br /><br />Hayang nyaho dipatitis bumi ma: ngampihkeun bumi, masinikeun na urang sajagat, parin pasini, ngadengdeng, maraspade, ngukur, nyaruakeun, nyipat, midana, lamun luhur dipidatar, ancol dipakpak; sing sawatek ampih-ampih ma mangkubumi tanya.<br /><br />Lamun hayang nyaho di sakweh ning labuhan ma, maka nguni: gosong, gorong, kabua, ryak mokprok, ryak maling, alun agung, tanjung, hujung, nusa, pulo, karang nunggung, tunggara, barat daya; sing sawatek saba di laut ma, lalayaran, puhawang tanya.<br /><br />Hayang nyaho di sawatek arega ma: telu sayuta, telu saketi, telu salaksa. telu sariwu, telu satak, telu saratus, telu sapuluh, maka nguni karobelah, katelubelah, kapatbelah, kalimabelah, kanembelah, kapitubelah, kawolubelah; sing sawatek arega ma citri-<br /><br />XX<br /><br />k byapari tanya.<br /><br />Hayang nyaho di sandi, tapa, lungguh, pratyaksa. putus tangkes, kaleupaseun, tata hyang, tata dewata, rasa carita. kal/e/pa carita; sing sawatek nata-nata para dewata kabeh, sang wiku paraloka tanya,<br /><br />Aya ma nu urang dek ceta, ulah salah geusan nanya. Lamun dek nyaho di carek para nusa ma: carek Cina, Keling, Parasi, Mesir, Samudra, Banggala, Makasar, Pahang, Kala(n)ten, Bangka, Buwun, Beten. Tulangbawang, Sela, Pasay, Parayaman, Nagara Dekan, Dinah, Andeles, Tego, Maloko, Badan, Pego, Malangkabo, Mekah, Buretet, Lawe, Saksak, Se(m)bawa, Bali, Jenggi, Sabini, Ngogan, Kanangen, Kumering, Simpang Tiga, Gumantung, Manumbi, Babu, Nyiri, Sapari, Patukangan, Surabaya, Lampung, Jambudipa, Seran, Gedah, Solot, Solodong, /Bali/. Indragiri, Tanjung Pura, Sakampung, Cempa, Baluk, Jawa; sing sawatek para nusa ma sang jurubasa darmamurcaya tanya.<br /><br />Eta kehna kanyahokeuneun di tuhuna di yogyana. Aya ma nu majar mo nya(h)o, eta nu mo satya di guna di maneh, mo teuing di carek dewata urang. Tan /n/awurung inanti dening kawah lamun guna mo dipiguna, lamun twah mo dipitwah, sahinga ning guna kreta kena itu tangtu hyang tangtu dewata.<br /><br />Sakala batara jagat basa ngretakeun bumi niskala. Basana: Brahma, Wisnu, Isora, Mahadewa, Siwa-<br /><br />XXI<br /><br />h. bakti ka Batara! Basana: Indra, Yama, Baruna, Kowera, Besawarma, bakti ka Batara! Basana: Kusika, Garga, Mestri, Purusa, Pata(n)jala, bakti ka Batara: Sing para dewata kabeh pada bakti ka Batara Seda Niskala. Pahi manggihkeun si tuhu lawan preityaksa.<br /><br />Ini na parmanggihkeuneun dina sakala, tangtu batara di bwana pakeun pageuh jadi manik sakurungan, pakeuneun teja sabumi. Hulun bakti di tohaan, ewe bakti di laki, anak bakti di bapa, sisya bakti di guru, mantri bakti di mangkubumi, mangkubumi bakti di ratu, ratu bakti di dewata.<br /><br />Disuruh neguhkeun di sarira, matitiskeun bayu sabda hedap. Lamun itu hamo kapiguna kapitwah ku na janma kanista madya utama pada ditibakeun kana kawah si tambrah gomuka. Wijayajana janma kawisesa ku dewata pun.<br /><br />Saur sang darma pitutur mujarakeun sabda sang rumuhun. Aya deui babandingna. Kitu upamana urang leumpang ka Jawa, hamo nurut carekna deungeun carana, mangu rasa urang. Anggeus ma urang pulang deui ka Sunda, hanteu bisa carek Jawa, asa hanteu datang nyaba. Poos tukuna beunang tandang ja hanteu bisa nurut care(k)na.<br /><br />Kitu urang ianma ini. Ha(ng)ger turun ti niskala hanteu katemu cara dewata, geura-geura dek mangjanma ja ireug tingkahna, hanteu bisa nurut twah nu nyaho. Aya kapitwah ta nu mo satya, nu tan yogya: lumekas manggawe hala: papanjingan, bubunyan, kapiadi, ka-pilanceuk. Nya mana wadon ngarasa lalaki la-<br /><br />XXII<br /><br />in salakina, tan yogya ngara(n)na. Lalaki ngarasa wadon lain eusi imahna, tan yogya ngara(n)na. WSnang ditibakeun kana kawah si mregawijaya. Janma ngawisesakeun nu salah,<br /><br />Ini silokana twah janma salah: burangkak, marende, mariris, wi-rang. Ya ta catur buta ngara(n)na. Kalingana burangkak ma ngaranya gila. Nu kangken maka gila ta ma twah janma: dengi. tungi, torong, gasong, campelak sabda, gopel twah, panas hate, tan yogya ngara(n)na, Nya keh nu kangken maka gila ta twah janma sakitu. Jadina ta raksasa, durgi, durga, kala, buta, geusan ta di mala ning lemah.<br /><br />Mala ning Iemah ngara(n)na: sodong, sarongge, cadas gantung. mu(ng)kal pategang, lebak, rancak, kebakan badak, catang nu(ng)gang, catang nonggeng, garunggungan, garenggengan, Iemah sahar. dangdang wariyan, hunyur, lemah laki, pitunahan celeng, kalo(m)beran. jaryan, sema; sawatek lemah kasingsal.<br /><br />Sakitu kajadian nu keudeu di twah nu gopel; ja twah ning janma nu mere gila ta. Jadina ta sawatek maha gila, ja hanteu nurut sanghyang sasana kreta, ja ngarumpak sanghyang siksakandang karesian. Nya mana jadi maha gila ya ta kalinga ning burangkak ngara(n)na.<br /><br />Marande ma ngara(n)na dibeka tiis nya karah panah. Diheman-keun, dikarunyaan, diipuk, dineneh, dibere suka-boga hulun-kuring: nya karah kirakirakeuneu(n)ana; byakta keuna ku na kapapaan eusi tegal si pantana, sayajnyana lohna.<br /><br />Timur makapalap<br /><br />XXIII<br /><br />kandaga. Saketi wong kena i rika. Ti kidul ma gunung watu. Pareng sarewu wong papa i rika. Ti barat yaksa geni-muka. Tan keuna wruhan wong kwehnya papa i rika. Ti kaler kadi walang sinudukan, pareng satus wong papa i rika. Ti tengah gagak si antana lawan18 sang senayaksa. Sewu-sewu wong papa i rika. Ya kapapa(n) ning marende ngara(n)na.<br /><br />Mariris ma ngara(n)na camah, jiji manan tahi, camah manan wangke a(m)beu. Kitu keh twah janma cacarokot. barang cokot. A(ng)geus ma barang ala hamo menta, maling, numpu, meor, ngarebut; song sawatek curaweda ka nu bener.<br /><br />Paeh ma atmana papa. Sariwu saratus tahun keuna ku sapa batara. tangeh mana jadi janma. Aya jadina ta kotor: janggel, hileud tahun, piteuk, titi(ng)gi, jambelong, limus sakeureut, mear, pacet, lentah, lohong. gorong; sawatek dipake jiji ku na urang reya. Ya ta sinangguh mariris ngara(n)na. .<br /><br />Wirang ma ngara(n)na: mumul tuhu, mumul bener, mumul yogya, mumul duga-duga, mumul bema. Lamun carut ma: harema, harems(a), bogoh, gawok. Lamun paeh ma eta atmana ma(ng)gihkeun papa, wot gonggang, cukang cueut, batu kacakup. Kajadikeun ma ka bwana jadi watek maha gila: warak, macan, wuhaya, ula /m/ageung; sawatek maka gila janma. Ya ta ma wirang ngara(n)na. Sakitu ma catur buta,<br /><br />Ini ma upama janma tandang ka Cina. Heubeul mangkuk di Cina, nyaho di karma Cina, di ti(ng)kah Cina, di polah Ci-<br /><br />XXIV<br /><br />na, di kararampesan Cina. Katemu na cara telu: kanista, madya, utama. Pahi nyaho di sabda sang prabu, sang rama, sang resi, bisa matitiskeun bayu, sabda, heddap. Nya mana nya ho di geui(ng), di upageui(ng), di parigeui(ng); ya ta tri geui(ng) ngara(n)na.<br /><br />Geui(ng) ma bisa ngicap bisa ngicup dina kasukaan. Ya geui(ng) ngara(n)na. Upageui(ng) ma ngara(n)na bisa nyandang bisa nganggo, bisa babasahan, bisa dibusana, Ya upageui(ng) ngara(n)na. Parigeui(ng) ma ngara(n)na bisa nitah bisa miwarang ja sabda arum wawangi. Nya mana hanteu surah nu dipiwarang ja katuju nu beunang milabuh siloka.<br /><br />Lamun ka beet ma basana: utun, eten, orok, anak ing, adi ing. Ka kolot ma basana: lanceuk ing, suan ing, euceu ing, aki ing. Pangwastu nama sumanger teu(ng)teuing amat Sakitu na dasa pasantra, geus ma: guna, rama, hook, pesok, asih, karunya, mupreruk, ngulas, nyecep, ngala angeen. Nya mana suka bungah padang caang nu dipiwarang. Ya ta Sinangguh parigeui(ing) ngara(n)na.<br /><br />Ini silokana: mas, pirak, komala, hinten, ya ta sanghyang catur yogya ngara(n)na. Ini kalingana. Mas ma ngaranya sabda tuhu tepet byakta panca aksara. Pirak ma ngaranya ambek kreta yogya rahayu! Komala ma ngaranya geui(ng) na padang caang lega loganda. Hinten ma ngaranya cangcing ceuri semu imut rame ambek. Ya ta sinangguh catur yogya ngaranya.<br /><br />Ya ta janma bijil ti nirmala ning lemah, pahoman, pabutelan, pamujaan, l(e)mah maneuh, candi,<br /><br />XXV<br /><br />prasada, lingga linggih, batu gangsa, lemah biningba ginavve wongwongan, sasapuan. Sakitu, saukur lemah kasucikeun, cai kasucikeun, kapawitrakeun. Nya keh janma rahayu, janma rampes, ya janma kreta,<br /><br />Nu kangken bijil ti nirmala ning lemah ma ngara(n)na, inget di sanghyang siksa, mikuku(h) talatah ambu bapa aki lawan buyut, nyaho di siksaan mahapandita, mageuhkeun ujar ing kreta.<br /><br />Ini carita baheula nu nanjeurkeun sanghyang sasana kreta: Rahyangtang Dewaraja, Rahyangta Rawunglangit, Rahyangta ti M(e)dang, Rahyangta ri Menir.19 Ya ta sinangguh catur kreta ngara(n)na.<br /><br />Nya mana kitu ayeuna na janma inget di sanghyang darma(wi)-sesa, nyaho di karaseyan ning janma. Ya ta sinangguh janma rahaseya ngara(n)na, Lamun pati ma eta atmana manggihkeun sorga rahayu. Manggih rahina tanpa balik peteng,20 suka tanpa balik duka, sorga tanpa balik papa, enak tanpa balik lara, hayu tanpa balik hala, nohan tanpa balik wogan, mokta tanpa balik byakta, nis tanpa balik hana, hyang tanpa balik dewa. Ya ta sinangguh parama lenyep ngara(n)na.<br /><br />Kitu keh janma ayeuna. Upama urang mandi, cai pitemu urang hengan ta na cai dwa piliheun(a)na; nu keruh deungeun nu herang. Kitu keh twah janma. Dwa nu kapaknakeun: nu goce deungeun nu rampes. Kitu keh janma. mana na kapahayu ku twah nu mahayu inya. Nya mana janma mana hala ku twahna mana hayu ku twahna.<br /><br />Kitu keh cai mana dipajar dwa piliheun ma. Banyu<br /><br />XXVI<br /><br />asrep lawan hening ma inya sanghyang darmawisesa, Nya nu dilakukeun ku mahapandita. Nu banyu ha(ng)ker lawan letuh ma inya na rasa carita nu dilakukeun ku na sang wiku lokika paramar/a/ta kabeh. Nya kadyangga ning centana lawan acentana. Nu centana ma wruh menget tutur tanpa balik lupa; ya ta wwit ning janma rahayu. ya tangkal ning bumi kreta. Nu acentana ma ikang lupa hyang, moha tar kahanan tutur: ya tar.gkal ning sanghara, punun ning kaliyuga, .beuti ning jalir, vvwit ning linyok; ya sangkan janma ka naraka. Ulan eta dipitemen ku nu dek berier ma.<br /><br />Ini ujar sang sadu basana mahayu drebyana. Ini tri-tangtu di bumi. Bayu kita pina/h/ka prebu, sabda kita pina/h/ka rama. h(e)dap kita pina/hka resi. Ya tritangtu di bumi, ya kangken pineguh ning bwana ngara(n)na.<br /><br />Ini triwarga di lamba. Wisnu kangken prabu, Brahma kangken rama, Isora kangken resi. Nya mana tritan(g)tu pineguh ning bwana. triwarga hurip ning jagat. Ya sinangguh tritan(g)tu di nu reya ngaranya.<br /><br />Teguhkeun pageuhkeun sahingga ning tuhu, pepet byakta warta manah. Mana kreta na bwana, mana hayu ikang ja(ga)t, kena twah ning janma kapahayu.<br /><br />Kitu keh, sang pandita pageuh di kapanditaan(a)na. kreta; sang wiku pageuh di kawikuan(a)na, kreta; sang manguyu pageuh di kamanguyuan(a)na, kreta; sang paliken pageuh di (ka)paliken(a)na. kreta; sang tetega pageuh di katetegaan(a)na, kreta; sang ameng pageuh di kaamengan(a)na, kreta; sang wasi pageuh di kawasian(a)na, kreta; sang ebon pageuh di kaebon(a)na, kreta; maka nguni sang walka pageuh di kawalkaa-<br /><br />XXVII<br /><br />n(a)na, kreta; sang wong tani pageuh di katanian(a)na, kreta; sang euwah pageuh di kaeuwahan(a)na, kreta; Sang gusti pageuh di kagustian(a)na. kreta:.sang mantri pageuh dikamantrian(a)na, kreta; sang masang pageuh di kamasangan(a)na, kreta; sang bujangga pageuh di kabujanggaan(a)na. kreta. sang tarahan pageuh di katarahan(a)na, kreta; sang disi pageuh di kadisian(a)na, kre'ta; sang prebu pageuh di kaprebuan(a)na, kreta.<br /><br />Nguni sang pandita kalawan sang dewa ratu pageuh ngretakeun ing bwana, nya mana kreta lor kidul kulon wetan sakasangga dening pretiwi sakakurung dening akasa; pahi manghurip ikang sarwo janma kabeh.<br /><br />Sarwo janma kabeh ngara(n)na: janma tumuwuh, janma triyak. janma wong, janma siwong, wastu siwong. Nya mana sakitu eta nu dipajar sarwo janma .kabeh ta.<br /><br />Jan tumuwuh ma ngara(n)na: trena, taru, lata, galuma. Pahi manghurip hejo lembok natar dangkura; ya janma tumuwuh ngara(n)na.<br /><br />Janma wong ma ngara(n)na: ruana janma kena ten hade yunina, Janma siwong ma. ngara(n)na: rampes yuni rampes bangsa kena acan nyaho di sanghyang darma.<br /><br />Ini ma sugan hayang kalihasan ku eusi bwana. Reyana ta. Ini ngara(njna: kurija, ma/n/taja, bagaja, payuja.<br /><br />Kurija ma ngara(n)na sawatek bijil ti sungut. Ma/n/taja ma nga-ra(n)na sawatek bijil ti panon. Bagaja ma ngara(n)na sawatek bijil ti<br /><br />XXVIII<br /><br />baga. Payuja ma ngara(ii)na sawatek bijil ti tumbling. Ya sinangguh sanghyang catur mula ngara(n)na.<br /><br />Ini guna janma di bwana: /u/ ngangka, nyigi, ngiket, nyigeung, ngamang, ngarombaong. Ngangka ma ngara(n)na angen-angen. Nyigi ma ngara(n)na uu(n)tayan, Ngiket ma ngara(n)na watek nalikeun. Nyigeung ma ngara(n)na meu(ng)peung meulah, ma(n)cir. midwakeun, ngadar, ngagitaka, ngukur, nyarwakeun. Ngarwang ma ngara(n)na sawatek ngalikeun. Ngarombong ma ngara(n)na sawatek heuleut-heuleut. Ya ta sinangguh sadguna ngara(n)na. Sakitu guna janma sarean(a).<br /><br />Ini kahayang janma: /ru/ yun suda, yun suka, yun munggah, yun luput. Ini kalingana: yun suda, ma ngara(n)na hayang puma, mu-mul keuna ku saroa kasakit; yun suka ma ngara(n)na hayang beunghar, mumul katunan ku drabya: yun nuinggah ma ngara(n)na hayang sorga, mumul manggihkeun bwana; yun Iuput ma ngara(n)na hayang mokta, mumul /ka/ kabawa ku para sorga. Nya mana sakitu kahayang janma sareyan(a)<br /><br />Ini nu mandi ka cai. /ru/ Kalingana lanang wadon keudeu mala-wading. Sakitu eta reyana. Sabaraha dagangan dipakeun eta? Kalingana asak deung atah, goce deung rampes, beet deung gede.<br /><br />Sabaraha rasana? /u/ Kalingana lawana, kaduka, tirtka, amba, kasaya, madura. Lawana ma ngara(n)na pangset; kaduka ma ngara(nV na lada; tritka ma ngara(n)na pahit: amba ma ngara(n)na haseum; kasaya ma ngara(n)na pelem, madura ma ngara(n)na amis. Sakitu kara-sana ku na janma sarean(a)na,<br /><br />Ini pakeun urang mibogaan maneh, pakeun turun patiwah-tiwah ka anak,<br /><br />XXIX<br /><br />ka incu, ka umpi. ka cicip, ka muning, ka anggasantana, ka pratisantana, ka putuh wekas sakabeh; nu sieup dipikakolotan deung21 nu hamo sieup beunang cekap.<br /><br />Hamo sieup dipikakolotan ngara(n)na pinah ing buta raksasa. Beunang bobotoh, beunang babalanjaan, hamo yogya dipikakolotan. Ngara(n)na wineh ing cipta ambara. Hengan pamere indung, pamere bapa, pamere pangguruan, wenang dipikakolotan. Ngara(n)na dewa rumaksa di urang.<br /><br />Ladang pepelakan wenang dipikakolotan. Ngara(n)na mani bijil ti pretiwi. Ladang heuyeuk, ladang cocooan wenang dipikakolotan. Ngara(n)na mirah tiba ti akasa.<br /><br />Janma beunghar teka nebus wadon, teu nyaho indung-bapana, ualah dipikaritikan bisi urang kabawa salah. Aya deui nyaho di indung-bapana, syaran sangkan ahulun. Lamun twah indung-bapana rampes keneh na janma. ngara(n)na kapapanas ku twah kolot, (Eta) wenang dipikari/n/tikan. Hengan lamun ku carut ma ulah dipikaleuleuheungkeun. Ngara(n)na janma mider ing naraka.<br /><br />Aya deui ma janma /ng/rampes twahna, rampes susukna, rampes wwitna, ulah mo22 tebus. Hengan ulah tuluy dipisomah bisi hulun turuna(na). Ulah majikeun ka kula-kadang urang. Geus ma tanya, bawakeun seupaheun sewaka ka urang.<br /><br />Sakitu tata jangjawokanana pakeun dapurna pulang ka jatina deui. Pake beuteung di-<br /><br />XXX<br /><br />ri ti panjara, pakeun maur bangsa urang rampes pakeun beuteung ka pataka.<br /><br />Ini pakeun urang ngajajadikeun budak. Ulah hawara dipitotoh-keun nu ma mo /nu/ bener bitan urang. Kareyaan urang, lamun lengkeng bapa turun ka anak lalaki, lamun lengkeng indung turun ka anak wadon. Lamun pahi ma ti panca ti bumi ngara(n)na buta sumurup ing kali. Hanteu yogya mijodokeur. bocah; bisi kabawa salah. bisi kaparisedek nu ngajadikeun.<br /><br />Samangkana kayatnakeun talatah sang sadu. Saur sang darma pitutur mujarakeun sabda sang rumuhun, tutur twah paka sabda : Namo Siwaya! Nami Budaya! Namo Sidam Jiwa nalipurna!<br /><br />Sang amaca maka suka, sang nurut ma ujar rahayu ngaregep cipta nirmala, yatna sang sewaka drama.<br /><br />Ini kawuwusan siksakandang karesian ngaranya, ja na pustaka-nipun sang ngareungeu pun.<br /><br />Mula nibakeun sastra duk ing teja (di)wasa, huwus ing wulan katiga pun. Ini babar ing pustakanipun: nora catur sagara wulan.mengungkap rahasia melalui sejarahhttp://www.blogger.com/profile/05249020439193419198noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-42771882641267105.post-64357672242849051872012-10-22T01:48:00.003-07:002012-10-22T01:48:57.303-07:00Naskah Carita Parahyangan (Basa Sunda Buhun/Kuna)<b>Naskah Carita Parahyangan (Basa Sunda Buhun/Kuna)</b><br /><br />ASK-PASUNDAN JAYA<br /><br />déh nihan Carita Parahiyangan. Sang Resi Guru mangyuga Rajaputra. Rajaputra miseuweukeun Sang Kandiawan lawan Sang Kandiawati, sida sapilanceukan. Ngangaranan manéh Rahiyangta Déwaraja. Basa lumaku ngarajaresi ngangaranan manéh Rahiyangta ri Medangjati, inya Sang Layuwatang, nya nu nyieun Sanghiyang Watang Ageung. Basana angkat sabumi jadi manik sakurungan, nu miseuweukeun pancaputra; Sang Apatiyan Sang Kusika, Sang Garga Sang Mestri, Sang Purusa, Sang Putanjala inya Sang Mangukuhan, Sang Karungkalah, Sang Katungmaralah, Sang Sandanggreba, Sang Wretikandayun.<br /><br />II<br />Hana paksi Si Uwur-uwur, paksi Si Naragati, nyayang di titrayatra Bagawat Resi Makandria. Dihakan anakna ku salakina. Diseuseul ku éwéna. Carék éwéna, "Papa urang, lamun urang teu dianak, jeueung Bagawat Resi Makandria. Ditapa sotéh papa, ja hanteu dianak." Carék Bagawat Resi Makandria, "Dianak ku waya, ja éwé ogé hanteu." Ti inya carék Bagawat Resi Makandria, "Aing dék leumpang ka Sang Resi Guru, ka Kéndan." Datang siya ka Kéndan. Carék Sang Resi Guru, "Na naha siya Bagawat Resi Makandria, mana siya datang ka dinih?" - "Pun samapun, aya béja kami pun, kami ménta pirabieun pun. Kéna kami kapupulihan ku Paksi Si Uwur-uwur, paksi Si Naragati, papa baruk urang hanteu di na anak." Carék Sang Resi Guru, "Leumpang siya ti heula ka batur siya deui, anaking Pwah Aksari Jabung, leumpang husir Bagawat Resi Makandria, na pideungeuneun satapa, anaking." Leumpang Pwah Rababu, datang ka baturna, teu diaku rabi. Nyeueung inya wedadari geulis, ti inya nyieun manéh Pwah Manjangandara, na Bagawat Resi Makandria nyieun manéh Rakéyan Kebowulan, sida pasanggaman. Carék Sang Resi Guru, "Étén anaking, Pwah Sanghiyang Sri! Leumpang kita ngajadi ka lanceuk siya, ka Pwah Aksari Jabung." Ti inya leumpang Pwah Sanghiyang Sri ngajadi, inya Pwah Bungatak Mangaléngalé.<br /><br /><br />III<br />Carék Sang Mangukuhan, "Nam adiing kalih, urang ngaboro leumpang ka tegal." Sadatang ka tengah tegal, kasampak Pwah Manjangandara deung Rakéyan Kebowulan. Digérékeun ku sang pancaputra; beunangna samaya, asing nu numbak inya ti heula, nu ngeunaan inya, piratueun. Keuna ku tumbak Sang Wretikandayun, Kebowulan jeung Pwah Manjangandara. Lumpat ka patapaanana, datang paéh. Dituturkeun ku Sang Wretikandayun. Pwah Bungatak Mangaléngalé kasondong nginang deung Pwah Manjangandara; ku Sang Wretikandayun dibaan pulang ka Galuh, ka Rahiyangta ri Medangjati.<br /><br />IV<br />Lawasniya adeg ratu lima welas tahun, disilihan ku Sang Wretikandayun di Galuh, mirabi Pwah Bungatak Mangaléngalé. Na Sang Mangukuhan nyieun manéh panghuma; Sang Karungkalah nyieun manéh panggérék, Sang Katungmaralah nyieun manéh panyadap; Sang Sandanggreba nyieun manéh padagang. Ku Sang Wretikandayun diadegkeun Sang Mangukuhan, Rahiyangtang Kulikuli ; sang Karungkalah diadegkeun Rahiyangtang Surawulan ; Sang Katungmaralah diadegkeun Rahiyangtang Pelesawi ; Sang Sandanggreba diadegkeun Rahiyangtang Rawunglangit. Sang Wretikandayun adeg di Galuh. Ti inya lumaku ngarajaresi, ngangaranan manéh Rahiyangta ri Menir. Basana angkat sabumi jadi manik sakurungan, inya nu nyieunna Purbatisti. Lawasniya ratu salapan puluh tahun. Disilihan ku Rahiyangtang Kulikuli, lawasniya ratu dalapan puluh tahun. Disilihan ku Rahiyangtang Sarawulan, lawasniya ratu genep tahun, katujuhna panteg kana goréng twah. Disilihan ku Rahiyangtang Rawunglangit, lawasniya adeg ratu genep puluh tahun.<br /><br />V<br />Disilihan ku Rahiyangtang Mandiminyak. Seuweu Rahiyangta ri Menir, teluan sapilanceukan; anu cikal nya Rahiyang Sempakwaja, adeg Batara Dangiyang Guru di Galunggung; Rahiyangtang Kedul, adeg Batara Hiyang Buyut di Denuh; Rahiyangtang Mandiminyak adeg di Galuh. Carék Sang Resi Guru, "Karunya aing ka Rahiyang Sempakwaja hanteu diboga éwé. Anaking Pwah Rababu! Kita leumpang husir Rahiyang Sempakwaja, kéna inya pideungeuneun siya satapa." Sang Resi ngagisik tipulung jadi jalalang bodas, leumpang ngahusir Rahiyang Sempakwaja, eukeur melit. Carék Rahiyang Sempakwaja, "Na naha jalalang bodas éta ?" Top sumpit. Nya mana dihusir, dék nyumpit inya. Kapanggih Pwah Rababu eukeur mandi di Sanghiyang Talaga Candana. Carék Rahiyang Sempakwaja, "Ti mana kéh, éta nu mandi ?" Éta diléléd sampingna ku sumpit. Beunang diléléd. Aya deungeunna Pwah Aksari kalih, tuluy lalumpatan ka tegal. Pwah Rababu dicokot ku Rahiyang Sempakwaja, dipirabi, dikasiahan na Pwah Rababu. Nya mana diseuweu, inya Rahiyang Purbasora, Rahiyang Demunawan, dwaan sapilanceukan.<br /><br />VI<br />Ngareungeu tatabeuhan humung gumuruh tanpa parungon, tatabeuhan di Galuh. Pulang ka Galuh teter nu ngigel. Sadatang ka buruan ageung, carék Rahiyangtang Mandiminyak, "Sang Apatih, na saha éta?" "Béjana nu ngigel di buruan ageung." "Éta bawa sinjang saparagi, iweu kéh pamalaan aing. Téhér bawa ku kita keudeukeudeu!" Leumpang sang apatih ka buruan ageung, dibaan ka kadatwan na Pwah Rababu. Dipirabi ku Rahiyangtang Mandiminyak, dirabi kasiahan na Pwah rababu. Diseuweu patemuan, dingaranan Sang Salah.<br /><br />VII<br />Carék Rahiyang Sempakwaja, "Rababu leumpang! Ku siya bwatkeun budak éta ka Rahiyangtang Mandiminyak. Anteurkeun patemuan siya Sang Salahtwah." Leumpang Pwah Rababu ka Galuh. "Aing dititah ku Rahiyang Sempakwaja mwatkeun budak éta, beunang siya ngeudeungeudeu aing téh." Carék Rahiyangtang Mandiminyak, "Anak aing tu kita, Sang Salah." Carék Rahiyangtang Mandiminyak, "Sang Apatih, ku siya teundeun kana jambangan. Bawa ka tegal!" Dibawa ku sang apatih ka tegal, sapamungkur sang apatih, ti tegal metu ikang aprama tog ka langit, kabireungeuh ku Rahiyangtang Mandiminyak. "Sang Apatih, husir deui teundeun siya, budak ta!" Dihusir ku sang apatih ka tegal, kasondong hirup. Dibaan ka hareupeun Rahiyangtang Mandiminyak. Dingaranan Sang Sénna.<br /><br />VIII<br />Lawasniya ratu tujuh tahun. Na Rahiyangtang Mandiminyak disilihan ku Sang Séna. Lawasniya ratu tujuh tahun, disilih-jungkat ku Rahiyang Purbasora. Na Sang Séna diintarkeun ka Gunung Marapi, diseuweu Rakéyan Jambri. Ageung sakamantrian, lunga ka Rahiyangtang Kedul, ka Denuh, ménta dibunikeun. Carék Rahiyangtang Kedul, "Putu aing mumul kapangkukan ku siya, sugan siya kanyahoan ku ti Galuh. Leumpang siya husir Sang Wulan, Sang Tumanggal, Sang Pandawa ring Kuningan, deung anak saha tu siya?" Carék Rakéyan Jambri, "Aing anak Rahiyang Sang Séna. Dijungkat, diintarkeun ku Rahiyang Purbasora." "Lamun kitu, mawa boga kami ngasuhan. Ngan mulah mo sambut samaya aing. Moga ulah meunang prangan; lamun siya ngalaga prang ka kami. Ngan siya leumpang maratkeun, husir Tohaan di Sunda." Sadatang ka Tohaan di Sunda, tuluy dipulung minantu ku Tohaan di Sunda. Ti inya ditinggalkeun, ngahusir Rabuyut Sawal. Carék Rabuyut Sawal, "Saha siya?" "Aing pun seuweu Sang Séna. Aing nanyakeun pustaka bawa Rabuyut Sawal. Eusina ma ratuning bala sariwu; pakeun séda, pakeun sakti, paméré Sang Resi Guru." Dibikeun ku Rabuyut Sawal. Ti inya pulang ka Galuh Rakéyan Jambri. Tuluy diprang deung Rahiyang Purbasora. Paéh Rahiyang Purbasora. Lawasniya ratu tujuh tahun. Disilihan ku Rakéyan Jambri, inya Rahiyang Sanjaya.<br /><br />IX<br />Carék Rahiyang Sanjaya, "Sang Apatih, leumpang siya, nanya ka Batara Dangiyang Guru ku piparintaheun urang inih!" Sadatang sang apatih ka Galunggung, carék Batara Dangiyang Guru, "Na naha béja siya, Sang Apatih?" "Pun, kami dititah ku Rahiyang Sanjaya ménta piparintaheun, adi Rahiyang Purbasora." Hanteu dibikeun ku Batara Dangiyang Guru. Carék Batara Dangiyang Guru, "Rahiyang Sanjaya, leumpang nyandogé manéh. Éléhkeun Guruhaji Pagerwesi, éléhkeun Guruhaji Mananggul, éléhkeun Guruhaji Tepus, éléhkeun Guruhaji Balitar. Lunga Rahiyang Sanjaya ; éléhkeun Sang Wulan, Sang Tumanggal, Sang Pandawa ring Kuningan. Nyandogé na kasaktian, kénana ta Sang Wulan, Sang Tumanggal, Sang Pandawa ring Kuningan, hanteu kawisésa Dangiyang Guru. Mana ingéléhkeun, inya sakti." Rahiyang Sanjaya ka Kuningan, tuluy diprang. Éléh Rahiyang Sanjaya. Digérékan, teka ring loh Kuningan, undur Rahiyang Sanjaya. "Dara aing para dinih, digérékan. Éléh pun kami." Ti inya pulang deui ka Galuh, Rahiyang Sanjaya. Sang Wulan, Sang Tumanggal pulang deui ka Arilé. Rahiyang Sanjaya tuluy marék ka Batara Dangiyang Guru. Carék Batara Dangiyang Guru, "Rahiyang Sanjaya, naha béja siya datang ka dinih?" "Aya pun béja kami, pun kami dipiwarang, éléh pun kami, supén pun kami. Kami meunang ku jadi, pun gumanti diboroan ku Sang Wulan, Sang Tumanggal, Sang Pandawa ring Kuningan." Pulang deui Rahiyang Sanjaya ka Galuh.<br /><br />X<br />Carék Sang Wulan, Sang Tumanggal, Sang pandawa ring Kuningan, "Mawa pisajieun leumpang ka Galunggung, widihan sajugala ma, palangka wulung, munding satempahan, bras sapadangan." Sateka siya ka Galunggung, mandeg ring Pakembangan. Kasondong ku Pakembangan, majar ka Batara Dangiyang Guru. Carék Dangiyang Guru, "Naha béja siya ?" "Pun Batara Dangiyang Guru! Aya Sang Wulan, Sang Tumanggal, Sang Pandawa di Kuningan." "Bagéa amat, siya datang ka dinih. Leumpang siya ka Galuh. Ala Rahiyang Sanjaya, mangka mawa pisajieun; widihan sajugala ma, saha palangka wulung, munding satémpahan, kawali wesi, bras sapadangan." Sadatang siya ka Galuh, carék Rahiyang Sanjaya, "Naha béja siya, Pakembangan?" "Kami pun disuruh ku Dangiyang Guru. Rahiyang Sanjaya mangka nu sangkep mawa pisajieun. Aya Sang Wulan, Sang Tumanggal, Sang Pandawa ring Kuningan." Lunga Rahiyang Sanjaya. Téka ri hareupeun Dangiyang Guru, carék Batara Dangiyang Guru, "Rahiyang Sanjaya! Lamun kawisésa ku siya Sang Wulan, Sang Tumanggal, Sang Pandawa ring Kuningan, aing nurut carék siya. Ja beunang ku aing kawisésa, turut carékéng! Ja aing wenang nuduh tan katuduh. Ja aing anak déwata." Sang Wulan, Sang Tumanggal, Sang Pandawa ring Kuningan kawisésa ku Batara Dangiyang Guru. Sang Wulan dijieun Guruhaji Kajaron. Sang Tumanggal dijieun Guruhaji Kalanggara di Balamoha. Sang Puki jadi Guruhaji Pagerwesi. Sang Manisri dijieun Buyuthadén Rahaséa, di Puntang. Buyuthadén Tunjungputih di Kahuripan. Buyuthadén Sumajajah di Pagajahan. Buyuthadén Pasugihan di Batur. Buyuthadén Padurungan di Lembuhuyu. Buyuthadén Darongdong di Balaraja. Buyuthadén Pager gunung di Muntur. Buyuthadén Muladarma di Parahiyangan. Buyuthadén Batutihang di Kuningan.<br /><br />XI<br />Rahiyang Sanjaya kawekasan ring Medang. Ratu ring Galuh, Sang Seuweukarma. Ikang ari ratu Galuh, mananem sarwijagih Dadalem gawey puja, lilir désa, séwabakti ring Batara Upati. Rahiyangtang Wéréh, maka siya dingaran Rahiyangtang Wéréh, masa siya tinggal anak sapilanceukan. Rahiyangtang Kedul wurung ngadeg haji, kena rohang, ja mangka ngaran Rahiyang Sempakwaja. Rahiyangtang Kedul wurung ngadeg ratu kena kemir, ngaran mangadeg Wikuraja. Siya jadi Tohaan di Kuningan, anakna ditapa, tu siya seuweu Rahiyang Sempakwaja. Ujar Rahiyang Sanjaya, "Sama sanak ring aing aki! Lamun kitu ma karah. Ulah anggeus narahan aing aki, sang apatih!" Ujar sang apatih, "Mangka dapet deui urang nyayangan Sanghiyang Darmasiksa, mulah mo déngé!" Carékna patih kalih ka Rahiyang Sanjaya, "Lamun dék jaya prangrang, mangkat ti Galuh!" Prangrang ka Mananggul, éléh sang ratu Mananggul, Pwanala panulak sanjata. Tuluy ka Kahuripan, diprangrang, éléh Kahuripan, na Rahiyangtang Wulukapeu nungkul. Tuluy ka Kadul, diprangrang, éléh Rahiyang Supena, nungkul. Tuluy ka Balitar, diprang, éléh sang ratu Bima. Ti inya Rahiyang Sanjaya nyabrang ka désa Malayu. Diprang di Kemir, éléh Rahiyangtang Gana. Diprang deui ka Keling, éléh Sang Sriwijaya. Diprangrang ka Barus, éléh Ratu Jayadana. Diprang ka Cina, éléh Patih Sarikaladarma. Pulang Rahiyang Sanjaya ka Galuh ti sabrang. Ndéh humeneng.<br /><br />XII<br />Rahiyangtang Kuku, Sang Seuweukarma diArile, diheueumdeungna para patih; gusti winekasan pangajaran kaparamartan. "Nam urang marek, mawa tanggung ka Rahiyang Sanjaya. Mupu omas sakati, gangsal (buhniya), bawaeun urang ka Rahiyang Sanjaya." Ti inya diheueum deui di Galuh deu(ng) para patih kali(h). "Nam, urang nyieun labur di jalan gedé pakeun nyungsung Sang Seuweukarma, ja turut Rahiyangtang Kuku." Sateka ka sisi(m)pang(an) ka Galuh deung ka Galunggung, disungsung, disocaan. Ujar Rahiyangtang Kuku, "Sang apatih, bawa kami marék ka Rahiyang Sanjaya. Ornas sakati, gangsal boéhniya." Ujar sang apatih, "Pun Tohaan! Hanteu dipilarang na omas na beusi ku Rahiyang Sanjaya, hengan huripna urang réa dipilarang." Andéh kahimengan Rabiyangtang Kuku, pulang deui ka Arile. Diheueum deungna para patih kalih. Ujar Rahiyangtang Kuku, "Na naha pakeun urang bakti ka Rahiyang Sanjaya?"<br /><br />XIII<br />Sakitu ménakna, ini tangtu Rahiyang Sempakwaja. Ndéh nihan ta ujar Rahiyangtang Kuku, lunga ka Arile, ngababakan na Kuningan. Kareungeu ku Rahiyangtang Kuku, inya Sang Seuweukarma ngadeg di Kuningan, seuweu Rahiyang Sempakwaja; ramarénana pamarta ngawong rat kabéh. Dayeuh paradayeuh, désa paradésa, nusa paranusa. Ti KeIing bakti ka Rahiyangtang Kuku: Rahiyangtang Luda di Puntang. Rahiyangtang Wulukapeu di Kahuripan. Rahiyangtang Supremana di Wiru. Rahiyang Isora di Jawa. Sang ratu Bima di Bali. Di kulon di Tungtung Sunda nyabrang ka désa Malayu: Rahiyangtang Gana ratu di Kemir. Sang Sriwijaya di Malayu. Sang Wisnujaya di Barus. Sang Brahmasidi di Keling. Patihnira Sang Kandarma di Berawan. Sang Mawuluasu di Cimara-upatah. Sang Pancadana ratu Cina. Pahi kawisésa, kena inya ku Rahiyangtang Kuku. Pahingadegkeun haji sang manitih Saunggalah. Pahi ku Sang Seuweukarma kawisésa, kena mikukuh tapak Dangiyang Kuning. Sangucap ta Rahiyang Sanjaya di Galuh, "Kumaha sang apatih, piparéntaheun urang ?. Hanteu di urang dipikulakadang ku Rahiyangtang Kuku. Sang apatih, leumpang, dugaan ku kita ka Kuningan. Sugan urang dipajar koyo ilu dina kariya, ja urang hanteu dibéré nyahoan, daék lunga." Sang patih teka maring Kuningan, marék ka kadaton, umun bakti ka Rahiyangtang Kuku. Ujar Rahiyangtang Kuku, "Deuh sang apatih, na naha na béja kita, mana kita datang ka dinih?" Ujar sang apatih, "Kami pun dititahan Rahiyangtang Sanjaya. Disuruh ngadugaan ka dinih. Saha nu diwastu dijieun ratu?" Carék Rahiyangtang Kuku, "U sang apatih, yogya aing diwastu dijieun ratu ku na urang réa. Ngan ti Rahiyang Sanjaya ma hanteu nitah ku dék kulakadang deung hamo ka kami, ja bogoh maéhan kulakadang baraya. Ja aing ogé disalahkeun ka Kuningan ku Rahiyang Sempakwaja. Aing beunang Rahiyang Sempakwaja nyalahkeun ka Kuningan ini. Mana aing mo dijaheutan ku Rahiyang Sanjaya." Pulang deui sang apatih ka Galuh. Ditanya ku Rahiyang Sanjaya, "Aki, kumaha carék Rahiyangtang Kuku ka urang?" "Pun Rahiyang Sanjaya! Rahiyangtang Kuku teu meunang tapana. Mikukuh Sanghiyang Darma kalawan Sanghiyang Siksa. Nurut talatah Sang Rumuhun, gawayangkeun awak carita. Boh kéh ku urang turut tanpa tingtimanana. Biyaktakeun ku urang, ja urang sarwa kaputraan, urang deung Tohaan pahi anak déwata. Ndéh inalap pustaka ku Rahiyang Sanjaya. Sadatang inungkab ikang pustaka. Sabdana tangkarah, "Ong awignam astu krétayugi balem raja kretayem rawanem sang tata dosamem, sewa ca kali cab pratesora sang aparanya ratuning déwata sang adata adininig ratu déwata sang sapta ratu na caturyuga." "Dah umangen-angen ta Sang Resi Guru sidem magawéy Sang Kandiawan lawan Sang Kandiawati. Mangkana manak Rahiyangtang Kulikuli, Rahiyangtang Surawulan, Rahiyangtang Pelesawi. Rahiyangtang Rawunglangit, kamiadi Sang Wretikandayun. Sang Wretikandayun mangka manak Rahiyangtang Sempakwaja, Rahiyangtang Mandiminyak. Rahitangtang Mandiminyak mangka manak Sang Séna, Rahiyang Sang Séna mangka manak Rahiyang Sanjaya." Bo geulisan Dobana bawa bahetra piting deupa, bukana bwatan sarwo sanjata. "Urang ka nusa Demba!" Data sira lunga balayar. Kareungeu ku Sang Siwiragati. Dek mwatkeun Pwah Sang kari Pucanghaji Tunjunghaji ditumpakkeun dina liman putih. Dék ngajangjang turut buruan; momogana teka Rahiyangtang Kuku, Sang Seuweukarma ka nusa Demba, tuluy ka kadatwan, calik tukangeun Sang Siwiragati. Rahiyangtang Kuku dihusir ku liman putih, lumpat ka buruan mawa Pwah Sangkari. Hanteu aya pulang deui ka kadatwan liman putih ta, bakti ka Rahiyangtang Kuku. Pulang deui Rahiyangtang Kuku ka Arile, dibawa na liman putih deung Pwah Sangkari. Manguni : "Naha hanteu omas saguri, sapetong, sapaha sapata-payan?" Tuluy ka Galuh ka Rahiyang Sanjaya, hanteu sindang ka Arile. Dibawa na liman putih, dirungkup ku lungsir putih tujuh kayu diwatang ku premata mas mirah komara hinten. Datang siya ti désa Demba, tuluy ka kadatwan. Sateka Rahiyangtang Kuku ring kadaton, mojar ka Rahiyang Sanjaya. naha suka mireungeuh liman putih. Tanyana: "Mana?" "Tuluy dipitutunggangan, diaseukeun Pwah Sangkari ka Rahiyang Sanjaya. Sateka ring dalem hanteu pulang deui. Dah Rahiyang Sanjaya: "Naha tu karémpan? Aing ayeuna kreta, aing deung bapangku, Rahiyangtang Kuku, Sang Seuweukarma. Hanteu ngalancan aing ayeuna. Ajeuna nu tangkarah : "Alas Dangiyang Guru di tengah, alas Rahiyang Isora di wétan paralor Paraga deung Cilotiran, ti kulon Tarum, ka kulon alas Tohaan di Sunda." Dah sedeng pulang Rahiyangtang Kuku ka Arile, sadatang ka Arile panteg hanca di bwana, ya ta sapalayaga dirgadisi lodah. Mojar Rahiyang Sanjaya, ngawarah anaknira Rakéan Panaraban, inya Rahiyang Tamperan: "Haywa dék nurutan agama aing, kena aing mretakutna urang réya." Lawasniya ratu salapan tahun, disiliban ku Rahiyang Tamperan.<br /><br />XV<br />Tembey Sang Resi Guru ngayuga taraju Jawadipa, taraju ma inya Gulunggung, Jawa ma ti wétan. Di pamana Sunda hana pandita sakti, ngaraniya Bagawat Sajalajala, pinejahan tanpa dosa. Mangjanma inya Sang Manarah, anak Rahiyang Tamperan, dwa sapilanceukan denung Rahiyang Banga. Sang Manarah males hutang; Rahiyang Tamperan sinikep deneng anaknira. Ku Sang Manarah dipanjara wesi na Rahiyang Tamperan. Datang Rahiyang Banga, ceurik, teher mawakeun sekul kana panjara wesi, kanyahoan ku Sang Manarah. Tuluy diprangrang deung Rahiyang Banga. Keuna mukana Rahiyang Banga ku Sang Manarah. Ti inya Sang Manarah adeg ratu di Jawa pawwatan. Carék Jawana, Rahiyang Tamperan lawasniya adeg ratu tujuh tahun, kena twah siya bogoh ngarusak nu ditapa, mana siya hanteu heubeul adeg ratu. Sang Manarah, lawasniya adeg ratu dalapanpuluh tahun, kena rampés na agama. Sang Manisri lawas adeg ratu geneppuluh tahun, kena isis di Sanghiyang Siksa. Sang Tariwulan lawasniya ratu tujuh tahun. Sang Welengan lawasniya ratu tujuh tahun.<br /><br />XVI<br />Ndéh nihan tembey Sang Resi Guru miseuweukeun Sang Haliwungan, inya Sang Susuktunggal nu munar na Pakwan reujeung Sanghiyang Haluwesi, nu nyaeuran Sanghiyang Rancamaya. Mijilna ti [42] Sanghiyang Rancamaya : "Ngaran kula ta Sang Udubasu, Sang Pulunggana, Sang Surugana, ratu hiyang banaspati." Sang Susuktunggal inyana nu nyieunna palangka Sriman Sriwacana Sri Baduga Maharajadiraja, ratu haji di Pakwan Pajajaran. Nu mikadatwan Sri – bima -untarayanamadura - suradipati, inyana pakwan Sanghiyang Sri Ratudéwata. Kawekasan Sang Susuktunggal, pawwatanna lemah suksi, lemah hadi, mangka premana raja utama. Lawasniya ratu saratus tahun.<br /><br />XVII<br />Rahiyang Banga lawasnia ratu tujuh tahun, kena twah siya, mo makéyan agama bener. Rakéyanta ri Medang lawasniya adeg ratu tujuh tahun. Rakéyanta Diwus lawasniya ratu opatlikur tahun. Rakéyanta Wuwus lawasniya ratu tujuhpuluhdua tahun. Sang lumahing Hujung Cariang, lawasniya ratu telu tahun, kaopatna panteg kena salah twah, daék ngala éwé sama éwé. Rakéyan Gendang lawaniya ratu telulikur tahun. Déwa Sanghiyang lawasniya ratu tujuh tahun. Prebu Sanghiyang lawasniya ratu sawelas tahun. Prebu Ditiya Maharaja lawasniya ratu tujuh tahun. Sang lumahing Winduraja lawasniya ratu telulikur tahun. Sang lumahing Kreta lawasniya ratu salapanpuluhdua tahun, kena mikukuh na twah rampés, turun na kretayuga. Disiliban deui ku Sang lumahing Winduruja, teu heubeul adeg, lawasniya ratu dalapanwelas tahun. Disilihan deui ku Sang Rakéyan Darmasiksa, pangupatiyan Sanghiyang Wisnu, inya nu nyieun sanghiyang binayapanti, nu ngajadikeun para kabuyutan ti sang rama, ti sang resi, ti sang disri, ti sang tarahan, tina parahiyangan. Ti naha bagina? Ti sang wiku nu ngawakan jati Sunda, mikukuh Sanghiyang Darma ngawakan Sanghiyang Siksa. Lawasniya ratu saratuslimapuluh tahun. Manak Sang lumahing Taman lawasniya ratu genep tahun. Manak deui Sang lumahing Tanjung, lawasnija ratu dalapan tahun. Manak Sang lumahing Kikis, lawasniya ratu dwalikur tahun. Sang lumahing Kiding, lawasniya ratu sapuluh tahun. Manak Aki Kolot, lawasniya ratu sapuluh tahun.<br /><br />XVIII<br />Manak deui Prebu Maharaja, lawasniya ratu tujuh tahun, kena kabawa ku kalawisaya, kabancana ku seuweu dimanten, ngaran Tohaan. Mundut agung dipipanumbasna. Urang réya sangkan nu angkat ka Jawa, mumul nu lakian di Sunda. Pan prangrang di Majapahit. Aya na seuweu Prebu, wangi ngaranna, inyana Prebu Niskalawastu Kancana nu surup di Nusalarang ring giri Wanakusuma. Lawasniya ratu saratusopat tahun, kena rampés na agama, kretajuga. Tandang pa ompong jwa pon, kenana ratu élé h ku satmata. Nurut nu ngasuh Hiyang Bunisora, nu surup ka Gegeromas. Batara Guru di Jampang. Sakitu nu diturut ku nu mawa lemahcai. Batara Guru di Jampang ma, inya nu nyieun ruku Sanghiyang Pak é, basa nu wastu dijieun ratu. Beunang nu pakabrata séwaka ka d éwata. Nu di tiru ogé paké Sanghiyang Indra, ruku ta. Sakitu, sugan aya nu d ék nurutan inya twah nu surup ka Nusalarang. Daé k él éh ku satmata. Mana na kretajuga, él éh ku nu ngasuh. Nya mana sang rama énak mangan, sang resi é nak ngaresisasana, ngawakan na purbatisti, purbajati. Sang disri énak masini ngawakan na manusasasana, ngaduman alas pari-alas. Ku b éét hamo diukih, ku gedé hamo diukih. Nya mana sang Tarahan énak lalayaran ngawakan manu-rajasasana. Sanghiyang apah, teja, bayu, akasa, sangbu énak-énak,ngalungguh di sanghiyang Jagatpalaka. Ngawakan sanghiyang rajasasana, angadeg wiku énak di Sanghiyang Linggawesi, brata siya puja tanpa lum. Sang wiku énak ngadéwasasana ngawakan Sanghiyang Watang Ageung, énak ngadeg manu-rajasuniya. Tohaan di Galuh, inya nu surup di Gunungtiga. Lawasniya ratu tujuh tahun, kena salah twah bogoh ka é stri larangan ti kaluaran.<br /><br />XIX<br />Disilihan ku Prebu, naléndraputra premana, inya Ratu Jayadéwata, sang mwakta ring Rancamaya, lawasniya ratu telu puluh salapan tahun. Purbatisti, purbajati, mana mo kadatangan ku musuh ganal, musuh alit. Suka kreta tang lor, kidul, kulon, wétan, kena kreta rasa. Tan kreta ja lakibi dina urang réya, ja loba di Sanghiyang Siksa.<br /><br />XX<br />Disilihan inya ku Prebu Surawisésa, inya nu surup ka Padaré n, kasuran, kadiran, kuwamén. Prangrang limawelas kali hanteu éléh, ngalakukeun bala sariwu. Prangrang ka Kalapa deung Aria Burah. Prangrang ka Tanjung. Prangrang ka Ancol kiyi. Prangrang ka Wahanten girang. Prangrang ka Simpang. Prangrang ka Gunungbatu. Prangrang ka Saungagung. Prangrang ka Rumbut. Prangrang ka Gunung. Prangrang ka Gunung Banjar. Prangrang ka Padang. Prangrang ka Panggoakan. Prangrang ka Muntur. Prang rang ka Hanum. Prangrang ka Pagerwesi. Prangrang ka Medangkahiyangan. Ti inya nu pulang ka Pakwan deui. hanteu nu nahunan deui, panteg hanca di bwana. Lawasniya ratu opatwelas tahun.<br /><br />XXI<br />Prebu Ratudé wata, inya nu surup ka Sawah-tampian-dalem. Lumaku ngarajaresi. Tapa Pwah Susu. Sumbé lé han niat tinja bresih suci wasah. Disunat ka tukangna, jati Sunda teka. Datang na bancana musuh ganal, tambuh sangkané. Prangrang di burwan ageung. Pejah Tohaan Saréndét deung Tohaan Ratu Sanghiyang. Hana pandita sakti diruksak, pandita di Sumedeng. Sang panadita di Ciranjang pinejahan tanpa dosa, katiban ku tapak kikir. Sang pandita di Jayagiri Iinabuhaken ring sagara. Hana sang pandita sakti hanteu dosana. Munding Rahiyang ngaraniya linabuhaken ring sagara tan keneng pati, hurip muwah, moksa tanpa tinggal raga teka ring duniya. Sinaguhniya ngaraniya Hiyang Kalingan. Nya iyatnajatna sang kawuri, haywa ta sira kabalik pupuasaan. Samangkana ta précinta. Prebu Ratudé wata, lawasniya ratu dalapan tahun, kasalapan panteg hanca dina bwana.<br /><br />XXII<br />Disilihan ku Sang Ratu Saksi Sang Mangabatan ring Tasik, inya nu surup ka Péngpéléngan. Lawasniya ratu dalapan tahun, kenana ratu twahna kabancana ku estri larangan ti kaluaran deung kana ambutéré. Mati-mati wong tanpa dosa, ngarampas tanpa prégé, tan bakti ring wong-atuha, asampé ring sang pandita. Aja tinut dé sang kawuri, polah sang nata. Mangkana Sang Prebu Ratu, carita inya.<br /><br />XXIII<br />Tohaan di Majaya alah prangrang, mangka tan nitih ring kadatwan. Nu ngibuda Sanghiyang Panji, mahayu na kadatwan, dibalay manelah taman mihapitkeun dora larangan. Nu migawe bale-bobot pituweJas jajar, tinulis pinarada warnana cacaritaan.<br /><br />XXIV<br />Hanteu ta yuga dopara kasiksa tikang wong sajagat, kreta ngaraniya. Hanteu nu ngayuga sanghara, kreta, kreta. Dopara luha gumenti tang kali. Sang Nilak éndra wwat ika sangké lamaniya manggirang, lumekas madumdum cereng. Manga nugraha weka, hatina nunda wisayaniya, manurunaken pretapa, putu ri patiriyan. Cai tiningkalan nidra wisaya ning baksa kilang. Wong huma darpa mamangan, tan igar yan tan pepelakan. Lawasniya ratu kampa kalayan pangan, ta tan agama gayan kewaliya mamangan sadirasa nu surup ka sangkan beunghar. Lawasniya ratu genepwelas tahun.<br /><br />XXV<br />Disilihan ku Nusiya Mulia. Lawasniya ratu sadewidasa, tembey datang na prebeda. Bwana alit sumurup ring ganal, metu sanghara ti Selam. Prang ka Rajagaluh, élé h na Rajagaluh. Prang ka Kalapa, él éh na Kalapa. Prang ka Pakwan, prang ka Galuh, prang ka Datar, prang ka Madiri, prang ka Paté gé, prang ka Jawakapala, él éh na JawakapaJa. Prang ka Galé lang. Nyabrang, prang ka Salajo, pahi éléh ku Selam. Kitu, kawisésa ku Demak deung ti Cirebon, pun.<br />***mengungkap rahasia melalui sejarahhttp://www.blogger.com/profile/05249020439193419198noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-42771882641267105.post-56233408290791554732012-10-12T22:31:00.001-07:002012-10-22T01:41:55.983-07:00Cakrabuana, Syarif Hidayatullah, dan Kian Santang; Tiga Tokoh Penyebar Agama Islam di Tanah Pasundan<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>EN-US</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:DontVertAlignCellWithSp/>
<w:DontBreakConstrainedForcedTables/>
<w:DontVertAlignInTxbx/>
<w:Word11KerningPairs/>
<w:CachedColBalance/>
<w:UseFELayout/>
</w:Compatibility>
<w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;}
</style>
<![endif]-->
<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<b><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12.0pt;">Cakrabuana, Syarif
Hidayatullah, dan Kian Santang; Tiga Tokoh Penyebar Agama Islam di Tanah
Pasundan</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Posted on Jumaah, 4
April 2008 by Ki Santri</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Oleh ASEP AHMAD
HIDAYAT</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">BERBICARA tentang
proses masuknya Islam (Islamisasi) di seluruh tanah Pasundan atau tatar Sunda
yang sekarang masuk ke dalam wilayah Provinsi Banten, DKI Jakarta, dan Jawa
Barat, maka mesti berbicara tentang tokoh penyebar dari agama mayoritas yang
dianut suku Sunda tersebut. Menurut sumber sejarah lokal (baik lisan maupun
tulisan) bahwa tokoh utama penyebar Islam awal di tanah Pasundan adalah tiga
orang keturunan raja Pajajaran, yaitu Pangeran Cakrabuana, Syarif Hidayatullah,
dan Prabu Kian Santang.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Sampai saat ini,
masih terdapat sebagian penulis sejarah yang meragukan keberadaan dan peran
dari ketiga tokoh tersebut. Munculnya keraguan itu salah satunya disebabkan
oleh banyaknya nama yang ditujukan kepada mereka. Misalnya, dalam catatan
beberapa penulis sejarah nasional disebutkan bahwa nama Paletehan (Fadhilah
Khan) disamakan dengan Syarif Hidayatullah. Padahal dalam sumber sejarah lokal
(cerita babad), dua nama tersebut merupakan dua nama berbeda dari dua aktor
sejarah dan memiliki peranan serta kedudukan yang berbeda pula dalam proses
penyebaran Islam di tanah Pasundan (dan Nusantara).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Selain faktor yang
telah disebutkan, terdapat juga faktor-faktor lainnya yang mengakibatkan
munculnya keraguan terhadap ketiga tokoh tersebut. Di antaranya seperti kesalahan
pengambilan sumber yang hanya mengambil sumber asing seperti catatan orang
Portugis atau Belanda; atau juga disebabkan sering banyaknya mitos yang
dijumpai para penulis sejarah dalam beberapa sumber lokal. Kondisi<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>seperti ini sangat membingungkan dan meragukan
setiap orang yang ingin mencoba merekonstruksi ketiga tokoh penyebar Islam di
tanah Pasundan tersebut.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Dengan berdasarkan
pada realitas historis semacam itu, maka tulisan ini akan mencoba mengungkap
misteri atau ketidakjelasan kedudukan, fungsi, dan peran ketiga tokoh itu dalam
proses Islamisasi di tanah Pasundan. Dengan demikian diharapkan tulisan ini
dapat memberikan sumbangan berarti terhadap khazanah sejarah kebudayaan
Islam-Sunda yang sampai saat ini dirasakan masih kurang. Selain itu diharapkan
juga dapat memberikan informasi awal bagi para peminat dan peneliti tentang
sejarah Islam di tanah Pasundan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Sumber-sumber Sejarah</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">SEBENARNYA banyak
sumber sejarah yang belum tergali mengenai bagaimana proses penyebaran Islam
(Islamisasi) di tanah Pasundan. Sumber-sumber tersebut berkisar pada sumber
lisan, tulisan, dan artefak (bentuk fisik). Sumber lisan yang terdapat di tanah
Pasundan tersebar dalam cerita rakyat yang berlangsung secara turun temurun,
misalnya tentang cerita “Kian Santang bertemu dengan Sayyidina Ali” atau cerita
tentang “Ngahiang-nya Prabu Siliwangi jadi Maung Bodas” dan lainnya. Begitu
pula sumber lisan (naskah), sampai saat ini msaih banyak yang belum disentuh
oleh para ahli sejarah atau filolog. Naskah-naskah tersebut berada di Museum
Nasional, di Keraton Cirebon Kasepuhan dan Kanoman, Museum Geusan Ulun, dan di
daerah-daerah tertentu di wilayah Jawa Barat dan Banten, seperti di daerah
Garut dan Ciamis. Di antara naskah yang terpenting yang dapat dijadikan rujukan
awal adalah naskah Babad Cirebon, naskah Wangsakerta, Babad Sumedang, dan Babad
Limbangan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Sumber lainnya yang
dapat dijadikan alat bantu untuk mengetahui proses perkembangan Islam di tanah
Pasundan ialah artefak (fisik) seperti keraton, benda-benda pusaka, maqam-maqam
para wali, dan pondok pesantren. Khusus mengenai maqam para wali dan penyebar
Islam di tanah Pasundan adalah termasuk cukup banyak seperti Syeikh Abdul Muhyi
(Tasikmalaya), Sunan Rahmat (Garut), Eyang Papak (Garut), Syeikh Jafar Sidik
(Garut), Sunan Mansyur (Pandeglang), dan Syeikh Qura (Kerawang). Lazimnya di
sekitar area maqam-maqam itu sering ditemukan naskah-naskah yang memiliki
hubungan langsung dengan penyebaran Islam atau dakwah yang telah dilakukan para
wali tersebut, baik berupa ajaran fiqh, tasawuf, ilmu kalam, atau kitab
al-Qur’an yang tulisannya merupakan tulisan tangan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Tokoh Cakrabuana</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">BERDASARKAN sumber
sejarah lokal (seperti Babad Cireboni) bahwa Cakrabuana, Syarif Hidayatullah,
dan Kian Santang merupakan tiga tokoh utama penyebar Islam di seluruh tanah
Pasundan. Ketiganya merupakan keturunan Prabu Sliliwangi (Prabu Jaya Dewata
atau Sribaduga Maha Raja) raja terakhir Pajajaran (Gabungan antara Galuh dan
Sunda). Hubungan keluarga ketiga tokoh tersebut sangatlah dekat. Cakrabuana dan
Kian Santang merupakan adik-kakak. Sedangkan, Syarif Hidayatullah merupakan
keponakan dari Cakrabuana dan Kian Santang. Syarif Hidayatullah sendiri
merupakan anak Nyai Ratu Mas Lara Santang, sang adik Cakrabuana dan kakak
perempuan Kian Santang.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Cakrabuana (atau nama
lain Walangsungsang), Lara Santang, dan Kian Santang merupakan anak Prabu
Siliwangi dan hasil perkawinannya dengan Nyai Subang Larang, seorang puteri Ki
Gede Tapa, penguasa Syah Bandar Karawang. Peristiwa pernikahannya terjadi
ketika Prabu Siliwangi belum menjadi raja Pajajaran; ia masih bergelar Prabu
Jaya Dewata atau Manahrasa dan hanya menjadi raja bawahan di wilayah
Sindangkasih (Majalengka), yaitu salah satu wilayah kekuasaan kerajaan Galuh
Surawisesa (kawali-Ciamis) yang diperintah oleh ayahnya Prabu Dewa Niskala.
Sedangkan kerajaan Sunda-Surawisesa (Pakuan/Bogor) masih dipegang oleh kakak
ayahnya (ua: Sunda) Prabu Susuk Tunggal.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Sebelum menjadi
isteri (permaisuri) Prabu Siliwangi, Nyai Subang Larang telah memeluk Islam dan
menjadi santri (murid) Syeikh Hasanuddin atau Syeikh Quro. Ia adalah putera
Syeikh Yusuf Siddiq, ulama terkenal di negeri Champa (sekarang menjadi bagian
dari Vietnam bagian Selatan). Syeikh Hasanuddin datang ke pulau Jawa (Karawang)
bersama armada ekspedisi Muhammad Cheng Ho (Ma Cheng Ho atau Sam Po Kong) dari
dinasti Ming pada tahun 1405 M. Di karawang ia mendirikan pesantren yang diberi
nama Pondok Quro. Oleh karena itu ia mendapat gelar (laqab) Syeikh Qura. Ajaran
yang dikembangkan oleh Syeikh Qura adalah ajaran Islam Madzhab Hanafiah.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Pondok Quro yang
didirikan oleh Syeikh Hasanuddin tersebut merupakan lembaga pendidikan Islam
(pesantren) pertama di tanah Pasundan. Kemudian setelah itu muncul pondok
pesantren di Amparan Jati daerah Gunung Jati (Syeikh Nurul Jati). Setelah Syeikh
Nurul Jati meninggal dunia, pondok pesantren Amparan Jati dipimpin oleh Syeikh
Datuk Kahfi atau Syeikh Idhopi, seorang ulama asal Arab yang mengembangkan
ajaran Islam madzhab Syafi’iyyah.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Sepeninggal Syeikh
Hasanuddin, penyebaran Islam melalui lembaga pesantren terus dilanjutkan oleh
anak keturunannya, di antaranya adalah Musanuddin atau Lebe Musa atau Lebe Usa,
cicitnya. Dalam sumber lisan, Musanuddin dikenal dengan nama Syeikh Benthong, salah
seorang yang termasuk kelompok wali di pulau Jawa (Yuyus Suherman, 1995:13-14).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Dengan latar belakang
kehidupan keberagamaan ibunya seperti itulah, maka Cakrabuana yang pada waktu
itu bernama Walangsungsang dan adiknya Nyai Lara Santang memiliki niat untuk
menganut agama ibunya daripada agama ayahnya (Sanghiyang) dan keduanya harus
mengambil pilihan untuk tidak tetap tinggal di lingkungan istana. Dalam cerita
Babad Cirebon dikisahkan bahwa Cakrabuana (Walangsungsang) dan Nyai Lara
Santang pernah meminta izin kepada ayahnya, Prabu Jaya Dewata, yang pada saat
itu masih menjadi raja bawahan di Sindangkasih untuk memeluk Islam. Akan
tetapi, Jaya Dewata tidak mengijinkannya. Pangeran Walangsungsang dan Nyai Lara
Santang akhirnya meninggalkan istana untuk berguru menimba pengetahuan Islam.
Selama berkelana mencari ilmu pengetahuan Islam, Walangsungsang menggunakan
nama samaran yaitu Ki Samadullah. Mula-mula ia berguru kepada Syeikh Nurjati di
pesisir laut utara Cirebon. Setelah itu ia bersama adiknya, Nyai Mas Lara
Santang berguru kepada Syeikh Datuk Kahfi (Syeikh Idhopi).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Selain berguru agama
Islam, Walangsungsang bersama Ki Gedeng Alang Alang membuka pemukinan baru bagi
orang-orang yang beragama Islam di daerah pesisir. Pemukiman baru itu dimulai
tanggal 14 Kresna Paksa bukan Caitra tahun 1367 Saka atau bertepatan dengan
tanggal 1 Muharam 849 Hijrah (8 April 1445 M). Kemudian daerah pemukiman baru
itu diberi nama Cirebon (Yuyus Suherman, 1995:14). Penamaan ini diambil dari
kata atau bahasa Sunda, dari kata “cai” (air) dan “rebon” (anak udang, udang
kecil, hurang). Memang pada waktu itu salah satu mata pencaharian penduduk
pemukiman baru itu adalah menangkap udang kecil untuk dijadikan bahan terasi.
Sebagai kepada (kuwu; Sunda) pemukiman baru itu adalah Ki Gedeng Alang Alang,
sedangkan wakilnya dipegang oleh Walangsungsang dengan gelar Pangeran
Cakrabuana atau Cakrabumi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Setelah beberapa
tahun semenjak dibuka, pemukian baru itu (pesisir Cirebon) telah menjadi
kawasan paling ramai dikunjungi oleh berbagai suku bangsa. Tahun 1447 M, jumlah
penduduk pesisir Cirebon berjumlah 348 jiwa, terdiri dari 182 laki-laki dan 164
wanita. Sunda sebanyak 196 orang, Jawa 106 orang, Andalas 16 orang, Semenanjung
4 orang, India 2 orang, Persia 2 orang, Syam (Damaskus) 3 orang, Arab 11 orang,
dan Cina 6 orang. Agama yang dianut seluruh penduduk pesisir Cirebon ini adalah
Islam.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Untuk kepentingan
ibadah dan pengajaran agama Islam, pangeran Cakrabuana (Walangsungsang atau
Cakrabumi, atau Ki Samadullah) kemudian ia mendirikan sebuah masjid yang diberi
nama Sang Tajug Jalagrahan (Jala artinya air; graha artinya rumah), Mesjid ini
merupakan mesjid pertama di tatar Sunda dan didirikan di pesisir laut Cirebon.
Mesjid ini sampai saat ini masih terpelihara dengan nama dialek Cirebon menjadi
mesjid Pejalagrahan. Sudah tentu perubahan nama ini, pada dasarnya berpengaruh
pada reduksitas makna historisnya. Setelah mendirikan pemukiman (padukuhan;
Sunda) baru di pesisir Cirebon, pangeran Cakrabuana dan Nyai Mas Lara Santang
pergi ke tanah suci Mekah untuk menunaikan rukun Islam yang kelima. Ketika di
Mekah, Pangeran Cakrabuana dan Nyai Mas Lara Santang bertemu dengan Syarif
Abdullah, seorang penguasa (sultan) kota Mesir pada waktu itu. Syarif Abdullah
sendiri, secara geneologis, merupakan keturunan Nabi Muhammad Saw. generasi
ke-17.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Dalam pertemuan itu,
Syarif Abdullah merasa tertarik hati atas kecantikan dan keelokan Nyai Mas Lara
Santang. Setelah selesai menunaikan ibadah haji, Pangeran Cakrabuana mendapat
gelar Haji Abdullah Iman, dan Nyai Mas Lara Santang mendapat gelar Hajjah
Syarifah Muda’im. Selanjutnya, Nyai Mas Larasantang dinikahkan oleh Pangeran
Cakrabuana dengan Syarif Abdullah. Di Mekah, Pangeran Walangsungsang menjadi
mukimin selama tiga bulan. Selama tiga bulan itulah, ia belajar tasawuf kepada
haji Bayanullah, seorang ulama yang sudah lama tinggal di Haramain. Selanjutnya
ia pergi ke Baghdad mempelajari fiqh madzhab Hanafi, Syafi’i, Hambali, dan
Maliki.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Selang beberapa waktu
setelah pengeran Cakrabuana kembali ke Cirebon, kakeknya dari pihak ibu yang
bernama Mangkubumi Jumajan Jati atau Ki Gedeng Tapa meninggal dunia di
Singapura (Mertasinga). Yang menjadi pewaris tahta kakeknya itu adalah pangeran
Cakrabuana. Akan tetapi, Pangeran Cakrabuana tidak meneruskan tahta kekuasaan
kakeknya di Singapura (Mertasinga). Ia membawa harta warisannya ke pemukiman
pesisir Cirebon. Dengan modal harta warisan tersebut, pangeran Cakrabuana
membangun sebuah keraton bercorak Islam di Cirebon Pesisir. Keraton tersebut
diberi nama Keraton Pakungwati. Dengan berdirinya Keraton Pakungwati berarti
berdirilah sebuah kerajaan Islam pertama di tatar Sunda Pajajaran. Kerajaan
Islam pertama yang didirikan oleh Pangeran Cakrabuana tersebut diberi nama
Nagara Agung Pakungwati Cirebon atau dalam bahasa Cirebon disebut dengan
sebutan Nagara Gheng Pakungwati Cirebon.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Mendengar berdirinya
kerajaan baru di Cirebon, ayahnya Sri Baduga Maharaja Jaya Dewata (atau Prabu
Suliwangi) merasa senang. Kemudian ia mengutus Tumenggung Jayabaya untuk
melantik (ngistrénan; Sunda) pangeran Cakrabuana menjadi raja Nagara Agung
Pakungwati Cirebon dengan gelar Abhiseka Sri Magana. Dari Prabu Siliwangi ia
juga menerima Pratanda atau gelar keprabuan (kalungguhan kaprabuan) dan
menerima Anarimakna Kacawartyan atau tanda kekuasaan untuk memerintah kerajaan
lokal. Di sini jelaslah bahwa Prabu Siliwangi tidak anti Islam. Ia justeru
bersikap rasika dharmika ring pamekul agami Rasul (adil bijaksana terhadap
orang yang memeluk agama Rasul Muhammad).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Berdasarkan uraian di
atas, maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa yang pertama sukses menyebarkan
agama Islam di tatar Sunda adalah Pangeran Cakrabuana atau Walangsungsang atau
Ki Samadullah atau Haji Abdullah Iman. Ia merupakan Kakak Nyai Mas Lara Santang
dan Kian Santang, dan ketiganya merupakan anak-anak dari Prabu Siliwangi.
Dengan demikian, ia merupakan paman (ua; Sunda) dari Syarif Hidayatullah (Sunan
Gunung Jati). Ia dimakamkan di Gunung Sembung dan makamnya berada luar komplek
pemakaman (panyawéran; Sunda) Sunan Gunung Jati.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Tokoh Kian Santang</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">SEBAGAIMANA halnya
dengan prabu Siliwangi, Kian Santang merupakan salah satu tokoh yang dianggap
misterius. Akan tetapi tokoh ini, dalam cerita lisan dan dunia persilatan
(kependekaran) di wilayah Sunda, terutama di daerah Priangan, sangatlah akrab
dan legendaris dengan pikiran-pikiran orang Sunda. Dalam tradisi persilatan,
Kian Santang terkenal dengan sebutan Gagak Lumayung. Sedangkan nama Kian
Santang sendiri sangat terkenal dalam sejarah dakwah Islam di tatar Sunda
bagian pedalaman.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Sampai saat ini terdapat
beberapa versi mengenai tokoh sejarah yang satu ini. Bahkan tidak jarang ada
juga yang meragukan tentang keberadaan tokoh ini. Alasannya adalah bahwa sumber
sejarah yang akurat faktual dari tokoh ini kurang dapat dibuktikan. Sudah tentu
pendapat semacam ini adalah sangat gegabah dan ceroboh serta terburu-buru dalam
mengambil kesimpulannya. Jika para sejarawan mau jujur dan teliti, banyak
sumber-sumber sejarah yang dapat digunakan bahan penelitian lanjut mengenai
tokoh ini, baik itu berupa sumber sejarah lisan, tulisan, maupun benda-benda
sejarah. Salah satunya adalah patilasan Kian Santang di Godog Garut, atau Makam
Kian Santang yang berada di daerah Depok Pakenjeng Garut. Kalaulah ada hal-hal
yang berbau mitos, maka itu adalah merupakan tugas sejarawan untuk memilahnya,
bukannya memberi generalisir yang membabi buta, seolah-olah dalam seluruh
mitologi tidak ada cerita sejarah yang sebenarnya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Sampai saat ini
terdapat empat sumber sejarah (lisan dan tulisan) yang menceritakan tentang
sepak terjang tokoh Kian Santang yang sangat legendaris itu. Keempat sumber
itu, ialah (1) cerita rakyat, (2) sejarah Godog yang diceritakan secara turun
menurun; (3) P. de Roo de la Faille; dan 4) Babad Cirebon karya P.S.
Sulendraningrat. Terdapat beberapa versi cerita rakyat mengenai perjalanan
dakwah Kian Santang, dikisahkan bahwa Prabu Kian Santang bertanding kekuatan
gaib dengan Sayyidina Ali dan Prabu Kian Santang tidak mampu mencabut tongkat
yang ditancapkan oleh Baginda Ali kecuali sesudah Prabu Kian Santang membaca
kalimat Syahadat.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Di dalam cerita lisan
lainnya, dikisahkan bahwa Prabu Kian Santang adalah putera raja Pajajaran yang
masuk Islam. Ia pergi ke Arab, masuk Islam dan setelah kembali ia memakai nama
Haji Lumajang. Cerita lainnya lagi mengatakan bahwa Prabu Kian Santang mengajar
dan menyebarkan agama Islam di Pajajaran dan mempunyai banyak pengikut; dan
banyak pula putra raja yang masuk Islam; bahwa Prabu Kian Santang diusir dari
keraton dan tidak lagi menganut agama nenek moyangnya dan menghasut raja Pajajaran,
bahwa ia akhirnya pergi ke Campa sewaktu kerajaan Pajajaran runtuh.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Dari cerita rakyat
tersebut terdapat alur logis yang menunjukkan kebenaran adanya tokoh Kian
Santang sebagai salah seorang penyebar agama Islam di tanah Pasundan. Misalnya
alur cerita tentang “Haji Lumajang” atau ia pergi ke Campa ketika kerajaan
Pajajaran runtuh. Atau istilah Pajajaran itu sendiri yang sesuai dengan data
arkeologi dan sumber data yang lainya seperti Babad tanah Cirebon dan lainnya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Adapun mengenai
pertemuannya dengan Sayyidina Ali, boleh jadi nama tersebut bukanlah menantu
Rasulullah yang meninggal pada tahun 661 M, melainkan seorang syekh (guru)
tarekat tertentu atau pengajar tertentu di Mesjid al-Haram. Jika sulit
dibuktikan kebenarannya, maka itulah suatu bumbu dari cerita rakyat; bukan
berarti seluruh cerita itu adalah mitos, tahayul, dan tidak ada buktinya dalam
realitas sejarah manusia Sunda.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Sejalan dengan cerita
rakyat di atas, P. de Roo de la Faille menyebut bahwa Kian Santang sebagai
Pangeran Lumajang Kudratullah atau Sunan Godog. Ia diidentifikasi sebagai salah
seorang penyebar agama Islam di tanah Pasundan. Kesimpulan ini didasarkan pada
bukti-bukti fisik berupa satu buah al-Qur’an yang ada di balubur Limbangan,
sebuah skin (pisau Arab) yang berada di desa Cinunuk (distrik) Wanaraja Garut,
sebuah tongkat yang berada di Darmaraja, dan satu kandaga (kanaga, peti) yang
berada di Godog Karangpawitan Garut.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Dalam sejarah Godog,
Kian Santang disebutnya sebagai orang suci dari Cirebon yang pergi ke Preanger
(Priangan) dan dari pantai utara. Ia membawa sejumlah pengikut agama Islam. Adapun
yang menjadi sahabat Kian Santang setelah mereka masuk Islam dan bersama-sama
menyebarkan Islam, menurut P. de Roo de la Faille, berjumlah 11 orang, yaitu 1)
Saharepen Nagele, 2) Sembah Dora, 3) Sembu Kuwu Kandang Sakti (Sapi), 4)
Penghulu Gusti, 5) Raden Halipah Kandang Haur, 6) Prabu Kasiringanwati atau
Raden Sinom atau Dalem Lebaksiuh, 7) Saharepen Agung, 8 ) Panengah, 9) Santuwan
Suci, 10) Santuwan Suci Maraja, dan 11) Dalem Pangerjaya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Dari seluruh cerita
rakyat tersebut dapat disimpulkan bahwa Kian Santang merupakan salah seorang
putra Pajajaran, yang berasal dari wilayah Cirebon dan merupakan seorang
penyebar agama Islam di Pajajaran. Kesimpulan ini dapat dicocokkan dengan
berita yang disampaikan oleh P.S. Sulendraningrat yang mengatakan bahwa pada
abad ke-13, kerajaan Pajajaran membawahi kerajaan-kerajaan kecil yang
masing-masing diperintah oleh seorang raja. Di antaranya adalah kerajaan
Sindangkasih (Majalengka) yang diperintah oleh Sri Baduga Maharaja (atau Prabu
Jaya Dewata alias Prabu Siliwangi). Pada waktu itu Prabu Jaya Dewata
menginspeksi daerah-daerah kekuasaannya, sampailah ia di Pesantren Qura
Karawang, yang pada waktu itu dipimpin oleh Syeikh Hasanuddin (ulama dari
Campa) keturunan Cina. Di pesantren inilah ia bertemu dengan Subang Larang,
salah seorang santri Syeikh Qura yang kelak dipersunting dan menjadi ibu dari
Pangeran Walangsungsang, Ratu Lara Santang, dan Pangeran Kian Santang.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Berdasarkan uraian di
atas, maka jelaslah bahwa Kian Santang merupakan salah seorang penyebar agama
Islam di tanah Pasundan yang diperkirakan mulai menyiarkan dan menyebarkan
agama Islam pada tahun 1445 di daerah pedalaman. Ia adalah anak dari Prabu Sri
Baduga Maharaja alias Prabu Siliwangi, raja terakhir Pajajaran. Ia berasal dari
wilayah Cirebon (Sindangkasih; Majaengka), yaitu ketika bapaknya masih menjadi
raja bawahan Pajajaran, ia melarikan diri dan menyebarkan Islam di wilayah
Pasundan (Priangan) dan Godog, op groundgebied. Limbangan merupakan pusat
penyebaran agama Islam pertama di Tatar Sunda (khususnya di wilayah Priangan).
Selain di Godog pada waktu itu, sebagian kecil di pantai utara sudah ada yang
menganut Islam sebagai hubungan langsung dnegan para pedagang Arab dan India.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Mula-mula Kian
Santang mengislamkan raja-raja lokal, seperti Raja Galuh Pakuwon yang terletak
di Limbangan, bernama Sunan Pancer (Cipancar) atau Prabu Wijayakusumah
(1525-1575). Raja yang satu ini merupakan putra Sunan Hande Limasenjaya dan
cucu dari Prabu Layangkusumah. Prabu Layangkusumah sendiri adalah putra Prabu
Siliwangi. Dengan demikian Sunan Pancer merupakan buyut Prabu Siliwangi. Kian
Santang menghadiahkan kepada Sunan Pancer satu buah al-Qur;an berkukuran besar
dan sebuak sekin yang bertuliskan lafadz al-Qur’an la ikroha fiddin. Berkat
Sunan Pancer ini Islam dapat berkembang luas di daerah Galuh Pakuwon, sisi
kerajaan terakhir Pajajaran.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Para petinggi dan
raja-raja lokal lainnya yang secara langsung diIslamkan oleh Kian Santang di
antaranya, ialah (1) Santowan Suci Mareja (sahabat Kian Santang yang makamnya
terletak dekat makam Kian Santang); 2) Sunan Sirapuji (Raja Panembong,
Bayongbong), 3) Sunan Batuwangi yang sekarang terletak di kecamatan Singajaya
(ia dihadiahi tombak oleh Kian Santang dan sekarang menjadi pusaka Sukapura dan
ada di Tasikmalaya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Melalui raja-raja
lokal inilah selanjutnya Islam menyebar ke seluruh tanah Priangan. Kemudian
setelah itu Islam disebarkan oleh para penyebar Islam generasi berikutnya,
yaitu para sufi seperti Syeikh Jafar Sidiq (Penganut Syatariah) di Limbangan,
Eyang Papak, Syeikh Fatah Rahmatullah (Tanjung Singguru, Samarang, Garut),
Syeikh Abdul Muhyi (penganut Syatariyah; Pamijahan, Tasikmalaya), dan para
menak dan ulama dari Cirebon dan Mataram seperti Pangeran Santri di Sumedang
dan Arif Muhammad di Cangkuang (Garut).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Tokoh Syarif Hidayatullah</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">SEPERTI telah
diuraikan di atas bahwa ketika selesai menunaikan ibadah haji, Nyi Mas
Larasantang dinikahkan oleh kakaknya (Walangsungsang) dengan Syarif Abdullah,
seorang penguasa kota Mesir dari klan al-Ayyubi dari dinasti Mamluk. Ia adalah putera
dari Nurul Alim atau Ali Burul Alim yang mempunyai dua saudara, yaitu Barkat
Zainal Abidin (buyut Fadhilah Khan, Faletehan) dan Ibrahim Zainal Akbar, yaitu
ayah dari Ali Rahmatullah atau raden Rahmat atau Sunan Ampel (Yuyus Suherman,
1995:14). Nurul Alim, Barkat Zainal Abidin, dan Ibrahim Zainal Akbar merupakan
keturunan Rasulullah saw. Nurul Alim menikah dengan puteri penguasa Mesir (wali
kota), karena itulah Syarif Abdullah (puteranya) menjadi penguasa (wali kota)
Mesir pada masa dinasti Mamluk. Hasil pernikahan antara Syarif Abdullah dengan
Nyi Mas Larasantang melahirkan dua putera yaitu, Syarif Hidayatullah (Sunan
Gunung Jati) yang lahir di Mekkah pada tahun 1448 dan Syarif Nurullah yang
lahir di Mesir.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Syarif Hidayatullah
muda berguru agama kepada beberapa ulama terkenal saat itu. Di antaranya ia
berguru kepada Syeikh Tajuddin al-Kubri di Mekkah dan Syeikh Athaillah, seorang
penganut terekat Sadziliyyah dan pengarang kitab tasawuf, al-Hikam,
masing-masing selama dua tahun. Setelah merasa cukup pengetahuan agamanya, ia
memohon kepada kedua orang tuanya untuk berkunjung kepada kakak ibunya
(Pangeran Cakrabuana) di Cirebon yang pada waktu itu menduduki tahta kerajaan
Islam Pakungwati.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Selama di perjalanan
menujuk kerajaan Islam Pakungwati di Cirebon, Syarif Hidayatullah menyempatkan
diri untuk singgah di beberapa tempat yang dilaluinya. Di Gujarat India, ia
singgah selama tiga bulan dan sempat menyebarkan Islam di tempat itu. Di
Gujarat ia mempunyai murid, yaitu Dipati Keling beserta 98 anak buahnya.
Bersama Dipati Keling dan pengikutnya, ia meneruskan perjalanannya menuju tanah
Jawa. Ia pun sempat singgah di Samudera Pasai dan Banten. Di Pasai ia tinggal
selama dua tahun untuk menyebarkan Islam bersama saudaranya Syeikh Sayyid
Ishak. Di Banten ia sempat berjumpa dengan Sayyid Rakhmatullah (Ali
Rakhmatullah atau Syeikh Rahmat, atau Sunan Ampel) yang sedang giatnya
menyebarkan Islam di sana.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Sesampainya di
Cirebon, Syarif Hidayatullah giat menyebarkan agama Islam bersama Syeikh
Nurjati dan Pangeran Cakrabuana. Ketika itu, Pakungwati masih merupakan wilayah
kerajaan Galuh dengan rajanya adalah Prabu Jaya Dewata, yang tiada lain adalah
kakek dari Syarif Hidayatullah dan ayah dari Nyi Mas Larasantang. Oleh karena
itu, Prabu Jaya Dewata tidak merasa khawatir dengan perkembangan Islam di
Cirebon. Syarif Hidayatullah bahkan diangkat menjadi guru agama Islam di
Cirebon, dan tidak lama kemudian ia pun diangkat semacam “kepala” di Cirebon.
Syarif Hidayatullah giat mengadakan dakwah dan menyebarkan Islam ke arah selatan
menuju dayeuh (puseur kota) Galuh. Prabu Jaya Dewata mulai gelisah, kemudian ia
memindahkan pusat pemerintahannya ke Pakuan Pajajaran yang terletak di wilayah
kerajaan Sunda dengan rajanya Prabu Susuktunggal, yang masih merupakan paman
(ua; Sunda) dari Jaya Dewata. Tetapi karena Pabu Jaya Dewata menikah dengan
Mayang Sunda, puteri Susuk Tunggal, maka perpindahan bobot kerajaan dari Galuh
(Kawali Ciamis) ke Pakuan Pajajaran (Bogor) bahkan mempersatukan kembali
Galuh-Sunda yang pecah pada masa tahta Prabu Dewa Niskala, ayah Prabu Jaya
Dewata. Di Pajajaran, Prabu Jaya Dewata mengganti namanya menjadi Sri Baduga
Maharaja (lihat Didi Suryadi, Babad Limbangan, 1977:46).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Pada tahun 1479,
Pangeran Cakrabuana mengundurkan diri dari tapuk pimpinan kerajaan Pakungwati.
Sebagai penggatinya, maka ditasbihkanlah Syarif Hidayatullah sebagai sultan
Cirebon yang baru. Di bawah pimpinan Syarif Hidayatullah, Pakungwati mengalami
puncak kemajuannya, sehingga atas dukungan dari rakyat Cirebon, Wali Songo, dan
Kerajaan Demak, akhirnya Pakungwati melepaskan diri dari Pajajaran. Sudah
tentu, sikap ini mengundang kemarahan Prabu Jaya Dewata dan berusaha mengambil
alih kembali Cirebon. Namun penyerangan yang dilakukan Prabu Jaya Dewata tidak
berlangsung lama. Dikatakan bahwa Prabu Jaya Dewata mendapatkan nasihat dari
para Purohita (pemimpin agama Hyang) yang menyatakan bahwa tidak pantas terjadi
pertumpahan darah antara kakek dan cucunya. Lagi pula berdirinya Cirebon pada
dasarnya merupakan atas jerih payah putera darah biru Pajajaran, yaitu Pengeran
Cakrabuana.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Pada tanggal 13
Desember 1521 M, Prabu Siliwangi mengundurkan diri dari tahta kerajaan
Pajajaran, untuk selanjutnya menjadi petapa suci sesuai dengan kepercayaan yang
dianutnya. Sebagai penggantinya adalah Pangeran Surawisesa yang dilantik pada
bukan Agustus 1522 M dengan gelar Sanghyang. Pangeran Surawisesa inilah yang
secara resmi melakukan perjanjian kerjasama dengan Portugis yang naskah
perjanjiannya ditandatangani pada 21 Agustus 1522 M, berisi tentang kerjasama
di bidang perdagangan dan pertahanan. Rintisan kerja sama antara Pajajaran dan
Portugis itu telah dirintis sejak Prabu Jaya Dewata masih berkuasa. Peristiwa
tersebut merupakan peristiwa pertama dalam sejarah diplomatik Nusantara, boleh
dikatakan bahwa ia merupakan seorang raja dari Nusantara yang pertama kali
melakukan hubungan diplomatik dengan orang-orang Eropa.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Perjanjian kerjasama
antara Pajajaran dan Portugis itu telah menimbulkan kekhawatiran bagi kerajaan
Demak dan Cirebon. Karena itulah pada tahun 1526 M, Sultan Trenggono dari Demak
mengutus Fadhilah Khan (Fathailah atau Faletehan) ke Cirebon untuk sama-sama
menguasai Sunda Kelapa yang pada waktu itu masih berada dalam kekuasaan
Pajajaran. Strategi ini diambil agar pihak Portugis tidak dapat menduduki
pelabuhan Sunda Kelapa. Tidak berapa lama pad atahun 1527 M Portugis datang ke
Sunda Kelapa untuk mewujudkan cita-cita mendirikan benteng di Muara Kali
Ciliwung daerah bandar Sunda Kelapa. Namun pasukan Portugis dipukul mundur oleh
pasukan Fadhilah Khan yang waktu itu sudah bergelar Pangeran Jayakarta.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Banyak nama yang
dinisbahkan pada Pengeran terakhir ini, yaitu Pengeran Jayakarta, Fatahilah,
Faletehan, Tagaril, dan Ki Bagus Pase. Penisbahan nama terakhir terhadapnya
karena ia berasal dari Samudera Pasai. Ia merupakan menantu Sultan Trenggono
dan Sultan Syarif Hidayatullah. Hal ini karena Faletehan selain menikah dengan
Ratu Pembayun (Demak), ia juga menikah dengan Ratu Ayu atau Siti Winahon,
puteri Syarif Hidayatullah, janda Pati Unus yang gugur di Malaka (Yuyus
Suherman, 1995:17). Dengan menikahi putri Demak dan Cirebon, maka Faletehan
memiliki kedudukan penting di lingkungan keluarga kedua keraton itu. Karena
itulah, ketika Syarif Hidayatullah meninggal pada 19 September 1568 M, maka
Faletehan diangkat menjadi pengganti Syarif Hidayatullah sebagai Sultan di
Cirebon. Peristiwa itu terjadi ketika Pangeran Muhammad Arifin (Pangeran
Pasarean), putra Syarif Hidayatullah, mengundurkan diri dari tahta kerajaan
Islam Cirebon. Muhammad Arifin sendiri lebih memilih menjadi penyebar Islam di
tatar Sunda bagian utara dan sejak itulah ia lebih dikenal dengan nama Pangeran
Pasarean.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Ketika Faletehan naik
tahta di Cirebon ini, saat itu, Jayakarta (Sunda Kelapa) diperintah oleh Ratu
Bagus Angke, putra Muhammad Abdurrahman atau Pangeran Panjunan dari putri
Banten. Namun Faletehan menduduki tahta kerajaan Cirebon dalam waktu yang tidak
lama, yakni hanya berlangsung selama dua tahun, karena ia mangkat pada tahun
1570 M. Ia dimakamkan satu komplek dengan mertuanya, Syarif Hidayatullah, yakni
di Astana Gunung Jati Cirebon. Ia kemudian digantikan oleh Panembahan Ratu.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Khatimah</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">DEMIKIANLAH sekilas
mengenai uraian historis tentang peran Pangeran Cakrabuana, Kian Santang, dan
Syarif Hidayatullah dalam proses penyebaran Islam di tanah Pasundan yang
sekarang menjadi tiga wialyah, yaitu Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten.
Berdasarkan uraian di atas, maka terdapat beberapa kesimpulan dan temuan sementara
yang dapat dijadikan bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Pertama, bahwa orang
yang pertama menyebarkan Islam di daerah pesisir utara Cirebon adalah Pangeran
Walangsungsang atau Adipati Cakrabuana atau Ki Cakrabumi atau Ki Samadullah
atau Syeikh Abdul Iman, yang mendirikan kerajaan pertama Islam Pakungwati. Ia
adalah ua dari Syarif Hdiayatullah.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Kedua, Kian Santang
merupakan anak ketiga dari pasangan Prabu Siliwangi dan Nyi Subang Larang yang
beragama Islam. Ia dilahirkan pada tahun 1425, dua puluh lima tahun sebelum
lahir Sunan Gunung Jati dan Mualana Syarif Hidayatullah. Ia mulai menyebarkan
agama Islam di Godog, Garut pada tahun 1445. Ia adalah penyebar Islam pertama
di pedalaman tatar Sunda. Ia merupakan paman dari Syarif Hidayatullah. Ia
disebutkan berasal dari wilayah Cirebon, tepatnya dari Kerajaan Sindangkasih
(Majalengka).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Ketiga, Syarif
Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati adalah nama tokoh yang berbeda dengan
Faletehan. Keduanya memiliki peran yang berbeda dalam usaha menyebarkan agama
Islam di tanah Pasundan.</span></div>
mengungkap rahasia melalui sejarahhttp://www.blogger.com/profile/05249020439193419198noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-42771882641267105.post-36115841631808551032012-10-12T22:26:00.003-07:002012-10-22T01:43:17.091-07:00Carita Parahiyangan terjemahan sunda kiwari<b>nya kieu Carita Parahiyangan teh.</b><br />
<br />
Sang Resi Guru boga anak Rajaputra.<br />
<br />
Rajaputra boga anak Sang Kandiawan jeung Sang Kandiawati, duaan adi lanceuk.<br />
<br />
Sang Kandiawan teh nyebut dirina Rahiyangta Dewaradja.<br />
<br />
Basa ngajalankeun kahirupan sacara rajaresi, ngalandi dirina Rahiangta di Medangjati,<br />
<br />
oge katelah Sang Lajuwatang, nya mantenna nu nyieun Sanghiang Watangageung.<br />
<br />
Sanggeusna rarabi, nya lahir anak-anakna limaan, mangrupa titisan Sang Kusika, Sang Garga, Sang Mestri, Sang Purusa, Sang Puntandjala, nya eta: Sang Mangukuhan, Sang Karungkalah, sang Katungmaralah, Sang Sandanggreba jeung Sang Wretikandayun.<br />
<br />
II<br />
<br />
Aya manuk ngaranna si Uwur-uwur, oge katelah Si Naragati, nyayang di pangjarahan Bagawat Resi Makandria. Anakna dihakan ku jaluna. Dicarekan ku bikangna.<br />
<br />
Carek bikangna: “Kacida hinana, lamun urang teu boga anak teh. Bireungeuh tuh<br />
<br />
Bagawat Resi Makandria!Tatapa soteh bane bae sangsara da henteu boga anak.”<br />
<br />
Carek Bagawat Resi Makandria: “Kumaha rek boga anak. Da kawin oge henteu.”<br />
<br />
Ti dinya, carek Bagawat Resi Makandria: “Aing dek indit ka Sang Resi Guru, ka<br />
<br />
Kendan.”<br />
<br />
Manehna datang ka Kendan.<br />
<br />
Carek Sang resi Guru: “Na nahaon bejana, hidep Bagawat Resi Makandria, nu matak<br />
<br />
datang ka dieu?” “Pangampura bae; saleresna aya piwartoseun. Dek nyuhunkeun<br />
<br />
pirabieun. Lantaran kawartosan ku manuk si Uwur-uwur, nu nelah oge si Nagaragati.<br />
<br />
Sanggemna kacida hinana, lamun urang teu gaduh anak.”<br />
<br />
Carek Sang resi Guru: “Jig hidep ti heula ka patapan deui. Anaking Pwah Rababu<br />
<br />
geuwat susul Bagawat Resi Makndria. Lantaran nya manehna pijodoeun hidep teh,<br />
<br />
anaking.”<br />
<br />
Pwah Rababu terus nyusul, dating ka patapan Sang Resi Makandria, teu diaku rabi.<br />
<br />
Kabireungeuheun aya widadari geulis, ngarupakeun Pwah Mandjangandara, nya geuwat<br />
<br />
Rasi Makandria ngajadikeun dirina Kebowulan. Terus sanggama.<br />
<br />
Carek Sang Resi Guru: “Enten, anaking Pwah Sanghiang Sri! Jig hidep indit ngajadi ka<br />
<br />
lanceuk hidep, ka Pwah Aksari Jabung.”<br />
<br />
Ti dinya Pwah Sanghiang Sri indit sarta terus nitis, nya lahir Pwah Bungatak<br />
<br />
Mangalengale.<br />
<br />
III<br />
<br />
Carek sang Mangukuhan: “Nam adi-adi sadaya urang moro ka tegalan.”<br />
<br />
Sadatang ka tegalan, kasampak Pwah Manjangandara reujeung Rakean Kebowulan.<br />
<br />
Diudag ku limaan, sarta beunangna pada jangji, yen saha anu pangheulana keuna<br />
<br />
numbakna, nya manehna piratueun.<br />
<br />
Keuna ditumbak ku Sang Wretikandayun, Kebowulan jeung Pwah Manjangandara teh.<br />
<br />
Kebowulan lumpat ka patapan, sadatangna hos bae paeh.<br />
<br />
Ku Sang Wretikandayun dituturkeun, kasampak pwah Bungatak Mangalengale keur<br />
<br />
nyusu ka Pwah Manjangandara.<br />
<br />
Pwah Bungatak Mangalengale teh ku Sang Wretikandayun di bawa mulang ka Galuh, ka<br />
<br />
Rahiangta di Medangjati.<br />
<br />
IV<br />
<br />
Rahiyangan di Medangjati lawasna ngadeg ratu limawelas taun. Diganti ku Sang<br />
<br />
Wretikandayun di Galuh, bari migarwa Pwah ngatak Mangalengale.<br />
<br />
Ari Sang Mangukuhan jadi tukang ngahuma, Sang Karungkalah jadi tukang moro, Sang<br />
<br />
Katungmaralah jadi tukang nyadap sarta Sang Sandanggreba jadi padagang.<br />
<br />
Nya ku Sang Wreti Kandayun Sang Mangukuhan dijungjung jadi Rahiangtung Kulikuli,<br />
<br />
Sang Karungkalah jadi Rahiangtang Surawulan, Sang Katungmaralah jadi Rahiyangtang<br />
<br />
Pelesawi, Sang Sandanggreba jadi Rahiangtang Rawunglangit.<br />
<br />
Sabada Sang Wretikendayun ngadeg ratu di Galuh, nya terus ngajalankeun kahirupan<br />
<br />
sacara rajaresi sarta ngalandi dirina jadi Rahiangta di Menir. Dina waktu bumenbumen,<br />
<br />
harita teh nya nyusun Purbatisti.<br />
<br />
Lawasna jadi ratu salapanpuluh taun. Diganti ku Rahiang Kulikuli, lawasna jadi ratu<br />
<br />
dalapanpuluh taun. Diganti ku Rahiangtang Surawulan, lawasna jadi ratu genep taun,<br />
<br />
katujuhna diturunkeun, lantaran goring lampah. Diganti ku Rahiangtang Pelesawi,<br />
<br />
lawasna jadi ratu saratusdualikur taun, lantaran hade lampah. Diganti ku Rahiangtang<br />
<br />
Rawunglangit, lawasna geneppuluh taun.<br />
<br />
V<br />
<br />
Diganti ku Rahiangtang Mandiminyak.<br />
<br />
Anak Rahiangta di Menir teh aya tiluan, nu cikal nya Rahiang Sempakwaja, ngadeg<br />
<br />
Batara Dangiang Guru di Galunggung; Rahiangtang Kidul, ngadeg Batara Hiang Buyut<br />
<br />
di Denuk; Rahiangtang Mandiminyak ngadeg ratu di Galuh.<br />
<br />
Carek Sang Resi Guru: “Karunya aing ku Rahiang Sempakwaja henteu boga pamajikan.<br />
<br />
Anaking Pwah Rababu! Hidep leumpang ungsi Rahiang Sempakwaja, lantaran aya<br />
<br />
manehna pibatureun hidep tatapa.”<br />
<br />
Sang Resi Guru ngagesek totopong jadi jaralang bodas, nya indit nyampeurkeun<br />
<br />
Rahiang Sempakwaja, nu harita kabeneran keur ngawelit.<br />
<br />
Carek Sanghiang Sempakwaja: “Na naha nya aya jaralang bodas etah?”<br />
<br />
Cop nyokot sumpit, terus diudag rek disumpit. Pwah Rababu kapanggih eukeur mandi<br />
<br />
di talaga Candana.<br />
<br />
Carek Rahiang Sempakwaja: “Ti ma etah nu mandi?” Sampingna dileled ku sumpit,<br />
<br />
beunang. Aya baturna para Pwah Aksari, tuluy lalumpatan ka tegalan.<br />
<br />
Pwah Rababu dibawa ku Rahiang Sempakwaja, dipirabi. Kacida dipikaasihna. Nya lahir<br />
<br />
anakna lalaki duaan, nya eta Rahiang Purbasora jeung Rahiang Demunawan.<br />
<br />
VI<br />
<br />
Barang ngadenge tatabeuhan ngaguruh teu puguh rungukeuneunana, tatabeuhan di<br />
<br />
Galuh, Pwah Rababu terus mulang ka Galuh di dinya teh taya kendatna nu ngigel.<br />
<br />
Sadatangna kaburuan ageung, cek Rahiangtang Mandiminyak: “Patih, na naon eta<br />
<br />
ateh?”<br />
<br />
“Bejana nu ngigel di buruan ageung!”<br />
<br />
“Eta bawa pakean awewe sapangadeg, sina marek ka dieu. Keun tanggungan aing.<br />
<br />
Geuwat bawa sacara paksa!”<br />
<br />
Patih indit ka buruan ageung. Pwah Rababu dibawa ka kadaton. Dipirabi ku<br />
<br />
Rahiangtang Mandiminyak. Kacida bogohna ka Pwah Rababu. Tina sapatemonna, nya<br />
<br />
lahir anak lalaki dingaranan Sang Sena.<br />
<br />
VII<br />
<br />
Carek Rahiang Sempakwaja: “Rababu jig indit. Ku sia bikeun eta budak ka Rahiangtang<br />
<br />
Mandiminyak, hasil jinah sia, Sang Salahlampah.”<br />
<br />
Rababu tuluy leumpang ka Galuh.<br />
<br />
“Aing dititah ku Rahiang Sempakwaja mikeun budak ieu, beunang sia ngagadabah aing<br />
<br />
tea.”<br />
<br />
Carek Rahiangtang Mandiminyak: “Anak aing maneh teh, Sang Salah?”<br />
<br />
Carek Rahiangtang Mandiminyak deui: “Patih ku sia budak teh teundeun kana<br />
<br />
jambangan. Geus kitu bawa kategalan!”<br />
<br />
Dibawa ku patih ka tegalan, Samungkurna patih, ti eta tegalan kaluar kila-kila nepi ka<br />
<br />
awang-awang. Kabireungeuh ku Rahiangtang Mandiminyak.<br />
<br />
“Patih teang deui teundeun sia nu aya budakna tea!”<br />
<br />
Ku patih diteang ka tegalan, kasampak hirup keneh. Terus dibawa ka hareupeun<br />
<br />
Rahiangtang Mandiminyak. Dingaranan Sang Sena.<br />
<br />
VIII<br />
<br />
Lawasna jadi ratu tujuh taun, geus kitu Rahiangtang Mandiminyak diganti ku Sang<br />
<br />
Sena. Lawasna jadi ratu tujuh taun, diganti lantaran dilindih ku Rahiang Purbasora.<br />
<br />
Kajaba ti eta Sang Sena dibuang Gunung Merapi, boga anak Rakean Jambri.<br />
<br />
Sanggeusna manehna sawawa indit ka Rahiangtang Kidul, ka Denuh, menta<br />
<br />
dibunikeun.<br />
<br />
Carek Rahiangtang Kidul: “Putu, aing sangeuk kacicingan ku sia, bisi sia kanyahoan ku<br />
<br />
ti Galuh. Jig ungsi Sang Wulan, Sang Tumanggal jeung Sang Pandawa di Kuningan,<br />
<br />
sarta anak saha sia teh?”<br />
<br />
Carek Rakian Jambri: “Aing anak Sang Sena. Direbut kakawasaanana, dibuang ku<br />
<br />
Rahiang Purbasora.”<br />
<br />
“Lamun kitu aing wajib nulungan. Ngan ulah henteu digugu jangji aing. Muga-muga<br />
<br />
ulah meunang, lamun sia ngalawan perang ka aing. Jeung deui leuwih hade sia indit ka<br />
<br />
tebeh Kulon, jugjug Tohaan di Sunda.”<br />
<br />
Sadatangna ka Tohaan di Sunda, tuluy dipulung minantu ku Tohaan di Sunda. Ti dinya<br />
<br />
ditilar deui da ngajugjug ka Rabuyut Sawal.<br />
<br />
Carek Rabuyut sawal: “Sia teh saha?”<br />
<br />
“Aing anak Sang Sena. Aing nanyakeun pustaka bogana Rabuyut Sawal. Eusina teh,<br />
<br />
‘retuning bala sarewu’, anu ngandung hikmah pikeun jadi ratu sakti, pangwaris Sang<br />
<br />
Resi Guru.”<br />
<br />
Eta pustaka teh terus dibikeun ku Rabuyut sawal. Sanggeus kitu Rakean jambri miang<br />
<br />
ka Galuh.<br />
<br />
Rahiang Purbasora diperangan nepi ka tiwasna. Rahiang Purbasora jadina ratu ngan<br />
<br />
tujuh taun. Diganti ku Rakean Jambri, jujuluk Rahiang Sanjaya.<br />
<br />
IX<br />
<br />
Carek Rahiang Sanjaya: “Patih, indit sia, tanyakeun ka Batara Dangiang Guru, saha<br />
<br />
kituh anu pantes pikeun nyekel pamarentahan di urang ayeuna.”<br />
<br />
Sadatangna patih ka Galunggung, carek Batara Dangiang Guru: “Na aya pibejaeun<br />
<br />
naon, patih?”<br />
<br />
“Pangampura, kami teh diutus ku Rahiang Sanjaya, menta nu bakal marentah, adi<br />
<br />
Rahiang purbasora.”<br />
<br />
Hanteu dibikeun ku Batara dangiang Guru.<br />
<br />
Carek Batara Dangiang Guru: “Rahiang Sanjaya, indit beunangkeun ku sorangan.<br />
<br />
Elehkeun Guruhaji Pagerwesi, elehkeun Wulan, Sang Tumanggal, elehkeun Guruhaji<br />
<br />
Tepus jeung elehkeun Guruhaji Balitar. Jig indit Rahiyang Sanjaya; elehkeun Sang<br />
<br />
Wulan, Sang Tumanggal, Sang Pandawa di Kuningan. Maranehna meunang kasaktian,<br />
<br />
nu ngalantarankeun Sang Wulan, Sang Tumanggal, Sang Pandawa di Kuningan henteu<br />
<br />
kabawah ku dangiang Guru. Lamun kaelehkeun bener maneh sakti.”<br />
<br />
Rahiang Sanjaya tuluy perang ka Kuningan. Eleh Rahiang Sanjaya diubeuber, nepi ka<br />
<br />
walungan Kuningan. Rahiang Sanjaya undur.<br />
<br />
“Teu meunang hanteu aing kudu ngungsi ka dieu, lantaran diudag-udag, kami kasoran.”<br />
<br />
Ti dinya Rahiang Sanjaya mulang deui ka Galuh, Sang Wulan, Sang Tumanggal mulang<br />
<br />
deui ka Arile.<br />
<br />
Rahiang Sanjaya tuluy marek ka Batara Dangiang Guru, Carek Batara Dangiang Guru:<br />
<br />
“Rahiang Sanjaya, naon pibejaeun sia, mana sia datang ka dieu?”<br />
<br />
“Nya eta aya pibejaeun, apan kami dipiwarang, tapi kami eleh. Ti mana kami unggulna,<br />
<br />
anggur kami diuber-uber ku Sang Wulan, Sang Tumanggal jeung Sang Pandawa di<br />
<br />
Kuningan.” Sanggeus kitu Rahiang Sanjaya tuluy mulang ka Galuh.<br />
<br />
X<br />
<br />
Carek Sang Wulan, Sang Tumanggal, sang Pandawa di Kuningan: “Mawa pisajieun,<br />
<br />
urang miang ka Galunggung, pakean lalaki sapangadeg, pangcalikan, munding sarakit<br />
<br />
(?), beas sacukupna pikeun dahar.”<br />
<br />
Sadatang ka Galunggung, eureun di Pakembangan. Kasampak ku (Sang) Pakembangan.<br />
<br />
tuluy popojan ka Batara Dangiang Guru.<br />
<br />
Carek Batara Dangiang Guru: “Aya beja naon?”<br />
<br />
“Pun Batara Dangiang Guru! Aya Sang Wulan, Sang Tumanggal jeung Sang Pandawa di<br />
<br />
Kuningan.”<br />
<br />
“Kacida bagjana sia datang ka dieu. Jung miang ka Galuh. Ondang Rahiang Sanjaya,<br />
<br />
caritakeun, kudu mawa pisajieun, pakean lalaki sapangadeg, pangdiukan wulung,<br />
<br />
munding sarakit (?), kawali beusi jeung beas sacukupna pikeun dahar.”<br />
<br />
Sadatang sia ka Galuh, carek Rahiyang Sanjaya: “Aya pibejaeun naon, sia<br />
<br />
Pakembangan?”<br />
<br />
“Kami teh dititah ku Dangiang Guru. Rahiang Sanjaya supaya mawa pisajieun<br />
<br />
salengkepna. Aya Sang Wulan, Sang Tumanggal jeung Sang Pandawa di Kuningan.”<br />
<br />
Rahiang Sanjaya indit.<br />
<br />
Barang nepi ka hareupeun Dangiang Guru, carek Dangiang Guru: “Rahiang Sanjaya!<br />
<br />
Lamun kaereh ku sia Sang Wulan, Sang Tumanggal jeung Sang Pandawa di Kuningan,<br />
<br />
aing bakal nurut kana sagala ucapan sia. Da beunang ku aing kabawah. Turut kana<br />
<br />
ucapan aing. Da aing wenang ngelehkeun, hanteu kasoran. Da aing anak dewata.”<br />
<br />
Sang Wulan, Sang Tumanggal, Sang Pandawa di Kuningan kabawah ku Batara<br />
<br />
Dangiang Guru.<br />
<br />
Sang Wulan dijenengkeun Guruhaji di Kajaron.<br />
<br />
Sang Tumanggal dijieun Guruhaji Kalanggara di Balamoha.<br />
<br />
Sang Pandawa di Kuningan jadi Guruhaji Lajuwatang.<br />
<br />
Sang Puki jadi Guruhaji di Pagerwesi.<br />
<br />
Sang Manisri dijadikeun Buyuthaden Rahesa di Puntang.<br />
<br />
Buyuthaden Tujungputih di Kahuripan.<br />
<br />
Buyuthaden Sumajajah di Pagajahan.<br />
<br />
Buyuthaden Pasugihan di Batur.<br />
<br />
Buyuthaden Darongdong di Balaraja.<br />
<br />
Buyuthaden Pagergunung di Muntur.<br />
<br />
Buyuthaden Muladarma di Parahiangan.<br />
<br />
Buyuthaden Batuhiang di Kuningan.<br />
<br />
XI<br />
<br />
Rahiyang Sanjaya tumetep di Medang Ratu di Galuh, Sang Seuwakarma.<br />
<br />
Ari adina Ratu Galuh, miara sabaraha hiji anak munding, nyieun padumukan pikeun<br />
<br />
muja. Pindah-pindah tempat, sewabakti ka Batara Upati.<br />
<br />
(Nelah) Rahiang Wereh, nu matak disebut kitu, waktu ditilar, adi lanceuk masih laleutik<br />
<br />
keneh.<br />
<br />
Teu tulus jadi ratu, lantaran (huntuna) rohang, mangkana katelah Rahiang<br />
<br />
Sempakwaja. Rahiyang Kidul oge hanteu bisa jadi ratu sabab burut, nya jadi Wikuraja.<br />
<br />
Sang Seuweukarma jadi Tohaan di Kuningan, lahirna di patapan, enya eta anak Rahiang<br />
<br />
Sempakwaja.<br />
<br />
Cek Rahiang Sanjaya: “Atuh masih pernah dulur aing, aki! Lamun kitu mah karah. Ulah<br />
<br />
weleh mere bantuan ka aing, aki patih!”<br />
<br />
Cek patih: “Muga-muga bae bisa deui urang ngamalkeun Sanghiang Darmasiksa. Ulah<br />
<br />
teu digugu!”<br />
<br />
Omongan para patih ka Rahiang Sanjaya: “Lamun haying unggul perang, geura<br />
<br />
mangkat ti Galuh!” Prang ka Mananggul, eleh sang ratu Mananggul, Pu Anala<br />
<br />
pamanggul juritna. Tuluy ka Kahuripan, diperangan, eleh Kahuripan, Rahiangtang<br />
<br />
Wulukapeu taluk. Tuluy ka Kadul, diperangan eleh Rahiang Supena, taluk. Tuluy ka<br />
<br />
Balitar, diperangan, eleh sang ratu Bima.<br />
<br />
Ti dinya Rahiang Sanjaya nyabrang ka wilayah Malayu. Kemir diperangan, eleh<br />
<br />
Rahiangtang Gana. Perang deui ka Keling, eleh Sang Sriwijaya. Perang ka Barus, eleh<br />
<br />
ratu Jayadana. Perang ka Cina, eleh pati(h) Sarikaladarma.<br />
<br />
Mulang Rahiang Sanjaya ka Galuh ti sabrang.<br />
<br />
Tunda.<br />
<br />
XII<br />
<br />
Rahiangtang Kuku, Sang Seuweukarma di Arile, ngayakeun gempungan jeung para<br />
<br />
patih; raja dicaritakeun hal pangajaran kaparamartaan.<br />
<br />
“Nam urang rek marek, mawa kiriman ka Rahiang Sanjaya. Cokot emas sakati, lima<br />
<br />
boehna, bawaeun urang ka Rahiang Sanjaya.”<br />
<br />
Dina danget eta, oge di Galuh ngayakeun kumpulan jeung para patih sakabeh.<br />
<br />
“Nam urang nyieun labur di jalan gede pakeun ngabageakeun Sang Seuweukarma,<br />
<br />
lantaran enya eta Rahiang Kuku.”<br />
<br />
“Barang datang ka sisimpangan ka Galuh jeung ka Galunggung, dipapag, dihormat<br />
<br />
disayagian cai pikeun sibanyo.”<br />
<br />
Carek Rahiangtang Kuku: “Sang patih, bawa kami marek ka rahiang Sanjaya. Tah emas<br />
<br />
sakati, lima boehna.”<br />
<br />
Carek sang patih: “Pun Tohaan! Boh emas boh beusi henteu diajenan ku Rahiang<br />
<br />
Sanjaya. Nu diajenan teh ngan huripna jalma rea.”<br />
<br />
Rahiangtang Kuku jadi kabingungan. Terus mulang deui ka Arile. Carek Rahiangtang<br />
<br />
Kuku: “Na naon pakeun urang bakti ka Rahiang Sanjaya?”<br />
<br />
XIII<br />
<br />
Sakitu mulyana, ieu tangtu Rahiang Sempakwaja. Ayeuna urang caritakeun<br />
<br />
Rahiangtang Kuku, indit ka Arile, ngababakan di Kuningan.<br />
<br />
Kasohor Rahiangtang Kuku, enya eta Sang Seuweukarma, ngadeg di Kuningan, anakna<br />
<br />
Rahiang Sempakwaja. Indung bapana teh tempat panyaluuhan jalma rea.<br />
<br />
Dayeuh, desa, pulo jeung sakurilingna: ti Keling bakti ka Rahiangtang Kuku;<br />
<br />
Rahiangtang Luda di puntang; Rahiangtang Wulukapeu di Kahuripan; Rahiangtang<br />
<br />
Supremana di Wiru; Rahiang Isora di Jawa sang ratu Bima di Bali (tar); di Kulon di<br />
<br />
Tu(n)tang Sunda nyabrang ka wilayah Malayu. Rahiangtang Gana ratu di Kemir; Sang<br />
<br />
Sriwijaya di Malayu, Sang Wisnujaya di Barus, Sang Bramasidi di Keling. Patihna Sang<br />
<br />
Kandarma di Berawan; Sang Mawuluasu di Camara Upatah; Sang Pa(n)cadana ratu di<br />
<br />
Cina.<br />
<br />
Kabeh kabawah ku Rahiangtang Kuku. Kabeh ngaku ratu ka nu calik di Saunggalah.<br />
<br />
Kabawah ku Sang Seuweukarma, sabab Ngukuhan ajaran Dangiang Kuning.<br />
<br />
Di Galuh Rahiang Sanjaya nanyakeun: “Kumaha sang patih, pilukeun urang? Urang<br />
<br />
hanetu dianggap kulawarga ku Rahiangtang Kuku. Sang patih! Jig indit sidikkeun ku<br />
<br />
sorangan ka Kuningan. Bisa jadi urang dipajarkeun turut campur kana karia, padahal<br />
<br />
urang henteu dibejaan, daek indit.”<br />
<br />
Sang patih nepi ka Kuningan, marek ka kadaton, terus ngabakti ka Rahiangtang Kuku.<br />
<br />
Carek Rahiangtang Kuku: “Oh sang patih!Na naon bejana, mana dating ka dieu?”<br />
<br />
Carek sang patih: “Kami dititah ku Rahiang Sanjaya. Diparentah nyidikkeun ka dieu.<br />
<br />
Saha nu dijungjung, nu dijenengkeun ratu?”<br />
<br />
Carek Rahiang Kuku: “Eh sang patih! Pantesna nya aing dijungjung dijenengkeun ratu<br />
<br />
ku balarea. Ngan ti Rahiang Sanjaya mah henteu diharepkeun, lantaran kulawarga,<br />
<br />
jeung moal ka kami mah, sabab dianggapna resep maehan kulakadang baraya. Malah<br />
<br />
aing ditempatkeun ka Kuningan oge ku Rahiang Sempakwaja. Aing beunang Rahiang<br />
<br />
Sempakwaja nempatkeun ka Kuningan ieu teh.<br />
<br />
Mana aing teyu diganggu ku Rahiang Sanjaya.”<br />
<br />
Sang patih mulang ka Galuh.<br />
<br />
Ditanya ku Rahiang Sanjaya: “Aki, kumaha carek Rahiangtang Kukuka urang?” “Pun,<br />
<br />
Rahiang Sanjaya! Rahiangtang Kuku teh tapana kataekan. Ngagem Sanghiang Darma<br />
<br />
kalawan Sanghiang Siksa. Tumut kana wisik Sang Rumuhun, jadi lulugu dina Hirup<br />
<br />
kumbuh. Kukituna ku urang turut tanpa rasa gigis. Tembongkeun ku urang, da urang<br />
<br />
jeung Tohaan teh saturunan, kabeh ge pada-pada turunan dewata.”<br />
<br />
Geuwat dicokot pustaka ku Rahiang Sanjaya. Barang nepi terus diungkab eta pustaka<br />
<br />
teh. Unina kieu: “Ong awignam astu, kretajugi balam raja kretayem rawanem sang tata<br />
<br />
dosamem, sewa ca kali cab pratesora sang aparanya retuning dewata, sang adata<br />
<br />
adining ratu dewata sang sapta ratu na caturyuga. Sang Resi Guru tipekur di nu suni<br />
<br />
ngayuga Sang Kandiawan jeung Sang Kandiawati. Nya puputra Rahiangtang Kulikuli,<br />
<br />
Rahiangtang Surawulan, Rahiangtang Pelesawi, Rahiangtang Rawunglangit, bungsuna<br />
<br />
Sang wretikandayun.<br />
<br />
Sang Wretikandayun boga anak Rahiang Sempakwaja, Rahiang Kidul, Rahiangtang<br />
<br />
Mandiminyak. Rahiangtang Mandiminyak boga anak Sang Sena, sang Sena boga anak<br />
<br />
Rahiang Sanjaya.”<br />
<br />
Awewe geulis, Dobana mawa parahu, panjangna tujuh deupa, dibagian hareupna<br />
<br />
dimomotan rupa-rupa pakarang.<br />
<br />
“Urang ka nusa Demba!” Nya terus maranehanana balayar.<br />
<br />
Kareungeu ku Sang Siwiragati. Dek ngamuatkeun Pwah Sangkari Pucanghaji<br />
<br />
Tunjunghaji, ditumpakkeun dina gajah putih. Kakara ge leumpang sapanjang buruan.<br />
<br />
Teu disangka-sangka Rahiangtang Kuku, Sang Seuweukarma cunduk ka nusa Demba,<br />
<br />
tuluy ka kadaton, diuk tukangeun Sang Siwiragati.<br />
<br />
Rahiangtang Kuku diudag ku gajah putih, lumpat ka buruan mawa Pwah Sangkari.<br />
<br />
Henteu aya balik deui ka kadaton gajah putih teh, ngawula ka Rahiangtang Kuku.<br />
<br />
Rahiangtang Kuku mulang deui ka Arile, dibawa dina gajah putih jeung Pwah Sangkari.<br />
<br />
Pwah sangkari teh ngomong: “Naha henteu aya emas saguri, sapotong sapaha jeung<br />
<br />
salengkepna papakean?”<br />
<br />
Tuluy bae ka Galuh, ka Rahiang Sanjaya, henteu nyimpang ka Arile. Dibawa na gajah<br />
<br />
putih ditutup ku lungsir putih tujuh kayu diwatangan mas mirah komara inten.<br />
<br />
Barang dating ti nusa Demba, tuluy ka kadaton, sanggeus cunduk, Rahiangtang Kuku<br />
<br />
nyarita ka Rahiang Sanjaya, naha resep mireungeuh gajah putih.<br />
<br />
Tanyana: “Mana?”<br />
<br />
Tuluy gajah putih teh ditumpakan, Pwah Sangkari disanghareupkeun ka Rahiyang<br />
<br />
Sanjaya. Sanggeus nepi ka padaleman, henteu balik deui.<br />
<br />
Carek Rahiang Sanjaya: “Na naon nu jadi karempan teh? Ayeuna aing hayang runtut<br />
<br />
raut. Aing jeung bapa, Rahiang Kuku, Sang Seuweukarma. Ayeuna aing moal ngalawan.<br />
<br />
Ayeuna urang tetepkeun: tanah bagaian Dangiang Guru di tengah, bagian Rangiang<br />
<br />
Isora ti Wetan; jauhna nepi ka kalereun Paraga jeung Cilotiran, ti Kulon Tarum, ka<br />
<br />
Kulon bagian Tohaan di Sunda.”<br />
<br />
Sanggeus Rahiangtang Kuku mulang ka Arile, sadatangna ka Arile, putus hancana di<br />
<br />
dunya, hilang dina umur nu kacida kolotna.<br />
<br />
Rahiang Sanjaya sasauran, ngawulang anakna, Rakean Panaraban, enya eta Rahiang<br />
<br />
Tamperan: “Ulah arek nurutan agama aing, lantaran eta aing dipikasieun ku jalma rea.”<br />
<br />
Lilana jadi ratu salapan taun, diganti ku Rahiang Tamperan.<br />
<br />
XV<br />
<br />
Mimiti Sang Resi Guru ngawangun kuta pulo Jawa, kutana teh nyaeta Galunggung, ti<br />
<br />
wetana Jawa.<br />
<br />
Di wates Sunda, aya pandita sakti, dipateni tanpa dosa, ngaranna Bagawal Sajalajala.<br />
<br />
Atma pandita teh nitis, nya jadi Sang Manarah. Anakna Rahiang Tamperan duaan jeung<br />
<br />
dulurna Rahiang Banga.<br />
<br />
Sang manarah males pati.<br />
<br />
Rahiang Tamperan ditangkep ku anakna, ku Sang Manarah. Dipanjara beusi Rahiang<br />
<br />
Tamperan teh.<br />
<br />
Rahiang Banga datang bari ceurik, sarta mawa sangu kana panjara beusi tea.<br />
<br />
Kanyahoan ku Sang Manarah, tuluy gelut jeung Rahiang Banga. Keuna beungeutna<br />
<br />
Rahiang Banga ku Sang Manarah.<br />
<br />
Ti dinya Sang Manarah ngadeg ratu di Jawa, mangrupa persembahan.<br />
<br />
Nurutkeun carita Jawa, Rahiang Tamperan lilana ngadeg raja tujuh taun, lantaran<br />
<br />
polahna resep ngarusak nu tapa, mana teu lana nyekel kakawasaanana oge.<br />
<br />
Sang Manarah, lilana jadi ratu dalapanpuluh taun, lantaran tabeatna hade.<br />
<br />
Sang Manisri lilana jadi ratu geneppuluh taun, lantaran pengkuh ngagem Sanghiang<br />
<br />
Siksa.<br />
<br />
Sang Tariwulan lawasna jadi ratu tujuh taun.<br />
<br />
Sang Welengan lawasna jadi ratu tujuh taun.<br />
<br />
XVI<br />
<br />
Enya kieu, mimiti Sang Resi Guru boga anak Sang Haliwungan, nya eta Sang<br />
<br />
Susuktunggal nu ngomean pakwan reujeung Sanghiang Haluwesi, nu nyaeuran<br />
<br />
Sanghiang Rancamaya.<br />
<br />
Tina Sanghiang Rancamaya aya nu kaluar.<br />
<br />
“Ngaran kula Sang Udubasu, Sang Pulunggana, Sang Surugana, ratu hiang banaspati.”<br />
<br />
Sang Susuktunggal, enya eta nu nyieun pangcalikan Sriman Sriwacana Sri Baduga<br />
<br />
Maharajadiraja, ratu pakwan Pajajaran. Nu kagungan kadaton Sri bima-untarayana<br />
<br />
madura-suradipati, nya eta pakwan Sanghiang Sri Ratudewata.<br />
<br />
Titinggal Sang Susuktunggal, anu diwariskeunana tanah suci, tanah hade, minangka<br />
<br />
bukti raja utama.<br />
<br />
Lilana ngadeg ratu saratus taun.<br />
<br />
XVII<br />
<br />
Rahiang Banga lawasna ngadeg ratu tujuh taun, lantaran polahna hanteu didasarkeun<br />
<br />
kana adat kabiasaan anu bener.<br />
<br />
Rakean di Medang lilana ngadeg ratu tujuh taun.<br />
<br />
Rakeanta Diwus lilana jadi ratu opatlikur taun.<br />
<br />
Rakeanta Wuwus lilana jadi ratu tujuhpuluh dua taun.<br />
<br />
Nu hilang di Hujung Cariang lilana jadi ratu taun, kaopatna teu cucud, lantaran salah<br />
<br />
lampah, daek ngala awewe ku awewe.<br />
<br />
Rakean Gendang lilana jadi ratu tilulikur taun.<br />
<br />
Dewa Sanghiang lilana jadi ratu tujuh taun.<br />
<br />
Prebu Sanghiang lilana jadi ratu sawelas taun.<br />
<br />
Prebu Datia Maharaja lilana jadi ratu tujuh taun.<br />
<br />
Nu hilang di winduraja lilana jadi ratu tilulikur taun.<br />
<br />
Nu hilang di Kreta lawasna jadi ratu salapanpuluhdua taun, lantaran ngukuhan kana<br />
<br />
lampah anu hade, ngadatangkeun gemah ripah.<br />
<br />
Diganti deui ku nu hilang di Winduraja, henteu lila ngadegna ratu ngan dalapanwelas<br />
<br />
taun.<br />
<br />
Diganti ku Sang Rakean Darmasiksa, titisan Sanghiang Wisnu, nya eta nu ngawangun<br />
<br />
sanghiang binajapanti.<br />
<br />
Nu ngajadikeun para kabuyutan ti sang rama, ti sang resi, ti sang disri, ti sang tarahan<br />
<br />
tina parahiangan.<br />
<br />
“Tina naon berkahna?” Ti sang wiku nu mibanda Sunda pituin, mituhu Sanghiang<br />
<br />
Darma, ngamalkeun Sanghiang Siksa.<br />
<br />
Boga anak nu hilang di Taman, lawasna jadi ratu genep taun.<br />
<br />
Boga anak deui nu hilang di Tanjung, lilana jadi ratu dalapan taun.<br />
<br />
Boga anak nu hilang di Kikis, lilana jadi ratu dualikur taun.<br />
<br />
Nu hilang di Kiding, lilana jadi<br />
<br />
ratu tujuh taun.<br />
<br />
Boga anak Aki Kolot, lilana jadi ratu sapuluh taun.<br />
<br />
XVIII<br />
<br />
Boga anak, Prebu Maharaja, lawasna jadi ratu tujuh taun, lantaran keuna ku musibat,<br />
<br />
Kabawa cilaka ku anakna, ngaran Tohaan, menta gede pameulina.<br />
<br />
Urang rea asalna indit ka Jawa, da embung boga salaki di Sunda. Heug wae perang di<br />
<br />
Majapahit.<br />
<br />
Aya deui putra Prebu, kasohor ngaranna, nya eta Prebu Niskalawastu kancana, nu tilem<br />
<br />
di Nusalarang gunung Wanakusuma. Lawasna jadi ratu saratus opat taun, lantaran hade<br />
<br />
ngajalankeun agama, nagara gemah ripah.<br />
<br />
Sanajan umurna ngora keneh, tingkah lakuna seperti nu geus rea luangna, lantaran ratu<br />
<br />
eleh ku satmata, nurut ka nu ngasuh, Hiang Bunisora, nu hilang di Gegeromas. Batara<br />
<br />
Guru di Jampang.<br />
<br />
Sakitu nu diturut ku nu ngereh lemah cai.<br />
<br />
Batara guru di Jampang teh, nya eta nyieun makuta Sanghiang Pake, waktu nu boga hak<br />
<br />
diangkat jadi ratu.<br />
<br />
Beunang kuru cileuh kentel peujit ngabakti ka dewata. Nu dituladna oge makuta<br />
<br />
anggoan Sahiang Indra. Sakitu, sugan aya nu dek nurutan. Enya eta lampah nu hilang<br />
<br />
ka Nusalarang, daek eleh ku satmata. Mana dina jaman eta mah daek eleh ku nu<br />
<br />
ngasuh.<br />
<br />
Mana sesepuh kampung ngeunah dahar, sang resi tengtrem dina ngajalankeun<br />
<br />
palaturan karesianana ngamalkeun purbatisti purbajati 35). Dukun-dukun kalawan<br />
<br />
tengtrem ngayakeun perjangjian-perjangjian make aturan anu patali jeung kahirupan,<br />
<br />
ngabagi-bagi leuweung jeung sakurilingna, ku nu leutik boh kunu ngede moal aya<br />
<br />
karewelanana, para bajo ngarasa aman lalayaran nurutkeun palaturan ratu.<br />
<br />
Cai, cahaya, angin, langit, taneuh ngarasa senang aya dina genggaman pangayom jagat.<br />
<br />
Ngukuhan angger-angger raja 36), ngadeg di sanghiang linggawesi, puasa, muja taya<br />
<br />
wates wangenna.<br />
<br />
Sang Wiku kalawan ajen ngajalankeun angger-angger dewa, ngamalkeun sanghiang<br />
<br />
Watangageung. Ku lantaran kayakinan ngecagkeun kalungguhanana teh.<br />
<br />
Diganti ku Tohaan Galuh, enya eta nu hilang di Gunung tiga. Lawasna jadi ratu tujuh<br />
<br />
taun, lantaran salah tindak bogoh ka awewe larangan ti kaluaran.<br />
<br />
XIX<br />
<br />
Diganti ku Prebu, putra raja pituin, nya eta Sang Ratu Rajadewata, nu hilang di<br />
<br />
Rancamaya, lilana jadi ratu tilupuluhsalapan taun.<br />
<br />
Ku lantaran ngajalankeun pamarentahanana ngukuhan purbatisti purbajati, mana<br />
<br />
henteu kadatangan boh ku musuh badag, boh ku musuh lemes. Tengtrem ayem Beulah<br />
<br />
Kaler, Kidul, Kulon jeung Wetan, lantaran rasa aman.<br />
<br />
Teu ngarasa aman soteh mun lakirabi dikalangan jalma rea, di lantarankeun ku<br />
<br />
ngalanggar Sanghiang Siksa.<br />
<br />
XX<br />
<br />
Diganti enya eta ku Prebu Surawisesa, anu hilang di Padaren, Ratu gagah perkosa, teguh<br />
<br />
jeung gede wawanen.<br />
<br />
Perang limawelas kali henteu eleh. Dina ngajalankeun peperangan teh kakuatan<br />
<br />
baladna aya sarewu jiwa.<br />
<br />
Perang ka Kalapa jeung Aria Burah. Perang ka Tanjung. Perang ka Ancol kiyi. Perang ka<br />
<br />
Wahanten Girang. Perang ka Simpang. Perang ka Gunungbatu. Perang ka Saungagung.<br />
<br />
Perang ka Rumbut. Perang ka Gunungbanjar. Perang ka Padang. Perang ka Pagoakan.<br />
<br />
Perang ka Muntur. Perang ka Hanum. Perang ka Pagerwesi. Perang ka<br />
<br />
Madangkahiangan.<br />
<br />
Ti dinya mulang ka pakwan deui. Hanteu naunan deui. Ratu tilar dunya. Lawasna jadi<br />
<br />
ratu opatwelas taun.<br />
<br />
XXI<br />
<br />
Prabu Ratudeawata, enya eta nu hilang kasawah-tampian-dalem.<br />
<br />
Ngajalankeun kahirupan saperti rajaresi. Tanpa Pwah Susu.<br />
<br />
Disunatan, maksudna supaya bersih, suci tina kokotor ari dikumbah, disunat ku<br />
<br />
tukangna, pituin Sunda eta teh.<br />
<br />
Datang huru-hara, musuh loba teu kanyahoan ti mana asalna. Perang di buruan ageung.<br />
<br />
Tohaan Sarendet jeung Tohaan Ratu Sanghiang kasambut.<br />
<br />
Aya pandita sakti dianiaya, pandita di sumedang. Sang pandita di Ciranjang dipaehan<br />
<br />
tanpa dosa, katiban ku tapak kikir. Sang pandita di Jayagiri digubruskeun ka sagara.<br />
<br />
Aya pandita sakti taya dosana. Munding Rahiang ngaranna, digubruskeun ka sagara,<br />
<br />
henteu paeh, hirup keneh, ngilang tanpa ninggalkeun ragana di dunya. Katelah<br />
<br />
ngaranna Hiang Kalinganja. Ku lantaran eta masing iatna anu masih tinggal di belakang<br />
<br />
kali, ulah arek hirup api-api pupuasaan. Tah kitu kaayaan jaman susah teh.<br />
<br />
Prebu ratudewata, lilana jadi dalapan taun, kasalapanna tilar dunya.<br />
<br />
XXII<br />
<br />
Diganti ku Sang Ratusakti Sang Mangabatan di Tasik. Enya eta anu hilang ka<br />
<br />
Pengpelengan. Lilana jadi ratu dalapan taun, lantaran ratu lampahna cilaka ku awewe.<br />
<br />
Larangan ti kaluaran jeung ku indungtere. Mindeng maehan jalma tanpa dosa,<br />
<br />
ngarampas tanpa rasrasan, hanteu hormat ka kolot, ngahina pandita.<br />
<br />
Ulah diturut ku nu pandeuri, lampah ratu kitu mah. Tah kitu riwayat sang ratu teh.<br />
<br />
XXIII<br />
<br />
Tohaan di Majaya eleh perang, lantaran kitu hanteu cicing di kadaton. Manehna nu<br />
<br />
nyipta sanghiang Panji, ngendahan kadaton, dibalaj diatur mirupa taman mihapitkeun<br />
<br />
panto larangan. Nu ngawangun bale bobot tujuhwelas jajar, diukir diparada<br />
<br />
diwujudkeun rupa-rupa carita.<br />
<br />
XXIV<br />
<br />
Dina jaman jalma sajagat hanteu ngalaman kajahatan disebutna jaman kreta.<br />
<br />
Henteu aya nu ngajadikeun ancurna jagat.<br />
<br />
Dina jaman dopara, jaman parunggu, saterusna diganti ka jaman kali, jaman beusi,<br />
<br />
Sang Nilakendra, dilantarankeun lila teuing dina kasenangan, ngumbar hawa napsu.<br />
<br />
Bogana anak, kana hatena geus kaancikan ku rekadaya, nya nurunkeun pertapa, incu<br />
<br />
pateterean.<br />
<br />
Inuman keras dianggapna saperti cai wujudna godaan napsu. Jelema nu ngahuma<br />
<br />
rewog baranghakan, teu gumbira lamun teu pepelakan. Lila ratu ngalajur napsu dina<br />
<br />
barang dahar, teu nurutkeun adat kabiasaan, enggoning ngumbar kasenangan borakborak<br />
<br />
da nganggap saluyu jeung kabeungharanana.<br />
<br />
Lilana jadi ratu genepwelas taun.<br />
<br />
XXV<br />
<br />
Diganti ku Nusia Mulya. Lilana jadi ratu duawelas (!) taun. Mimiti datangna perobahan.<br />
<br />
Buana lemes nyusup ka nu kasar, timbul karusakan ti Islam.<br />
<br />
Perang ka Rajagaluh, eleh Rajagaluh. Perang ka Kalapa eleh Kalapa. Perang ka Pakwan,<br />
<br />
perang ka Galuh, perang ka Datar. Perang ka Ma(n)diri, perang ka Patege, perang ka<br />
<br />
Jawakapala, eleh Jawakapala. Perang ka Gegelang. Meuntas perang ka Salajo; kabeh<br />
<br />
eleh ku urang Islam.<br />
<br />
Kitu nu matak kabawah ka Demak jeung ti Cirebon.<br />
<br />
Dicutat tina<br />
<br />
Atja (1968) Carita Parahiyangan: Naskah Titilar Karuhun Urang Sunda. Bandung:mengungkap rahasia melalui sejarahhttp://www.blogger.com/profile/05249020439193419198noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-42771882641267105.post-46245076606272520472012-10-12T22:05:00.001-07:002012-10-22T01:45:07.541-07:00PRABU SILIWANGI<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>EN-US</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:DontVertAlignCellWithSp/>
<w:DontBreakConstrainedForcedTables/>
<w:DontVertAlignInTxbx/>
<w:Word11KerningPairs/>
<w:CachedColBalance/>
<w:UseFELayout/>
</w:Compatibility>
<w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;}
</style>
<![endif]-->
<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<b><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12.0pt;">PRABU SILIWANGI</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Dengan gelar Sri
Baduga Maharaja (Ratu Jayadewata) mengawali pemerintahan zaman Pajajaran, yang
memerintah selama 39 tahun (1482-1521). Pada masa inilah Pakuan mencapai puncak
perkembangannya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Dalam prasasti
Batutulis diberitakan bahwa Sri Baduga dinobatkan dua kali, yaitu yang pertama
ketika Jayadewata menerima Galuh dari ayahnya (Prabu Dewa Niskala) yang
kemudian bergelar Prabu Guru Dewapranata. Yang kedua ketika ia menerima Tahta
Kerajaan Sunda dari mertuanya, Susuktunggal. Dengan peristiwa ini, ia menjadi
penguasa Sunda-Galuh dan dinobatkan dengar gelar Sri Baduga Maharaja Ratu Haji
di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata. Jadi sekali lagi dan untuk terakhir
kalinya, setelah "sepi" selama 149 tahun, Jawa Barat kembali
menyaksikan iring-iringan rombongan raja yang berpindah tempat dari timur ke
barat. Untuk menuliskan situasi kepindahan keluarga kerajaan dapat dilihat pada
Pindahnya Ratu Pajajaran</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Prabu Siliwangi</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Di Jawa Barat Sri
Baduga ini lebih dikenal dengan nama Prabu Siliwangi. Nama Siliwangi sudah
tercatat dalam Kropak 630 sebagai lakon pantun. Naskah itu ditulis tahun 1518
ketika Sri Baduga masih hidup. Lakon Prabu Siliwangi dalam berbagai versinya
berintikan kisah tokoh ini menjadi raja di Pakuan. Peristiwa itu dari segi
sejarah berarti saat Sri Baduga mempunyai kekuasaan yang sama besarnya dengan
Wastu Kancana (kakeknya) alias Prabu Wangi (menurut pandangan para pujangga
Sunda).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Menurut tradisi lama.
orang segan atau tidak boleh menyebut gelar raja yang sesungguhnya, maka juru
pantun mempopulerkan sebutan Siliwangi. Dengan nama itulah ia dikenal dalam
literatur Sunda. Wangsakerta pun mengungkapkan bahwa Siliwangi bukan nama
pribadi, ia menulis:</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">"Kawalya ta
wwang Sunda lawan ika wwang Carbon mwang sakweh ira wwang Jawa Kulwan anyebuta
Prabhu Siliwangi raja Pajajaran. Dadyeka dudu ngaran swaraga nira".</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Indonesia: Hanya
orang Sunda dan orang Cirebon serta semua orang Jawa Barat yang menyebut Prabu
Siliwangi raja Pajajaran. Jadi nama itu bukan nama pribadinya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Biografi</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Masa muda</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Waktu mudanya Sri
Baduga terkenal sebagai kesatria pemberani dan tangkas bahkan satu-satunya yang
pernah mengalahkan Ratu Japura (Amuk Murugul) waktu bersaing memperbutkan
Subanglarang (istri kedua Prabu Siliwangi yang beragama Islam). Dalam berbagai
hal, orang sejamannya teringat kepada kebesaran mendiang buyutnya (Prabu
Maharaja Lingga Buana) yang gugur di Bubat yang digelari Prabu Wangi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Tentang hal itu,
Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara II/2 mengungkapkan bahwa orang Sunda
menganggap Sri Baduga sebagai pengganti Prabu Wangi, sebagai silih yang telah
hilang. Naskahnya berisi sebagai berikut (artinya saja):</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">"Di medan perang
Bubat ia banyak membinasakan musuhnya karena Prabu Maharaja sangat menguasai
ilmu senjata dan mahir berperang, tidak mau negaranya diperintah dan dijajah
orang lain.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Ia berani menghadapi
pasukan besar Majapahit yang dipimpin oleh sang Patih Gajah Mada yang jumlahnya
tidak terhitung. Oleh karena itu, ia bersama semua pengiringnya gugur tidak tersisa.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Ia senantiasa
mengharapkan kemakmuran dan kesejahteraan hidup rakyatnya di seluruh bumi Jawa
Barat. Kemashurannya sampai kepada beberapa negara di pulau-pulau Dwipantara
atau Nusantara namanya yang lain. Kemashuran Sang Prabu Maharaja membangkitkan
(rasa bangga kepada) keluarga, menteri-menteri kerajaan, angkatan perang dan
rakyat Jawa Barat. Oleh karena itu nama Prabu Maharaja mewangi. Selanjutnya ia
di sebut Prabu Wangi. Dan keturunannya lalu disebut dengan nama Prabu
Siliwangi. Demikianlah menurut penuturan orang Sunda".</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Perang Bubat</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Kesenjangan antara
pendapat orang Sunda dengan kenyataan sejarah seperti yang diungkapkan di atas
mudah dijajagi. Pangeran Wangsakerta, penanggung jawab penyusunan Sejarah
Nusantara, menganggap bahwa tokoh Prabu Wangi adalah Maharaja Linggabuana yang
gugur di Bubat, sedangkan penggantinya ("silih"nya) bukan Sri Baduga
melainkan Wastu Kancana (kakek Sri Baduga, yang menurut naskah Wastu Kancana
disebut juga Prabu Wangisutah).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Nah, orang Sunda
tidak memperhatikan perbedaan ini sehingga menganggap Prabu Siliwangi sebagai
putera Wastu Kancana (Prabu Anggalarang). Tetapi dalam Carita Parahiyangan
disebutkan bahwa Niskala Wastu Kancana itu adalah "seuweu" Prabu
Wangi. Mengapa Dewa Niskala (ayah Sri Baduga) dilewat? Ini disebabkan Dewa
Niskala hanya menjadi penguasa Galuh. Dalam hubungan ini tokoh Sri Baduga
memang penerus "langsung" dari Wastu Kancana. Menurut Pustaka
Rajyarajya I Bhumi Nusantara II/4, ayah dan mertua Sri Baduga (Dewa Niskala dan
Susuktunggal) hanya bergelar Prabu, sedangkan Jayadewata bergelar Maharaja
(sama seperti kakeknya Wastu Kancana sebagai penguasa Sunda-Galuh).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Dengan demikian,
seperti diutarakan Amir Sutaarga (1965), Sri Baduga itu dianggap sebagai
"silih" (pengganti) Prabu Wangi Wastu Kancana (oleh Pangeran
Wangsakerta disebut Prabu Wangisutah). "Silih" dalam pengertian
kekuasaan ini oleh para pujangga babad yang kemudian ditanggapi sebagai
pergantian generasi langsung dari ayah kepada anak sehingga Prabu Siliwangi
dianggap putera Wastu Kancana.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Kebijakan Sri Baduga
dan Kehidupan Sosial</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Tindakan pertama yang
diambil oleh Sri Baduga setelah resmi dinobatkan jadi raja adalah menunaikan
amanat dari kakeknya (Wastu Kancana) yang disampaikan melalui ayahnya (Ningrat
Kancana) ketika ia masih menjadi mangkubumi di Kawali. Isi pesan ini bisa
ditemukan pada salah satu prasasti peninggalan Sri Baduga di Kebantenan. Isinya
sebagai berikut (artinya saja):</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Semoga selamat. Ini
tanda peringatan bagi Rahyang Niskala Wastu Kancana. Turun kepada Rahyang
Ningrat Kancana, maka selanjutnya kepada Susuhunan sekarang di Pakuan
Pajajaran. Harus menitipkan ibukota di Jayagiri dan ibukota di Sunda Sembawa.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Semoga ada yang
mengurusnya. Jangan memberatkannya dengan "dasa",
"calagra", "kapas timbang", dan "pare dongdang".</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Maka diperintahkan
kepada para petugas muara agar jangan memungut bea. Karena merekalah yang
selalu berbakti dan membaktikan diri kepada ajaran-ajaran. Merekalah yang tegas
mengamalkan peraturan dewa.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Dengan tegas di sini
disebut "dayeuhan" (ibukota) di Jayagiri dan Sunda Sembawa. Penduduk
kedua dayeuh ini dibebaskan dari 4 macam pajak, yaitu "dasa" (pajak
tenaga perorangan), "calagra" (pajak tenaga kolektif), "kapas
timbang" (kapas 10 pikul) dan "pare dondang" (padi 1 gotongan).
Dalam kropak 630, urutan pajak tersebut adalah dasa, calagra,
"upeti", "panggeureus reuma".</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Dalam koropak 406
disebutkan bahwa dari daerah Kandang Wesi (sekarang Bungbulang, Garut) harus
membawa "kapas sapuluh carangka" (10 carangka = 10 pikul = 1 timbang
atau menurut Coolsma, 1 caeng timbang) sebagai upeti ke Pakuan tiap tahun.
Kapas termasuk upeti. Jadi tidak dikenakan kepada rakyat secara perorangan,
melainkan kepada penguasa setempat.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">"Pare
dondang" disebut "panggeres reuma". Panggeres adalah hasil lebih
atau hasil cuma-cuma tanpa usaha. Reuma adalah bekas ladang. Jadi, padi yang
tumbuh terlambat (turiang) di bekas ladang setelah dipanen dan kemudian
ditinggalkan karena petani membuka ladang baru, menjadi hak raja atau penguasa
setempat (tohaan). Dongdang adalah alat pikul seperti "tempat tidur"
persegi empat yang diberi tali atau tangkai berlubang untuk memasukan pikulan.
Dondang harus selalu digotong. Karena bertali atau bertangkai, waktu digotong
selalu berayun sehingga disebut "dondang" (berayun). Dondang pun
khusus dipakai untuk membawa barang antaran pada selamatan atau arak-arakan.
Oleh karena itu, "pare dongdang" atau "penggeres reuma" ini
lebih bersifat barang antaran.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Pajak yang
benar-benar hanyalah pajak tenaga dalam bentuk "dasa" dan
"calagra" (Di Majapahit disebut "walaghara = pasukan kerja
bakti). Tugas-tugas yang harus dilaksanakan untuk kepentingan raja diantaranya
: menangkap ikan, berburu, memelihara saluran air (ngikis), bekerja di ladang
atau di "serang ageung" (ladang kerajaan yang hasil padinya di
peruntukkan bagi upacara resmi).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Dalam kropak 630
disebutkan "wwang tani bakti di wado" (petani tunduk kepada wado).
Wado atau wadwa ialah prajurit kerajaan yang memimpin calagara. Sistem dasa dan
calagara ini terus berlanjut setelah jaman kerajaan. Belanda yang di negaranya
tidak mengenal sistem semacam ini memanfaatkanna untuk "rodi". Bentuk
dasa diubah menjadi "Heerendiensten" (bekerja di tanah milik penguasa
atau pembesar). Calagara diubah menjadi "Algemeenediensten" (dinas
umum) atau "Campongdiesnten" (dinas Kampung) yang menyangkut
kepentingan umum, seperti pemeliharaan saluran air, jalan, rumah jada dan
keamanan. Jenis pertama dilakukan tanpa imbalan apa-apa, sedangkan jenis kedua
dilakuan dengan imbalan dan makan. "Preangerstelsel" dan
"Cultuurstelsel" yang keduanya berupa sistem tanam paksa memanfaatkan
tradisi pajak tenaga ini.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Dalam akhir abad
ke-19 bentuknya berubah menjadi "lakon gawe" dan berlaku untuk
tingkat desa. Karena bersifat pajak, ada sangsi untuk mereka yang
melalaikannya. Dari sinilah orang Sunda mempunyai peribahasa "puraga tamba
kadengda" (bekerja sekedar untuk menghindari hukuman atau dendaan). Bentuk
dasa pada dasarnya tetap berlangsung. Di desa ada kewajiban "gebagan"
yaitu bekerja di sawah bengkok dan ti tingkat kabupaten bekerja untuk menggarap
tanah para pembesar setempat.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Jadi "gotong
royong tradisional berupa bekerja untuk kepentingan umum atas perintah kepala
desa", menurut sejarahnya bukanlah gotong royong. Memang tradisional,
tetapi ide dasarnya adalah pajak dalam bentuk tenaga. Dalam Pustaka Jawadwipa
disebut karyabhakti dan sudah dikenal pada masa Tarumanagara dalam abad ke-5.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Piagam-piagam Sri
Baduga lainnya berupa "piteket" karena langsung merupakan
perintahnya. Isinya tidak hanya pembebasan pajak tetapi juga penetapan
batas-batas "kabuyutan" di Sunda Sembawa dan Gunung Samaya yang
dinyatakan sebagai "lurah kwikuan" yang disebut juga desa perdikan,
desa bebas pajak.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Gelar
"Sripaduka" ( Sri Baduga ) pada zaman Pajajaran Nagara disandang oleh
3 tokoh : 1. Wastukancana / Rd. Pitara Wangisuta / SRI PADUKA MAHARAJA PRABU
GURU DEWATA PURANA RATU HAJI DI PAKUAN PAJAJARAN SANG RATU KARANTEN ( KARA
ANTEN ) RAKEYAN LAYARAN WANGI /SUNAN RUMENGGONG (RAMA HYANG AGUNG ) adik dari
Dyah Pitaloka Citraresmi anak dari Rd. Kalagemet /Jayanagara II / Raja
Sundayana di Galuh /Ratu Galuh di Panjalu / Maharaja Prabu Wangi dan merangkap
Wali Nagari Hujung Galuh ( Majapahit-Pajajaran Wetan / Jawa Pawatan / Galuh -
menjadi wali sang kakak Linggabuana/Jayanagara I/Maharaja Prabu Diwastu ayah
dari Hayam Wuruk /Hyang Warok /Rd. Inu Kertapati /Susuk Tunggal /Prabumulih
/Prabu Seda Keling /Sang Haliwungan /Pangeran Boros Ngora/Ra- Hyang Kancana
)gugur pada "PERANG BUBAT" dalam pertempuran yang tidak
"FAIR" atas "REKAYASA" Gajah Mada / Guan Eng Cu dan
Nangganan /Ki Ageng Muntalarasa /Syekh BEN TONG!!!!,dengan cara dibokong dan di
keroyok !!!</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">2.
Mundinglayadikusumah / Rd. Samadullah Surawisesa Mundinglayadikusumah/SRI
PADUKA MAHARAJA PRABU GURU GANTANGAN SANG SRI JAYA DEWATA /KEBO KENONGO /ARYA
KUMETIR /RD.KUMETIR /KI AGENG PAMANAH RASA / SUNAN PAGULINGAN anak dari LINGGA
HYANG / LINGGA WESI / HYANG BUNI SWARA /SRI SANGGRAMAWIJAYA TUGGAWARMAN
/MAHAPATI ANAPAKEN ( MENAK PAKUAN )/ RD. H. PURWA ANDAYANINGRAT / SUNAN GIRI
/HYANG TWAH / BATARA GURU NISKALAWASTU DI JAMPANG</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">3. MUNDINGWANGI/ SRI
PADUKA MAHARAJA PRABU GURU DEWATAPRANA SANG PRABU GURU RATU DEWATA anak dari
Wastukancana.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Rakeyan Mundinglaya</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">SILIWANGI I Rd.
Samadullah Surawisesa Mundinglayadikusumah Sri Paduka Maharaja Prabu Guru
Gantangan Sang Sri Jaya Dewata / Ki Ageng Pamanah Rasa / Sunan Pagulingan /
Kebo Kenongo / Rd. Kumetir / Layang Kumetir</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Rakeyan Mundingwangi</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">SILIWANGI II
Rd.Salalangu Layakusumah Sri Paduka Maharaja Prabu Guru Dewata Prana Sang Prabu
Guru Ratu Dewata / Kebo Anabrang ?</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Rakeyan Mundingsari
/Mundingkawati</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">SILIWANGI III
Tumenggung Cakrabuana Wangsa Gopa Prana Sang Prabu Walangsungsang Dalem
Martasinga Syekh Rachmat Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati I Ki Ageng
Pamanahan / Kebo Mundaran ?</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Peristiwa-peristiwa
di masa pemerintahannya</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Beberapa peristiwa
menurut sumber-sumber sejarah:</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Carita Parahiyangan</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Dalam sumber sejarah
ini, pemerintahan Sri Baduga dilukiskan demikian :</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">"Purbatisi
purbajati, mana mo kadatangan ku musuh ganal musuh alit. Suka kreta tang lor
kidul kulon wetan kena kreta rasa. Tan kreta ja lakibi dina urang reya, ja loba
di sanghiyang siksa".</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">(Ajaran dari leluhur
dijunjung tinggi sehingga tidak akan kedatangan musuh, baik berupa laskar
maupun penyakit batin. Senang sejahtera di utara, barat dan timur. Yang tidak
merasa sejahtera hanyalah rumah tangga orang banyak yang serakah akan ajaran
agama).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Dari Naskah ini dapat
diketahui, bahwa pada saat itu telah banyak Rakyat Pajajaran yang beralih agama
(Islam) dengan meninggalkan agama lama.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">RAKEYAN
MUNDINGSARI/MUNDINGKAWATI/TUMENGGUNG CAKRABUWANA WANGSA GOPA PRANA SANG PRABU
WALANGSUNGSANG/DALEM MARTASINGA /SYEKH RACHMAT SYARIF HIDAYATULLAH SUNAN GUNUNG
JATI I /KEBO ANABRANG ? SILIWANGI III /SUNAN RACHMAT adalah anak dari Hyang
Warok / Susuk Tunggal /Sang Haliwungan</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Pustaka Nagara
Kretabhumi parwa I sarga 2.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Naskah ini
menceritakan, bahwa pada tanggal 12 bagian terang bulan Caitra tahun 1404 Saka,
Syarif Hidayat menghentikan pengiriman upeti yang seharusnya di bawa setiap
tahun ke Pakuan Pajajaran. [Syarif Hidayat masih cucu Sri Baduga dari Lara
Santang. Ia dijadikan raja oleh uanya (Pangeran Cakrabuana) dan menjadi raja
merdeka di Pajajaran di Bumi Sunda (Jawa Barat)]</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Ketika itu Sri Baduga
baru saja menempati istana Sang Bhima (sebelumnya di Surawisesa). Kemudian
diberitakan, bahwa pasukan Angkatan Laut Demak yang kuat berada di Pelabuhan
Cirebon untuk menjada kemungkinan datangnya serangan Pajajaran.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Tumenggung Jagabaya
beserta 60 anggota pasukannya yang dikirimkan dari Pakuan ke Cirebon, tidak
mengetahui kehadiran pasukan Demak di sana. Jagabaya tak berdaya menghadapi
pasukan gabungan Cirebon-Demak yang jumlahnya sangat besar. Setelah berunding,
akhirnya Jagabaya menghamba dan masuk Islam.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Peristiwa itu
membangkitkan kemarahan Sri Baduga. Pasukan besar segera disiapkan untuk
menyerang Cirebon. Akan tetapi pengiriman pasukan itu dapat dicegah oleh
Purohita (pendeta tertinggi) keraton Ki Purwa Galih. [Cirebonadalah daerah
warisan Cakrabuana (Walangsungsang) dari mertuanya (Ki Danusela) dan daerah
sekitarnya diwarisi dari kakeknya Ki Gedeng Tapa (Ayah Subanglarang).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Cakrabuana sendiri
dinobatkan oleh Sri Baduga (sebelum menjadi Susuhunan) sebagai penguasa Cirebon
dengan gelar Sri Mangana. Karena Syarif Hidayat dinobatkan oleh Cakrabuana dan
juga masih cucu Sri Baduga, maka alasan pembatalan penyerangan itu bisa diterima
oleh penguasa Pajajaran].</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Demikianlah situasi
yang dihadapi Sri Baduga pada awal masa pemerintahannya. Dapat dimaklumi kenapa
ia mencurahkan perhatian kepada pembinaan agama, pembuatan parit pertahanan,
memperkuat angkatan perang, membuat jalan dan menyusun PAGELARAN (formasi
tempur). [Pajajaran adalah negara yang kuat di darat, tetapi lemah di laut.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Menurut sumber
Portugis, di seluruh kerajaan, Pajajaran memiliki kira-kira 100.000 prajurit.
Raja sendiri memiliki pasukan gajah sebanyak 40 ekor. Di laut, Pajajaran hanya
memiliki enam buah Kapal Jung 150 ton dan beberaa lankaras (?) untuk
kepentingan perdagangan antar-pulaunya (saat itu perdagangan kuda jenis
Pariaman mencapai 4000 ekor/tahun)].</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Keadaan makin tegang
ketika hubungan Demak-Cirebon makin dikukuhkan dengan perkawinan putera-puteri
dari kedua belah pihak. Ada empat pasangan yang dijodohkan, yaitu :</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Pangeran Hasanudin
dengan Ratu Ayu Kirana (Purnamasidi).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Ratu Ayu dengan
Pangeran Sabrang Lor.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Pangeran Jayakelana
dengan Ratu Pembayun.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Pangeran Bratakelana
dengan Ratu Ayu Wulan (Ratu Nyawa).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Perkawinan Pangeran
Sabrang Lor alias Yunus Abdul Kadir dengan Ratu Ayu terjadi 1511. Sebagai
Senapati Sarjawala, panglima angkatan laut, Kerajaan Demak, Sabrang Lor untuk
sementara berada di Cirebon.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Persekutuan
Cirebon-Demak inilah yang sangat mencemaskan Sri Baduga di Pakuan. Tahun 1512,
ia mengutus putera mahkota Surawisesa menghubungi Panglima Portugis Alfonso
d'Albuquerque di Malaka (ketika itu baru saja gagal merebut Pelabuhan Pasai
atau Samudra Pasai). Sebaliknya upaya Pajajaran ini telah pula meresahkan pihak
Demak.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Pangeran Cakrabuana
dan Susuhunan Jati (Syarif Hidayat) tetap menghormati Sri Baduga karena
masing-masing sebagai ayah dan kakek. Oleh karena itu permusuhan antara
Pajajaran dengan Cirebon tidak berkembang ke arah ketegangan yang melumpuhkan
sektor-sektor pemerintahan. Sri Baduga hanya tidak senang hubungan
Cirebon-Demak yang terlalu akrab, bukan terhadap Kerajaan Cirebon. Terhadap
Islam, ia sendiri tidak membencinya karena salah seorang permaisurinya,
Subanglarang, adalah seorang muslimah dan ketiga anaknya -- Walangsungsang
alias Cakrabuana, Lara Santang, dan Raja Sangara -- diizinkan sejak kecil
mengikuti agama ibunya (Islam).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Karena permusuhan
tidak berlanjut ke arah pertumpahan darah, maka masing masing pihak dapat
mengembangkan keadaan dalam negerinya. Demikianlah pemerintahan Sri Baduga
dilukiskan sebagai jaman kesejahteraan (Carita Parahiyangan). Tome Pires ikut
mencatat kemajuan jaman Sri Baduga dengan komentar "The Kingdom of Sunda
is justly governed; they are true men" (Kerajaan Sunda diperintah dengan
adil; mereka adalah orang-orang jujur).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Juga diberitakan
kegiatan perdagangan Sunda dengan Malaka sampai ke kepulauan Maladewa
(Maladiven). Jumlah merica bisa mencapai 1000 bahar (1 bahar = 3 pikul)
setahun, bahkan hasil tammarin (asem) dikatakannya cukup untuk mengisi muatan
1000 kapal.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Naskah Kitab Waruga
Jagat dari Sumedang dan Pancakaki Masalah karuhun Kabeh dari Ciamis yang
ditulis dalam abad ke-18 dalam bahasa Jawa dan huruf Arab-pegon masih menyebut
masa pemerintahan Sri Baduga ini dengan masa gemuh Pakuan (kemakmuran Pakuan)
sehingga tak mengherankan bila hanya Sri Baduga yang kemudian diabadikan
kebesarannya oleh raja penggantinya dalam jaman Pajajaran.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Sri Baduga Maharaja
alias Prabu Siliwangi yang dalam Prasasti Tembaga Kebantenan disebut Susuhuna
di Pakuan Pajajaran, memerintah selama 39 tahun (1482 - 1521). Ia disebut
secara anumerta Sang Lumahing (Sang Mokteng) Rancamaya karena ia dipusarakan di
Rancamaya. </span></div>
mengungkap rahasia melalui sejarahhttp://www.blogger.com/profile/05249020439193419198noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-42771882641267105.post-66913991064610012042012-10-12T22:00:00.001-07:002012-10-22T01:45:30.173-07:00Silsilah raja-raja Sunda<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>EN-US</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:DontVertAlignCellWithSp/>
<w:DontBreakConstrainedForcedTables/>
<w:DontVertAlignInTxbx/>
<w:Word11KerningPairs/>
<w:CachedColBalance/>
<w:UseFELayout/>
</w:Compatibility>
<w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;}
</style>
<![endif]-->
<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<b><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12.0pt;">Silsilah raja-raja
Sunda</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Berikut ini adalah
silsilah raja kerajaan-kerajaan di Pasundan, Indonesia, yaitu kerajaan:</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Salakanagara - dengan ibukota di Teluk Lada
Pandeglang (Rajatapura)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Tarumanagara - dengan ibukota di Bekasi
(Tarumanagara) & Bogor (Sundapura)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Sunda Galuh - dengan ibukota di Bogor
(Pakuan); Kuningan (Saunggalah); Ciamis (Kawali)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Pajajaran - dengan ibukota di Bogor
(Pakuan)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Salakanagara</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Rajatapura atau Salakanagara
(Kota Perak) tercantum dalam Naskah Wangsakerta sebagai kota tertua di Pulau
Jawa. Tokoh awal yang berkuasa di sini adalah Aki Tirem. Konon, kota inilah
yang disebut Argyre oleh Ptolemeus dalam tahun 150 M, terletak di daerah Teluk
Lada Pandeglang. Kota ini sampai tahun 362 M menjadi pusat pemerintahan
Raja-Raja Dewawarman (dari Dewawarman I - VIII).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Jayasingawarman
pendiri Tarumanagara adalah menantu Raja Dewawarman VIII. Ia sendiri seorang
Maharesi dari Salankayana di India yang mengungsi ke Nusantara karena daerahnya
diserang dan ditaklukkan Maharaja Samudragupta dari Kerajaan Magada. yg bener</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Tarumanagara</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Berikut adalah
raja-raja Tarumanagara:</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Jayasingawarman (358 - 382) Jayasingawarman
pendiri Tarumanagara adalah menantu Raja Dewawarman VIII. Ia sendiri seorang
Maharesi dari SALANKAYANA di India yang mengungsi ke Nusantara karena daerahnya
diserang dan ditaklukkan Maharaja Samudragupta dari Kerajaan Magada. Setelah
Jayasingawarman mendirikan Tarumanagara, pusat pemerintahan beralih dari Rajatapura
ke Tarumangara. Salakanagara kemudian berubah menjadi Kerajaan Daerah.
Jayasingawarman dipusarakan di tepi kali Gomati (Bekasi).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Dharmayawarman (382 - 395 M) Dipusarakan di
tepi kali Candrabaga.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Purnawarman (395 - 434 M) Ia membangun
ibukota kerajaan baru dalam tahun 397 yang terletak lebih dekat ke pantai dan
dinamainya "Sundapura". Nama Sunda mulai digunakan oleh Maharaja
Purnawarman dalam tahun 397 M untuk menyebut ibukota kerajaan yang
didirikannya. Pustaka Nusantara,parwa II sarga 3 (halaman 159 - 162)
menyebutkan bahwa di bawah kekuasaan Purnawarman terdapat 48 raja daerah yang
membentang dari Salakanagara atau Rajatapura (di daerah Teluk Lada Pandeglang)
sampai ke Purwalingga (sekarang Purbalingga?) di Jawa Tengah. Secara tradisional
Ci Pamali (Kali Brebes) memang dianggap batas kekuasaan raja-raja penguasa Jawa
Barat pada masa silam.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Wisnuwarman (434-455)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Indrawarman (455-515)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Candrawarman (515-535 M)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Suryawarman (535 - 561 M) Suryawarman tidak
hanya melanjutkan kebijakan politik ayahnya yang memberikan kepercayaan lebih
banyak kepada raja daerah untuk mengurus pemerintahan sendiri, melainkan juga
mengalihkan perhatiannya ke daerah bagian timur. Dalam tahun 526 M, misalnya,
Manikmaya, menantu Suryawarman, mendirikan kerajaan baru di Kendan, daerah
Nagreg antara Bandung dan Limbangan, Garut. Sedangkan putera Manikmaya, tinggal
bersama kakeknya di ibukota Tarumangara dan kemudian menjadi Panglima Angkatan
Perang Tarumanagara. Perkembangan daerah timur menjadi lebih berkembang ketika
cicit Manikmaya mendirikan Kerajaan Galuh dalam tahun 612 M.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Kertawarman (561-628)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Sudhawarman (628-639)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Hariwangsawarman (639-640)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Nagajayawarman (640-666)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Linggawarman (666-669) Tarumanagara sendiri
hanya mengalami masa pemerintahan 12 orang raja. Dalam tahun 669, Linggawarman,
raja Tarumanagara terakhir, digantikan menantunya, Tarusbawa. Linggawarman
sendiri mempunyai dua orang puteri, yang sulung bernama Manasih menjadi istri
Tarusbawa dan yang kedua bernama Sobakancana menjadi isteri Dapuntahyang Sri
Jayanasa pendiri Kerajaan Sriwijaya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>TARUSBAWA (669 – 723 M) Tarusbawa yang
berasal dari Kerajaan Sunda Sambawa menggantikan mertuanya menjadi penguasa
Tarumanagara yang ke-13. Karena pamor Tarumanagara pada zamannya sudah sangat
menurun, ia ingin mengembalikan keharuman zaman Purnawarman yang berkedudukan
di purasaba (ibukota) Sundapura. Dalam tahun 670 ia mengganti nama Tarumanagara
menjadi Kerajaan Sunda. Peristiwa ini dijadikan alasan oleh Wretikandayun,
cicit Manikmaya, untuk memisahkan Kerajaan Galuh dari kekuasaan Tarusbawa.
Karena Putera Mahkota Galuh (SENA or SANNA) berjodoh dengan Sanaha puteri
Maharani Sima dari Kerajaan Kalingga, Jepara, Jawa Tengah, maka dengan dukungan
Kalingga, Wretikandayun menuntut kepada Tarusbawa supaya bekas kawasan
Tarumanagara dipecah dua. Dalam posisi lemah dan ingin menghindarkan perang
saudara, Tarusbawa menerima tuntutan Galuh. Dalam tahun 670 M Kawasan Tarumanagara
dipecah menjadi dua kerajaan, yaitu: Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh dengan
Citarum sebagai batas.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Kerajaan Sunda Galuh</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Berikut adalah
raja-raja Sunda Galuh:</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>TARUSBAWA (670 – 723 M) Maharaja Tarusbawa
kemudian mendirikan ibukota kerajaan yang baru, di daerah pedalaman dekat hulu
Cipakancilan. Dalam cerita Parahiyangan, tokoh Tarusbawa ini hanya disebut
dengan gelarnya: Tohaan di Sunda (Raja Sunda). Ia menjadi cikalbakal raja-raja
Sunda dan memerintah sampai tahun 723 M. Karena putera mahkota wafat mendahului
Tarusbawa, maka anak wanita dari putera mahkota (bernama Tejakancana) diangkat
sebagai anak dan ahli waris kerajaan.Suami puteri inilah yang dalam tahun 723
menggantikan Tarusbawa menjadi Raja Sunda.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Sanjaya / Rakeyan Jamri / Prabu Harisdama
(723 – 732M) Cicit Wretikandayun ini bernama Rakeyan Jamri. Sebagai penguasa
Kerajaan Sunda ia dikenal dengan nama Prabu Harisdarma dan kemudian setelah
menguasai Kerajaan Galuh ia lebih dikenal dengan Sanjaya. Ibu dari Sanjaya
adalah SANAHA, cucu Maharani SIMA dari Kalingga, di Jepara. Ayah dari Sanjaya
adalah Bratasenawa / SENA / SANNA, Raja Galuh ketiga, teman dekat Tarusbawa.
Sena adalah cucu Wretikandayun dari putera bungsunya, Mandiminyak, raja Galuh
kedua (702-709 M). Sena pada tahun 716 M dikudeta dari tahta Galuh oleh
PURBASORA. Purbasora dan Sena sebenarnya adalah saudara satu ibu, tapi lain
ayah. Sena dan keluarganya menyelamatkan diri ke Pakuan, pusat Kerajaan Sunda,
dan meminta pertolongan pada Tarusbawa. Ironis sekali memang, Wretikandayun,
kakek Sena, sebelumnya menuntut Tarusbawa untuk memisahkan Kerajaan Galuh dari
Tarumanegara / Kerajaan Sunda.Dikemudian hari, Sanjaya yang merupakan penerus
Kerajaan Galuh yang sah, menyerang Galuh, dengan bantuan Tarusbawa, untuk
melengserkan Purbasora. Setelah itu ia menjadi Raja Kerajaan Sunda Galuh.
Sebagai ahli waris Kalingga, SANJAYA kemudian menjadi penguasa Kalingga Utara
yang disebut Bumi MATARAM dalam tahun 732 M. Dengan kata lain, Sanjaya adalah
penguasa Sunda, Galuh dan Kalingga / Kerajaan Mataram (Hindu). Kekuasaan di
Jawa Barat diserahkannya kepada puteranya dari Tejakencana, yaitu Tamperan atau
Rakeyan Panaraban.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Tamperan Barmawijaya / Rakeyan Panaraban
(732 - 739 M) Ia adalah kakak seayah Rakai Panangkaran, Raja Kerajaan Mataram
(Hindu) ke 2, putera Sanjaya dari Sudiwara puteri Dewasinga Raja Kalingga
Selatan atau Bumi SAMBARA.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Rakeyan Banga (739-766 M).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Rakeyan Medang Prabu Hulukujang (766-783
M).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Prabu Gilingwesi, menantu no. 5,(783-795
M).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Pucukbumi Darmeswara, menantu no. 6,
(795-819 M).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Prabu Gajah Kulon Rakeyan Wuwus (819-891
M).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Prabu Darmaraksa (adik-ipar no. 8, 891 -
895 M).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Windusakti Prabu Dewageng (895 - 913 M).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Rakeyan Kemuning Gading Prabu Pucukwesi
(913-916 M).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Rakeyan Jayagiri Prabu Wanayasa, menantu
no. 11, (916-942 M).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Prabu Resi Atmayadarma Hariwangsa (942-954
M).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Limbur Kancana,putera no. 11,(954-964 M).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Prabu Munding Ganawirya (964-973 M).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Prabu Jayagiri Rakeyan Wulung Gadung (973 -
989 M).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Prabu Brajawisesa (989-1012 M).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Prabu Dewa Sanghyang (1012-1019M).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Prabu Sanghyang Ageng (1019 - 1030 M),
berkedudukan di Galuh.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Prabu Detya Maharaja Sri Jayabupati (1030‚
- 1042 M ), berkedudukan di Pakuan. Pada masa itu Sriwijaya / orang Melayu
menjadi momok yang menakutkan. Kerajaan Sunda Galuh untuk menghindari konflik
dengan Sriwijaya, melakukan hubungan pernikahan antara raja ke 19, Prabu
Sanghyang Ageng (Ayah dari Sri Jayabupati) dengan putri Sriwijaya. Jadi ibu Sri
Jayabupati adalah seorang puteri Sriwijaya dan masih kerabat dekat Raja
WURAWURI. Permaisuri Sri Jayabupati adalah puteri Dharmawangsa (adik Dewi
LAKSMI isteri AIRLANGGA). Karena pernikahan tersebut Jayabupati mendapat anugerah
gelar dari mertuanya (DHARMAWANGSA). Gelar itulah yang dicantumkannya dalam
Prasasti Cibadak. Raja Sri Jayabupati pernah mengalami peristiwa tragis. Dalam
kedudukannya sebagai Putera Mahkota Sunda keturunan Sriwijaya dan menantu
Darmawangsa, ia harus menyaksikan permusuhan yang makin menjadi-jadi antara
Sriwijaya dengan mertuanya (Dharmawangsa). Pada puncak krisis ia hanya menjadi
'penonton' dan terpaksa tinggal diam dalam kekecewaan karena harus
'menyaksikan' Darmawangsa diserang dan dibinasakan oleh raja Wurawuri atas
dukungan Sriwijaya. Ia diberi tahu akan terjadinya serbuan itu oleh pihak
Sriwijaya, akan tetapi ia dan ayahnya 'diancam' agar bersikap netral dalam hal
ini. Serangan Wurawuri yang dalam Prasasti Calcuta disebut Pralaya itu
terjapada tahun 1019 M. Sriwijaya sendiri musnah pada tahun 1025 karena
serangan Kerajaan Chola dari India. Tahun 1088, Kerajaan Melayu Jambi,
menaklukan Sriwijaya, dan berkuasa selama dua ratus tahun. Dua abad kemudian,
kedua kerajaan tersebut menjadi taklukan kerajaan Singhasari di era Raja
Kertanegara, dengan mengirimkan Senopati Mahisa / Kebo / Lembu ANABRANG, dalam
ekspedisi PAMALAYU 1 dan 2, dengan pertimbangan untuk mengamankan jalur
pelayaran di selat Malaka yang sangat rawan Bajak Laut setelah runtuhnya Sriwijaya
pada tahun 1025. Mahisa Anabrang yang menikah dengan DARA JINGGA (anak dari
Raja Kerajaan Melayu Jambi, MAULIWARMADHEWA), adalah ayah dari Adityawarman,
pendiri Kerajaan Pagaruyung. Dara Jingga dikenal juga sebagai BUNDO KANDUANG
dalam hikayat Kerajaan Pagaruyung atau Minangkabau. Mungkin istilah
MINANG-KABAU berasal dari adanya KEBO (KEBO / Mahisa / Lembu ANABRANG) yang
me-MINANG putri Raja Kerajaan Dharmasraya / Kerajaan Melayu Jambi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Raja Sunda ke 21 berkedudukan di Galuh</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Raja Sunda ke 22 berkedudukan di Pakuan</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Raja Sunda ke 23 berkedudukan di Pakuan</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Raja Sunda ke-24 memerintah di Galuh</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>PRABU GURU DHARMASIKSA, mula-mula
berkedudukan di Saunggalah, kemudian pindah ke Pakuan. Beliau mempersiapkan
RAKEYAN JAYADARMA, berkedudukan di Pakuan sebagai PUTRA MAHKOTA. Menurut
PUSTAKA RAJYARAJYA i BHUMI NUSANTARA parwa II sarga 3: RAKEYAN JAYADARMA adalah
menantu MAHISA CAMPAKA di Jawa Timur karena ia berjodoh dengan putrinya MAHISA
CAMPAKA bernama DYAH LEMBU TAL. Mahisa Campaka adalah anak dari MAHISA
WONGATELENG, yang merupakan anak dari KEN ANGROK dan KEN DEDES dari kerajaan
SINGHASARI. Rakeyan Jayadarma dan Dyah Lembu Tal berputera SANG NARARYA
SANGGRAMAWIJAYA atau lebih dikenal dengan nama RADEN WIJAYA (lahir di PAKUAN).
Dengan kata lain, Raden Wijaya adalah turunan ke 4 dari Ken Angrok dan Ken
Dedes. Rakeyan Jayadarma mati dalam usia muda sebelum dilantik menjadi raja.
Konon beliau diracun oleh saudara kandungnya sendiri. Akibatnya Dyah Lembu Tal
tidak bersedia tinggal lebih lama di Pakuan, karena khawatir dengan keselamatan
dirinya dan anaknya. Akhirnya Wijaya dan ibunya diantarkan ke Jawa Timur. Dalam
BABAD TANAH JAWI, Wijaya disebut pula JAKA SUSURUH dari PAJAJARAN yang kemudian
menjadi Raja MAJAPAHIT yang pertama. Kematian Jayadarma mengosongkan kedudukan
putera mahkota karena Wijaya berada di Jawa Timur. Jadi, sebenarnya, RADEN
WIJAYA, Raja MAJAPAHIT pertama, adalah penerus sah dari tahta Kerajaan Sunda
yang ke-26.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Prabu Ragasuci (1297 – 1303M) berkedudukan
di Saunggalah dan dipusarakan di Taman, Ciamis. Ragasuci sebenarnya bukan
putera mahkota karena kedudukanya itu dijabat kakaknya RAKEYAN JAYADARMA.
Permaisuri Ragasuci adalah DARA PUSPA (Puteri Kerajaan Melayu) adik DARA
KENCANA isteri KERTANEGARA, dari kerajaan SINGHASARI di Jawa Timur.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Prabu Citraganda (1303 – 1311 M),
berkedudukan di Pakuan. Ketika wafat ia dipusarakan di Tanjung.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Prabu Lingga Dewata (1311 – 1333),
berkedudukan di Kawali.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Prabu Ajiguna Wisesa (1333 - 1340),
berkedudukan di Kawali, adalah menantu Prabu Lingga Dewata. Sampai tahun 1482
pusat pemerintahan tetap berada di sana. Bisa dikatakan bahwa tahun 1333 - 1482
adalah ZAMAN KAWALI dalam sejarah pemerintahan di Jawa Barat dan mengenal 5
orang raja. Lain dengan Galuh, nama Kawali terabadikan dalam dua buah prasasti
batu peninggalan PRABU RAJA WASTU yang tersimpan di "ASTANA GEDE"
Kawali. Dalam prasasti itu ditegaskan "mangadeg di kuta Kawali"
(bertahta di kota Kawali) dan keratonnya disebut SURAWISESA yang dijelaskan
sebagai "Dalem sipawindu hurip" (keraton yang memberikan ketenangan
hidup).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Prabu Maharaja Lingga Buana (1340 – 1357).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>MANGKUBUMI SURADIPATI atau PRABU BUNISORA,
adik Prabu Lingga Buana. Ada yang menyebut PRABU KUDA LALEAN. Dalam BABAD
PANJALU (Kerajaan Panjalu Ciamis) disebut PRABU BOROSNGORA. Selain itu ia pun
dijuluki BATARA GURU di Jampang karena ia menjadi pertapa dan resi yang ulung).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Prabu Raja Wastu atau Niskala Wastu
Kancana(1371-1475). Ia adalah anak Prabu Lingga Buana, dinobatkan menjadi raja
pada tahun 1371 pada usia 23 tahun. Permaisurinya yang pertama adalah LARA
SARKATI puteri Lampung. Dari perkawinan ini lahir SANG HALIWUNGAN (setelah
dinobatkan menjadi Raja Sunda bergelar PRABU SUSUKTUNGGAL). Permaisuri yang
kedua adalah MAYANGSARI puteri sulung Bunisora atau Mangkubumi Suradipati. Dari
perkawinan ini lahir NINGRAT KANCANA (setelah menjadi penguasa Galuh bergelar
PRABU DEWA NISKALA). Setelah Wastu Kancana wafat tahun 1475, kerajaan dipecah
dua di antara Susuktunggal dan Dewa Niskala dalam kedudukan sederajat. Politik
kesatuan wilayah telah membuat jalinan perkawinan antar cucu Wastu Kencana.
JAYADEWATA, putera Dewa Niskala mula-mula memperistri AMBETKASIH (puteri KI
GEDENG SINDANGKASIH). Kemudian memperistri SUBANGLARANG (puteri KI GEDENG TAPA
yang menjadi Raja Singapura). Subanglarang ini keluaran pesantren Pondok QURO
di PURA, Karawang. Ia seorang wanita muslim murid SYEKH HASANUDIN yang menganut
MAHZAB HANAFI. Pesantren Qura di Karawang didirikan tahun 1416 dalam masa
pemerintahan Wastu Kancana. Subanglarang belajar di situ selama 2 tahun. Ia
adalah nenek SYARIF HIDAYATULLAH. Kemudian memperistri KENTRING MANIK MAYANG
SUNDA puteri Prabu Susuktunggal. Jadilah antara Raja Sunda dan Raja Raja Galuh
yang seayah ini menjadi besan. Pada tahun 1482, Prabu Dewa Niskala menyerahkan
Tahta Kerajaan Galuh kepada puteranya Jayadewata. Demikian pula dengan Prabu
Susuktungal yang menyerahkan Tahta Kerajaan Sunda kepada menantunya ini
(Jayadewata). Dengan peristiwa yang terjapada tahun 1482 itu, kerajaan warisan
Wastu Kencana berada kembali dalam satu tangan. JAYADEWATA memutuskan untuk
berkedudukan di Pakuan sebagai "Susuhunan" karena ia telah lama
tinggal di sini menjalankan pemerintahan sehari-hari mewakili mertuanya. Sekali
lagi Pakuan menjadi pusat pemerintahan. Zaman Pajajaran diawali oleh
pemerintahan Ratu Jayadewata yang bergelar Sri Baduga Maharaja yang memerintah
selama 39 tahun (1482 - 1521). Pada masa inilah Pakuan mencapai puncak
perkembangannya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Raja-Raja Sunda yang
menjadi Raja di Mataram dan Majapahit</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Jadi ada dua penerus
sah dari tahta KERAJAAN SUNDA yang menjadi raja besar di Jawa Tengah dan Jawa
Timur.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Sanjaya / Rakeyan Jamri / Prabu Harisdama,
raja ke 2 Kerajaan Sunda-Galuh(723 – 732M), menjadi raja di Kerajaan Mataram
(Hindu) (732 - 760M). Ia adalah pendiri Kerajaan Mataram Kuno, dan sekaligus
pendiri Wangsa Sanjaya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Raden Wijaya, penerus sah Kerajaan Sunda ke
– 26, yang lahir di Pakuan, dan dikemudian hari menjadi Raja Majapahit pertama
(1293 – 1309 M).mantap</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Pajajaran</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Berikut adalah
raja-raja Pajajaran:</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Sri Baduga Maharaja (1482 – 1521), bertahta
di Pakuan (Bogor sekarang)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Surawisesa (1521 – 1535), bertahta di
Pakuan</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Ratu Dewata (1535 – 1543), bertahta di
Pakuan</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Ratu Sakti (1543 – 1551), bertahta di
Pakuan</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Ratu Nilakendra (1551-1567), meninggalkan
Pakuan karena serangan Hasanudin dan anaknya, Maulana Yusuf</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Raga Mulya (1567 – 1579), dikenal sebagai
Prabu Surya Kencana, memerintah dari Pandeglang</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Raja-Raja Pajajaran,
seperti juga Raja-Raja Singasari, Majapahit, Dharmasraya, dan Pagaruyung
periode awal, beserta para pembesarnya adalah pengikut sekte keagamaan Tantra.
Sekte Tantra adalah sekte yang melakukan meditasi dengan mempersatukan Yoni dan
Lingga. Artinya meditasi dilakukan dengan melakukan hubungan antara laki laki
dan perempuan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Berakhirnya zaman
Pajajaran (1482 - 1579), ditandai dengan diboyongnya PALANGKA SRIMAN SRIWACANA
(Tempat duduk tempat penobatan tahta) dari Pakuan ke Surasowan di Banten oleh
pasukan Maulana Yusuf. Batu berukuran 200 x 160 x 20 cm itu terpaksa di boyong
ke Banten karena tradisi politik waktu itu "mengharuskan" demikian.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Pertama, dengan
dirampasnya Palangka tersebut, di Pakuan tidak mungkin lagi dinobatkan raja
baru.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Kedua, dengan
memiliki Palangka itu, Maulana Yusufkorem 064 menjadikan Maulana yusuf sebagai
namanya, merupakan penerus kekuasaan Pajajaran yang "sah" karena
buyut perempuannya adalah puteri Sri Baduga Maharaja.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Palangka Sriman
Sriwacana sendiri saat ini bisa ditemukan di depan bekas Keraton Surasowan di Banten.
Karena mengkilap, orang Banten menyebutnya WATU GIGILANG. Kata Gigilang berarti
mengkilap atau berseri, sama artinya dengan kata Sriman.</span></div>
mengungkap rahasia melalui sejarahhttp://www.blogger.com/profile/05249020439193419198noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-42771882641267105.post-76230284985700324992012-10-12T21:57:00.003-07:002012-10-12T21:57:44.250-07:00SEJARAH SALAKANAGARA SUNDA DAN GALUH<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>EN-US</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:DontVertAlignCellWithSp/>
<w:DontBreakConstrainedForcedTables/>
<w:DontVertAlignInTxbx/>
<w:Word11KerningPairs/>
<w:CachedColBalance/>
<w:UseFELayout/>
</w:Compatibility>
<w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;}
</style>
<![endif]-->
<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"></span></span><b><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;">SEJARAH </span></b><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"></span></span><b><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12.0pt;">SALAKANAGARA </span></b><b><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12.0pt;">SUNDA DAN GALUH</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">KaruhunAki Tirem
sangat kuat untuk diperkenalkan sebagai cikal bakal Salakanagara. Dijamannya
hanya berpredikat setingkat penghulu, bukan berpangkat raja.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Aki Tirem dalam
cerita rakyat Pandeglang dikenal juga dengan landihan Aki Luhurmulya, atau
Angling Dharma (Hindu) dan naman Wali Jangkung (Islam). Namun penyebutan tokoh
dengan nama tersebut sering terdapat perbedaan, karena masyarakat ada juga yang
menyebut nama Prabu Angling Dharma atau Wali Jangkung kepada Dewawarman. Bahkan
Angling Dharma juga diakui berada di wilayah lain, bukan Salakanagara.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Kemasygulan
masyakarat terhadap tokoh Aki Tirem menyebabkan bertambah gelar-gelar yang ia
terima. Nama Angling Dharma misalnya, hemat saya lebih tepat jika dilarapkan
kepada Dewawarman, mengingat Prabu Angling Dharma dalam ceritanya digambarkan
sebagai Raja, bukan penghulu. Demikian pula sosok</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Wali Jangkung,
mengingat para pendatang dari India lebih memiliki sosok yang lebih tinggi dari
para penduduk yang datang sebelumnya atau pribumi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Menurut Naskah
Wangsakerta Aki Tirem adalah putera Ki Srengga, Ki Srengga Putera Nyai Sariti
Warawiri, Nyai Sariti Warawiri puteri Sang Aki Bajulpakel, Aki Bajulpakel
putera Aki Dungkul dari Swarnabhumi bagian selatan kemudian berdiam di Jawa
Barat sebelah Barat, Aki Dungkul putera Ki Pawang Sawer, Ki Pawang Sawer Putera
Datuk Pawang Marga, Datuk Pawang Marga putera Ki Bagang yang berdiam di
swarnabhumi sebelah utara, Ki Bagang putera Datuk Waling yang berdiam di Pulau
Hujung Mendini, Datuk Waling putera Datuk Banda, ia berdiam di dukuh tepi
sungai, Datuk Banda putera Nesan, yang berasal dari Langkasungka.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Sedangkan Nenek
moyangnya berasal dari negeri Yawana sebelah barat.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Jika dipelajari lebih
jauh lagi, naskah Wangsakerta yang ditulis pada tahun 1677 M menceritakan,
bahwa pendatang dari Yawana dan Syangka yang termasuk kedalam kelompok manusia
purba tengahan (janma purwwamadhya) tiba kira-kira tahun 1.600 sebelum saka.
Kaum pendatang yang tiba di Pulau Jawa kira-kira antara 300sampai dengan 100
tahun sebelum saka. Mereka telah memiliki ilmu yang tinggi (widyanipuna) dan
telah melakukan perdagangan serbaneka barang.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Para pendatang ini
menyebar ke pulau-pulau Nusantara.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Wangaskerta menjelaskan
pula, : oleh para mahakawi yang terlibat dalam penyusunan naskah Wangsakerta
disebut jaman besi (wesiyuga), karena mereka dianggap telah mampu membuat
berbagai macam barang dan senjata dari besi, yang lebih penting, mereka telah
mengenal penggunaan emas dan perak.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Sebenarnya bukan
hanya berdagang, tetapi merekapun merasuk kedesa-desa, seolah-olah semuanya
milik mereka. Pribumi yang tidak mau menurut atau menghadangnya segera
dikalahkan. Merekapun harus menjadi orang bawahan yang harus tunduk pada keinginan
mereka. Antara tahun 100 sebelum saka sampai awal tahun Saka masih banyak kaum
pendatang yang tiba dinusantara dari negeri-negeri sebelah timu India yang juga
telah memiliki pengetahuan yang tinggi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Dari kisah ini dapat
diambil kesimpulan, bahwa pengambilan nama Salakanagara, atau Kotaperak, atau
argyre memang wajar dan sangat terkait dengan jaman tersebut, yang kisahkan
oleh para Mahakawi sebagai jaman besi (wesiyuga), jaman manusia di Nusantara
telah mengenal penggunaan besi dan perak sebagai perkakas. Sedangkan kaum
pendatang, seperti Dewawarman dari India datang ketempat tersebut dimungkinkan
untuk berdagang dan mencari perak.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Raja-raja
Salakanagara</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Raja raja
Salakanagara menggunakan nama Dewawarman sesuai nama raja pertamanya, yaitu</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Dewawarman I</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">menurut sejarah
merupakan salah seorang Pangeran dari Palawi, India selatan, sebelum menjadi
menantu aki ia adalah duta negaranya di Pulau Jawa. Dewawarman.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Pertemuan klan Aki
Tirem dengan Dewawarman semula berazaskan pada kepentingan saling melindungi.
Aki Tirem ketika itu sebagai penghulu diwilayah Salakanagara, sedangkan
Dewawarman duta dari Palawa.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Konon kabar menurut
Naskah Wangsakerta, Dewawarman selalu melindungi penduduk Salakanagara dari
rongrongan para perompak.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Kerjasama yang paling
mengesankan bagi kedua belah pihak ketika Pasukan Dewawarman dengan Aki Tirem
menyergap rombongan perompak yang turun ke Salakanagara. Serta merta mereka
dapat dilumpuhkan. Sejak saat itu pasukan Dewawarman sering turun ke
Salakanagara, hingga suatu saat Dewawarman terpikat oleh putri Aki Tirem,
kemudian menikah. Demikian juga seluruh pasukan dan kerluarganya, merekapun
mengikuti jejak Dewawarman menikai putri-putri Salakanagara.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Ketika Aki Tirem
sakit ia sudah berpesan agar jika suatu saat meninggal maka Dewawarman yang
diharapkan menggantikan kedudukannya. Hingga tibalah Aki Tirem Wafat. Ada juga
yang mengisahkan Akti Tirem ketika digantikan Dewawarman belum wafat, namun ia
sengaja mengundurkan diri dari keramaian dunia dan pergi bertapa. Dewawarman
kemudian dinobatkan menjadi raja pertama Salakanagara, dengan gelar Prabhu
Dharmalokapala Dewawarman Haji Raksagapurasagara, Sedangkan Dewi Pohaci diberi
gelar Dwi Dwani Rahayu.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Penyerahan kekuasaan
tersebut terjadi pada tahun 122 M. Dan pada saat itu diberlakukan pula penanggalan
Sunda yang dikenal dengan sebutan Saka Sunda.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Dewawarman I berkuasa
selama waktu 38 tahun sejak dinobatkan pada tahun 52 Saka atau 130 M. selama
masa pemerintahan ia pun mengutus adiknya yang merangkap Senapati, bernama
Bahadur Harigana Jayasakti untuk menjadi raja daerah di Mandala Ujung Kulon.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Sedangkan adiknya
yang lain, bernama Sweta Liman Sakti dijadikan raja daerah Tanjung Kidul dengan
ibukotanya Agrabhintapura. Nama Agrabhinta dimungkinkan terkait dengan nama
daerah berada didaerah Cianjur selatan, sekarang menjadi daerah perkebunan
Agrabhinta, hanya karena sulit diakses, daerah tersebut seperti menjadi daerah
tertinggal.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Klan Dewawarman
menjadi raja Salakanagara secara turun menurun.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Seperti Dewawarman II
anak Dewawarman dari perkawinan dengan Pohaci Larasati. Dalam catatan sejarah,
raja-raja Salakanagara yang menggunakan nawa Dewawarman sampai pada Dewawarman
IX. Hanya saja setelah Dewawarman VIII, atau pada tahun 362 pusat pemerintahan
dari Rajatapura dialihkan keTarumanagara. Sedangkan Salakanagara pada akhirnya
menjadi raja bawahan Tarumanagara.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Wilayah Kekuasaan</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Wilayah kekuasaan
Salakanagara meliputi Banten, Jawa Barat bagian barat dan pulau-pulau didalam
Wilayahnya. Sepanjang pantai Salakanagara dijaga Pasukan Dewawarman, termasuk
pesisir Jawa Barat, Nusa Mandala atau Puilau Sangiang, Nusa Api dan pesisir
Sumatra Bagian selatan. Bertujuan untuk menjaga keamanan dari gangguan
perampok. Sebagai imbalannya, para pelaut tersebut diwajibkan membayar upeti.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Selama kejayaan
Salakanagara memang gangguan yang sangat serius datangnya dari para perompak.
Hingga pernah kedatangan perompak Cina. Namun berkat keuletan Dewawarman dengan
membuka hubungan diplomatik dengan Cina dan India pada akhirnya Salakanagara
dapat hidup damai dan sentausa.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Peninggalan
Salakanagara</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Selain adanya
perkiraan jejak peninggalan Salakanagara, seperti batu menhir,. Dolmen dan batu
magnet yang terletak di daerah Banten, berdasarkan penelitian juga ditemukan
bahwa penanggalan sunda atau Kala Sunda dinyatakan ada sejak jaman Aki Tirem.
Penanggalan tersebut kemudian dinamakan Caka Sunda. Perhitungan Kala Saka
mendasarkan pada Matahari 365hari) dan Bulan (354 hari). Masing-masing tahun
mengenal taun pendek dan panjang.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Cikal Bakal
Tarumanagara</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Konon kabar pada
tahun 270Saka atau 348 Jayasinghawarman, seorang Maharesi dari Salankayana India,
ia mengungsi karena daerahnya ditaklukkan Maharaja Samudragupta dari Kerajaan
Maurya. Daerah pengungsuiannya terletak di Wilayah dekat Citarum. Daerah
tersebut masih termasuk wilayah kekuasaan Dewawarman VIII. Maharesi tersebut
kemudian menjadi menantu Dewawarman VIII.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Setelah berselang
lama, banyak penduduk berdatangan dan menetap disana. Lama kelamaan daerah
tersebut menjadi Nagara (kota). Kemudian Jayasingawarman pun memperbesar
kotanya hingga menjadi sebuah kerajaan yang diberi nama Tarumanagara.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Jayasingawarman
selain menjadikan wilayah Salakanagara menjadi sebuah kerajaan iapun kemudian
menjadi rajadirajaguru yang memerintah kerajaan dan bergelar Jayasingawarman
Gurudarmapurusa.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Cag Heula. (***).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Mudah mudahan tulisan
ini ada yang dapat melakukan koreksi. Hatur Nuhun.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Salakanagara</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Salakanagara didalam
naskah Wangsakerta disebut-sebut sebagai Kerajaan awal di Indonesia. Naskah
tersebut kemudian diuraikan dalam Sejarah Jawa Barat dan menghubungkan dengan
sumber berita luar tentang Salakanagara.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Sumber berita yang
sangat berpengaruh dan memberikan inspirasi bagi para peneliti adalah dari
berita Cina, menyebut-nyebut raja Yeh-tiao bernama Tiao pien mengirimkan utusan
ke Cina pada tahun 132 M. Nama Yeh-tiao diduga Yawadwipa atau Yabadiu,
sedangkan Tiao pien dipersamakan dengan Dewawarman.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Berita Cina bukan
satu-satunya sumber rujukan, karena keberadaannya dianggap lebih serius setelah
dihubungkan dengan tulisan Ptolomeus, ahli ilmu bumi mesir, dalam buku
'Geographia', ditulis + tahun 150 M. Ptolomeus menyebutkan diujung barat
Iabadiou (Jawadwipa) terletak Argyre (kotaperak). Dari kedua berita ini
kemudian para ahli menarik kesimpulan adanya sebuah kerajaan di pulau jawa
bagian barat. Sekalipun dalam rentang perjalanan waktu, kesimpulan para
penelitipun berubah-berubah, bahkan menganggap berada di daerah Thailand.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Didalam sejarah
lokal, konon letak Salakanagara berada di sekitar Kabupaten Pandeglang.
Propinsi Banten. Peninggalan yang dianggap berkaitkan dengan Salakanagara
tersebar di Cihunjuran, Citaman, Gunung Pulosari, dan Ujung Kulon, bahkan
diperkirakan memilki kaitan dengan wilayah sekitar Gunung Salak (Mungkin
Caringin Kurung) dan Gunung Padang Cianjur.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Kegamangan menentukan
letak Salakanagara didalam peta Indonesia memang sangat wajar, mengingat tidak
ada bukti fisik sejarah yang telah diakui dengan jelas dan bisa dijadikan
patokan. Semacam prasasti, atau tanda-tanda lainnya. Dimungkinkan pula
kegamangan ini alam, seperti telah meletusnya Gunung Krakatau pada abad ke-17,
dikenal dengan nama Nusa Api.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Menurut hemat saya,
penelusuran sejarah Salakanagara sebaiknya tidak hanya terfokus pada masalah
yang bersifat berita komunikasi tertulis yang memang sangat terbatas, namun
jauh lebih bijak jika dipertimbangkan pula sumber dari cerita-cerita rakyat
atau petutur sejarah lisan. Penelusuran dapat juga dilakukan melalui cara
mencari asal-usul kerajaan sebelumnya, seperti mencari asal-usul kerajaan
Tarumanagara. Konon Kabar kerajaan ini merupakan 'tuturus' dari Salakanagara.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Dalam cerita lisan
Urang Sunda mengenal kisah Dewata Cengkar dan Abusaka mungkin abu saca). Yang
satu dianggap asli Indonesia sedang yang lain dari tanah sebrang. Kisah ini
lebih banyak menceritakan adanya pertemuan budaya, namun memang seolah-olah ada
cerita yang kurang enak mengenai dominasi asing terhadap pribumi. Sebagai
paneling-ngelingnya maka lahirlah penanggalan Caka Sunda. Sayang ceritanya
hanya terbatas untuk komunitas tertentu. Sehingga agak sulit melacak "ka
girangna". Namun didalam sejarah Jawa Barat disebutkan pertanda adanya sentuhan
budaya dari India.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Arti Salakanagara</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Salakanagara dalam
sejarah Sunda (Wangsakerta) disebut juga Rajatapura. Salaka diartikan perak
sedangkan nagara sama dengan kota, sehingga Salakanagara banyak ditafsirkan
sebagai Kotaperak atau Argyre (ptolomeus).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Konon kabar
Salakanagara sampai dengan masa Aki Tirem baru bebentuk suatu komunitas
masyarakat yang tinggal di Wilayah tersebut, bahkan namanya pun belum disebut
Salakanagara, hanya dipimpin atau dikelola oleh penghulu, Salakanagara resmi
menjadi kerajaan ketika masa Dewawarman I, menantu Aki Tirem yang menikahi
putri Aki Tirem, bernama Pwahaci Larasati (urang sunda menyebut Dewi Pohaci).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Jauh-jauh hari
sebelum berbentuk kerajaan, Salakanagara dikenal sebagai kota perdagangan dan
persinggahan para Saudagar asia, seperti Arab, India dan China. Sehingga wajar
jika keberadaan Salakanagara diberitakan oleh mereka.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Di buat Juarna di
21:12 0 Kritik, saran</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Label: Sejarah</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Jumat, 17 Juli 2009</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">TARUMANEGARA</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Sebelum Salakanagara
ramai diperbincangkan Kerajaan Tarumanagara lebih dahulu disebut-sebut para
akhli sejarah sebagai kerajaan awal di tatar pasundan. Padahal berdasarkan
dugaan awal, keberadaan Salakanagara jauh lebih dulu dibandingkan Tarumanagara.
Entah bagaimana, Tarumanagara pun dianggap sebagai kerajaan yang didirikan kaum
pendatang, para saudagar dari India.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Sekalipun demikian,
kepopuleran Tarumanagara didalam sejarah lisan masyarakat sekarang belum dapat
mengalahkan cerita tentang Galuh dan Pajajaran, bahkan masih banyak yang
menafsirkan bahwa raja-raja Tarumanagara bergelar Purnawarman, sama dengan
anggapan bahwa raja-raja Pajajaran bergelar Siliwangi (Silihwangi).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Kesalahan dalam cara
mempersepsi raja-raja Tarumanagara yang bergelar Purnawarman dimungkinkan,
mengingat Purnawarman disebut-sebut sebagai raja yang paling terkenal, mampu
memperluas wilayah Tarumanagara, dan banyak di abadikan didalam bentuk
Prasasti.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Sekalipun demikian,
masih banyak para akhli sejarah Jawa Barat, yang masih menyisakan pertanyaan
tentang asal-usul Tarumanagara, apakah dari India atau pribumi asli yang
menggunakan adat istiadat Hindu ?.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Keberadaan
Tarumanagara</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Sebagai bukti
keberadaan Tarumanagara diketahui dari peninggalan berupa Prasasti yang saat
ini baru ditemukan tujuh buah dan beberapa arca, batu menhir, perhiasan, batu
dakon, kuburan tua, tempayan, dan logam perunggu.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Sedang sumber rujukan
kisah yang sering dijadikan bahan diskusi berasal dari Naskah Wangsakerta.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Mungkin sulit juga
diakui keberadaanya jika tidak dikuatkan berita dari luar.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Berita ini menurut
sejarah jawa barat tercantum didalam berita-berita dari China. Seperti berita
perjalanan Fa-Hsien, Dinasti Sui dan Dinasti Tang.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Pada tahun 413 M
(Jaman Purnawarman) Fa-Hsien, pendeta Budha dari China. semula ia berniat
berlayar ke Srilanka, namun kapalnya terkatung-katung hingga 90 hari, kemudian
ia tiba di Ya-va-di dan menetap selama lima bulan. Selama di Ya-va-di ia lebih
banyak melihat Brahmana dari pada pendeta-pendeta Budha. Kisah ini kemudian
ditulisnya dalam buku yang berjudul Fa-Kao-Chi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Berita kedua lainnya
terkait dengan hubungan diplomatic, yakni berita dari Dinasti Sui, menceritakan
bahwa tahun 528dan 535 (masa raja Candrawarman dan Suryawarman) telah datang
utusan dari To-lo-mo yang terletak di sebelah selatan. Sedangkan Berita Dinasti
Tang, juga menceritakan bahwa tahun 666 dan 669 (masa raja Linggawarman) telah
datang utusaan dari To-lo-mo.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Dari berita
dipercayai para akhli, bahwa yang dimaksud dengan To-lo-mo adalah Tarumanagara.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Berdasarkan sumber-sumber
diatas para akhli sejarah menyimpulkan tentang aspek-aspek social dari
kehidupan raja-raja dan pendudukan Tarumanegara.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Tarumanagara
mengalami puncak kejayaannya ketika dipimpin Purnmawarman. Ia dianggap raja
gagah perkasa, pemberani. panglima perang, membekas dihati rakyat dan tokoh
agama sebagai raja yang memperhatikan kesejahteraan rakyat, serta rajin
memberikan hadiah kepada para Brahmana.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Jika tidak ditemukan
beberapa prasasti, keraguan terhadap keberadaan Tarumanagara akan sama dengan
keraguan terhadap Salakanagara. Untungnya Purnawarman termasuk raja yang sangat
rajin mengabadikan kejayaannya didalam Prasasti, sehingga tidak mengalami
kebuntuan sejarah, sebagaimana yang dialami Salakanagara.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Prasasti terpenting
yang mengabarakan keberadaan Purnawarman dimuat dalam prasasti Ciaruten,
menjelaskan :</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">"Kedua jejak
telapak kaki yang seperti jejak telapak kaki Wisnu ini kepunyaan penguasa dunia
yang gagah berani yang termashur Purnawarman raja Tarumanagara".</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Prasasti ini cukup
kuat menunjukan Tarumanagara memang pernah ada, sekalipun lokasi dan tanda
tanda fisik kedatuannya masih belum diketahui, namun patut diduga, Tarumanagara
berada di wilayah Pantai Bekasi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Prasasti inipun
menunjukan pula Purnawarman sebagai raja Tarumanagara, sehingga wajar jika
Purnawarman dianggap pendiri Tarumanagara.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Keyakinan yang
menganggap Purnawarman pendiri Tarumanagara akan menjadi tak terelakan jika
tidak ditemukan Prasasti Tugu, yang diperkirakan dibuat abad ke 5M. Prasasti
tersebut menunjukan Purnawarman bukan raja pertama, karena masih ada
pendahulunya, yakni Rajadirajaguru. Runtutan kisah ini menjadi tersambungkan
jika dihubungkan dengan Kisah Tarumanagara didalam Naskah Wangsakerta, yang
dibuat pada abad 17 M Pendiri Tarumanagara</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Prasasti yang
ditemukan di Desa Tugu, Kecamatan Tarumajaya Bekasi, ditulis dalam huruf palawi
menerangkan, bahwa : Purnawarman telah menggali saluran sungai Gomati dalam
waktu 20 hari, namun pada bait pertama menyebutkan, : "dahulu sungai
Chandrabaga digali oleh Rajadirajaguru...". Prasasti ini cukup kuat
menjelaskan "Purnawarman" bukan raja pertama. Karena menyebut adanya
Rajadirajaguru, pendahulunya. Paling tidak Rajadirajaguru adalah pendahulu
Purnawarman.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Tentang
Rajadirajaguru diuraikan dalam Naskah Wangsakerta, ia disebut-sebut nama
aslinya adalah Sang Maharesi Jayasingawarman, berasal dari Calankayana, India,
tiba pada tahun 270 Saka (348 M) di Jawa Barat bersama para pengikutnya, karena
negaranya dikalahkan oleh Raja Samudragupta, Magada, India. Kemudian menetap di
tepi Sungai Citarum yang termasuk Wilayah Salakanagara.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Pada waktu itu
Salakanagara diperintah oleh Dewawarman VIII. Kelak Sang Maharesi menjadi
menantu Dewawarman VIII.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Karena
kemasyhurannya, desa tersebut semakin hari semakin bertambah penduduknya, bukan
karena bertambahnya anak, melainkan juga banyak penduduk dari desa lain yang
menetap disana. Lama kelamaan desa tersebut menjadi sebuah Negara. Ia beri nama
Tarumanagara.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Sang Maharesi
Jayasingawarman kemudian menjadi Rajadirajaguru yang memerintah Tarumanagara,
bergelar Jayasingawarman Gurudarmapurusa, memerintah Tarumanagara sejak 280
Saka (358 M) dan wafat dalam usia 60 tahun.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Jika menyimak
penundukan Salakanagara kedalam kekuasaan atau menjadi dibawah perlindungan
kerajaan Tarumanagara, memang agak aneh. Karena sebelumnya Tarumanagara
termasuk wilayah kekuasaan Salakanagara. Tapi tentunya suksesi ini dilakukan
tanpa pertumpahan darah dan jauh dari tanda-tanda adanya perebutan kekuasaan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Prosesi penundukan
Salakanagara kepada Tarumanagara dimungkin terjadi secara alamiah.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Pertama,
Rajadirajaguru raja Tarumanagara munggaran adalah menantu Dewawarman VIII, Ia
menikah dengan putri Minawati Iswara Tunggal Pertiwi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Kedua, pada episode
berikutnya Tarumanagara lebih maju dibandingkan Salakanagara, sebagai akibat
banyaknya para pendatang yang menetap di Pataruman. Proses alamiah ini
membentuk Tarumanagara menjadi kota yang ramai.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Pembagian Strata
sosial</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Dari pernikahan Sang
Rajaresi dengan putri Minawati Iswara Tunggal Pertiwi, mempunyai anak bernama
Darmayawarman dan Nagawarman. Kelak sepeninggal Sang Rajadirajaguru, Darmayawarman
diangkat menggantikannya, dengan gelar Rajaresi Darmayawarmanguru.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Sang Rajaresi
memerintah Tarumanagara selama waktu 13tahun, dimulai dari tahun 304Saka (382
M). Ia disebut juga Sang Lumahing Candrabaga, karena ia dipusarakan di
Candrabaga. Kemudian ia digantikan putranya yang bernama Purnawarman.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Kedudukan Sang
Rajaresi di Tarumanagara bukan hanya sebagai pengendali pemerintahan, ia juga
pemimpin semua agama yang ada di Tarumanagara. Sama dengan posisi ayahnya dan
kesejarahan terbentuknya Tarumanagara. Posisi ini sangat menentukan dalam
mengelola sosial kemasyarakatan, bahkan tidak berlebihan jika digunakan sebagai
jendela untuk mengetahui sejarah tentang Sunda Wiwitan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Dari naskah
Wangsakerta ada dua catatan penting yang pernah dilakukan Sang Rajaresi, yakni
membagi strata sosial kemasyarakatan dan upaya merubah pola pikir penduduk
Tarumanagara untuk tidak lagi menganut agama yang dianut nenek moyangnya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Pertama, Sang
Rajaresi membagi kasta penduduk Tarumanagara menjadi empat kasta, yakni Brahmana,
Ksatriya, Waisya, dan Sudra.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Hal ini dimungkinkan,
sama dengan yang dianut dalam kepercayaan Hindu, mengingat Sang Rajaresi
termasuk penganut Hindu yang taat. Namun ia pun membedakan golongan penduduk
kedalam tiga golongan, yakni golongan nista, madya, dan utama.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Penggolongan
masyarakat menjadi golongan nista, madya dan utama, hemat saya sama dengan cara
Belanda menetapkan penggolongan penduduk di Hindia Belanda.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Namun di Tarumanagara
dimungkinkan untuk memberikan hak dan perlakuan yang istimewa kepada raja
Tarumanagara dan keluarganya serta kepada kaum Brahmana, dalam rangka
menjalankan tugas keagamaan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Sedangkan di Hindia
Belanda pemerintahan waktu itu mengelompokan masyarakat menjadi golongan Eropa,
Timur asing dan Pribumi untuk keperluan pendudukan hukum.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Penggolongan demikian
didudukan pula dalam bentuk-bentuk aturan (hukum). Seperti memberlakukan Hukum
perdata barat untuk Golongan Eropa dan Hukum adat untuk pribumi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Memang jika hanya
aturan penundukan hukum adalah masalah kebebasan menentukan, tetapi parahnya,
aturan ini mempengaruhi didalam cara pemberian layanan pemerintah kepada
masyarakat. Seperti penggunaan fasilitas umum dan pengelompokan sekolah. Sadar
atau tidak sadar dapat dikatagorikan pada tindakan diskriminatif.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Saya kurang mendapat
Informasi yang jelas mengenai penerapan dan tingkat upaya menggiring kepatuhan
warga Tarumanagara terhadap kebijakan ini. Namun tentunya, kebijakan ini
memberikan hak yang istimewa kepada raja dan para brahmana yang menjalan tugas
keagamaan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Kedua, Sang Rajaresi
berupaya merubah paradigma cara keberagamaan masyarakat Tarumanagara agar tidak
lagi menganut agama nenek moyangnya. Upaya Sang Rajaresi ini sangat penting
untuk ditelaah lebih jauh, karena masih banyak para ahli sejarah dan penganut
agama lain yang mensinkretiskan masyarakat tatar sunda dan parahyangan padaan
dahulu sebagai penganut Hindu dan penyembah rokh nenek moyang.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Secara resmi sentuhan
dengan budaya luar (India) sudah mulai nampak ketika Dewawarman I menggantikan
Aki Tirem. Namun sampai saat ini tidak diketahui adanya benturan, kecuali dari
tutur tinular yang mengisahkan lahirnya penanggalan Saka Sunda.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Didalam Naskah
Wangsakerta dijelaskan pula, sentuhan budaya Hindu di Jawa Barat ini menandakan
sejarah Jawa Barat memasuki masa kerajaan dengan konsep kerajaan yang kemudian
bersumber dari tradisi India. Namun tidak berarti seluruh masyarakat di tatar
sunda beralih agama menjadi agama yang dianut raja-rajanya. Karena di jaman
pemerintahan Sang Rajaresi ditemukan agama (ageman) yang tidak sama dengan
agama yang dianut rajanya. Agama ini oleh Sang Rajaresi disebut sebagai agama
yang memuja rokh nenek moyang.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Sampai saat inipun
belum ada nama resmi dari agama tersebut, apalagi dengan adanya penetapan yang
dituangkan dalam SK Menteri, agama ini digabungkan dalam wadah aliran
kepercayaan, yang pembinaannya tidak dilakukan oleh Departemen agama. Jika
ditenggarai dari istilah yang saat ini berkembang, maka lebih tepat jika dikatagorikan
pada agama Urang Sunda Wiwitan (Wiwitan = awal = asal mula).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Berdasarkan
peninggalan arkeologis dan naskah-naskah Sunda buhun, agama sunda wiwitan dapat
dikatagorikan monoteisme. Dalam perkembangannya ada juga pengaruh ajaran agama
lain. Konon kabar, keaslian agama urang sunda dapat dilihat dari agama yang
dianut masyarakat Kanekes (Baduy tangtu) Banten.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Menurut keterangan
pu'un di Kanekes, ageman Sunda Wiwitan menganggap adanya Sang Hyang Keresa
(Tuhan yang Maha Kuasa), yang disebut juga Batara Tunggal (Yang Maha Tunggal),
Batara Jagat (Penguasa Jagat) dan Batara Seda Niskala (Yang maha Ghaib). Dalam
paradigma agama Sunda Wiwitan, alam ini dibagi tiga, yakni Buana Nyungcung
(Dunia Atas), Buana Tengah (Tempat manusia) dan Buana Larang (neraka).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Naskah Carita
Parahyangan menyebutkan ageman Urang Sunda Wiwitan sebagai agama Jatisunda,
berasal dari kata wiwitan-mula-mula - awal -pokok.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Sedangkan saripati
dari ajaran ini belum sedemikian dikenal, mengingat adanya sikap yang tertutup
dari para penganutnya saat ini. Ketertutupan ini menimbulkan spekulasi dari
para penganut agama lain untuk menempatkan agama Jatisunda sebagai ageman yang
bukan agama, bahkan ada yang sinis menyebutnya atheis, sehinga perlu diajak
untuk masuk agamanya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Upaya serius yang
dilakukan Sang Rajaresi dilakukan pula melalaui cara mengajarkan agamanya
kepada para penghulu desa yang ada disekitar Tarumanagara. Iapun mendatangkan
brahmana-brahmana dari India.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Namun upaya ini tidak
seluruhnya membuahkan hasil, karena masih banyak penduduk Tarumanagara yang
menganut agama nenek moyangnya</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Masa Keemasan
Tarumanagara</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Masa keeamasan
Tarumanagara disebut-sebut terjadi pd jaman Purnawarman, bergelar Sri Maharaja
Purnawarman Sang Iswara Digwijaya Bhimaprakarma Suryamahapurusa Jagatpati. Pembangun
Tarumanagara. Ia disebut juga narendraddhvajabuthena (panji segala raja), atau
sering disebut Maharaja Purnawarman, berkuasa pada tahun 317 Saka (395 M),
meningal pd 356Saka (434 M), dipusarakan di Citarum, sehingga disebut juga Sang
Lumah ing Tarumadi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Kemasyhuran
Tarumanagara diabadikan didalam Prasasti jaman Purnawaraman, tentang
dibangunnya pelabuhan dan beberapa sungai sebagai sarana perekonomian ; pada
masa Purnawarman, Tarumanagara menaklukan raja-raja kecil di Jawa Barat yang
belum mau tunduk.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Prasasti-prasasti tsb
juga menjelaskan tentang raja tarumanagara ; menggali kali gomati sepanjang
6122 busur ; wilayahnya meliputi Bogor dan Pandeglang, bahkan pada perkembangan
berikutnya, Tarumanagara mampu melebarkan sayap kekuasaan nya. Perluasan daerah
Tarumanagara dilakukan melalui jalan perang maupun jalan damai, berakibat
wilayah Tarumanagara menjadi jauh lebih luas dibandingkan ketika masih dipimpin
Rajadirajaguru dan Raja Resi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Pada jaman ini pula,
masalah hubungan diplomatic ditingkat. Sehingga wajar jika Pustaka Nusantara
menyebutkan kekuasaan Purnawarman membawahi 48 raja daerah yang membentang dari
Salakanagara atau Rajatapura (di daerah Teluk Lada Pandeglang) sampai ke
Purwalingga (Purbolinggo) di Jawa Tengah. Sehingga memang secara tradisional
Cipamali (Kali Brebes) dianggap batas kekuasaan raja-raja penguasa Jawa Barat
pada masa silam. Hal yg sama dpt ditenggarai dari masa Manarah & Sanjaya di
Galuh</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Membangun Wilayah</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Kisah Purnawarman
secara terperinci diuraikan didlm Pustaka Pararatvan I Bhumi Jawadwipa. Langkah
pertama yg dilakukannya, ia memindahkan ibukota kerajaan kesebelah utara
ibukota lama, ditepi kali Gomati, dikenal dengan sebutan Jayasingapura. Kota
tersebut didirikan Jayasingawarman, kakeknya. Kemudian diberi nama Sundapura
(kota Sunda). Iapun mendirikan pelabuhan ditepi pantai pada tahun 398sampai 399
M. Pelabuhan ini menjadi sangat ramai oleh kapal-kapal kerajaan Tarumanagara.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Raja Tarumanagara
pada masa Purnawarman sangat memperhatikan pemeliharaan aliran sungai.
Tercatatat beberapa sungai yg diperbaikinya :</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Pada tahun 410 M ia
memperbaiki kali Gangga hingga sungai Cisuba, terletak di daerah Cirebon,
termasuk wilayah kekuasaan kerajaan Indraprahasta.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Pada tahun 334 Saka
(412 M) memperindah alur kali Cupu yang terletak di kerajaan Cupunagara yg
mengalir hingga istana raja.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Tahun 335 Saka (413
M) Purnawarman memerintahkan membangun kali Sarasah atau kali Manukrawa
(Cimanuk).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Tahun 339 Saka (417
M), memperbaiki alur kali Gomati dan Candrabaga, yg sebelumnya pernah dilakukan
oleh Rajadirajaguru, kakeknya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Tahun 341 Saka (419),
memperdalam kali Citarum yg merupakan Sungai terbesar di Wilayah kerajaan
Tarumanagara.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Proses & hasil
pembangunan beberapa sungai diatas menghasilkan beberapa implikasi, yakni dapat
memperteguh daerah-daerah yg dibangun sebagai daerah kekuasaan Tarumanagara.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Kedua, krn sungai
pada saat itu sebagai sarana perkenomian yg penting, maka pembangunan tsb
membangkitkan perekonomian pertanian & perdagangan Tarumanagara.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Politik &
Keamanan</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Sejak pra Aki Tirem
wilayah pantai barat pulau jawa tak lekang dari gangguan para perompak, bahkan
keberadaan Salakanagara tak lepas pula dari perlunya penduduk Kota Perak
mempertahankan diri dari gangguan para perompak. Disinilah sebenarnya
Dewawarman I berkenalan dgn masyarakat Yawadwipa dan dari thema ini pula
masyarakat Jawa Barat bersentuhan dengan kebudayaan India.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Konon kabar ketika
masa Salakanagara, pemberantasan perompak dianggap sulit, bahkan menurut cerita
rakyat, ketujuh putra Dewawarman yg terakhir terbunuh dilaut ketika menghalau
para perompak. Para perompak yang paling ganas berasal dari laut Cina Selatan,
sehingga Sang Dewawarman menganggap perlu untuk membuka jalur diplomatik dgn
Cina dan India.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Gangguan para
perompak dialami juga ketika jaman Purnawarman, bahkan wilayah laut jawa
sebelah utara, barat dan timur telah dikuasai perompak. Semua kapal diganggu
atau dirampas, yg terakhir para perompak berhasil menyandera & membunuh
seorang menteri kerajaan Tarumanagara & para pengikutnya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Untuk menghancurkan
para perompak, Sang Purnawarman langsung memimpin pasukan Tarumanagara. Kontak
senjata pertama terjadi diwilayah Ujung Kulon. Para perampok tersebut dibunuh
dan dibuang kelaut. Sedemikian marahnya Purnawarman. Sejak peristiwa itu daerah
tersebut menjadi aman, karena Purnawarman menghukum mati setiap perompak yang
tertangkap.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Untuk meneguhkan
hubungan diplomatik, banyak anggota kerajaan yg menikah dengan keluarga raja
lain.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Purnawarman memiliki
permaisuri dari raja bawahannya, disamping istri-2 lainnya dari Sumatra,
Bakulapura, Jawa Timur & beberapa daerah lainnya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Dari permaisuri ini
kemudian lahir sepasang putra dan putri. Putra Purnawarman bernama Wisnuwarman,
kelak menggantikan kedudukannya sebagai raja Tarumanagara. Sedangkan adiknya
dinikahi oleh seorang raja di Sumatera. Konon dikemudian hari di Sumatera
terdpt raja besar yg bernama Sri Jayanasa, dari kerajaan Sriwijaya (pada saat
itu masih dibawah kerajaan Melayu), ia adalah keturunan Purnawarman.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Pemberontakan
Cakrawarman</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Pada saat Purnawarman
meninggal Tarumanagara membawahi 46 raja-raja kecil. Sungguh kekuasaan yg besar
dan perlu raja yg mampu dan kuat untuk melanjutkan kekuasaan ini. Ia kemudian
digantikan oleh putranya, yakni Wisnuwarman, dinobatkan tahun 356 Saka (434 M),
Ia memerinta selama 21 tahun.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Wisnuwarman
meneruskan kebijakan ayahnya, namun ia jauh lebih bijaksana dibandingkan
Purnawarman yg dianggap bertangan besi. Untuk menjaga eksistensi Tarumanagara, penobatan
ini diberitahukan keesegenap Negara sahabat dan bawahannya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Pada awal
pemerintahan Wisnuwarman sudah beberapa kali mengalami upaya pembunuhan. Hingga
kemudian diketahui, bahwa actor intellectual upaya pembunuhan itu adalah
Cakrawarman, pamannya sendiri, adik Purnawarman.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Cakrawarman dimasa
Purnawarman menjabat sebagai panglima angkatan perang. Ia sangat setia
mendampingi kakaknya dalam upaya melebarkan sayap kekuasaan Tarumanagara. Ia
dianggap orang kedua di Tarumanagara. Sepeninggal Purnawarman Ia diharapkan
para pengikutnya untuk menggantikan Purnawarman.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Upaya makar
sebenarnya tidak akan pernah terjadi jika Cakrawarman tidak berambisi dan yakin
terhadap kepemimpinan Wisnuwarman yg mampu melanjutkan kekuasaan Purnawarman.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Keraguannya sangat
beralasan, mengingat Cakrawarman tidak bertabiat seperti ayahnya, yang tegas
dan tanpa kompromi terhadap lawan-lawannya. Namun patut diakui, sejak masa
Wisnuwarman keadilan dan kemakmuran Tarumanagara bisa dapat tercapai.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Upaya makar yg
dilakukan pula oleh para pejabat istana yang setia kepada Cakrawarman, seperti
Sang Dewaraja (wakil panglima angkatan perang), Sang Hastabahu (kepala
bayangkara), Kuda Sindu (wakil panglima angkatan laut), serta pejabat angkatan
perang dan para pejabat kerajaan-kerajaan bawahan Tarumanagara.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Cakrawarman akhirnya
terbunuh dalam suatu pertempuran di sebelah selatan Negara Indraprahasta, tidak
jauh dari Sungai Cimanuk. Ia terbunuh oleh pasukan Bhayangkara Indraprahasta,
kerajaan dibawah Tarumanagara yg setia kepada Wisnuwarman.Sejak peristiwa
tersebut, pasukan bhayangkara Tarumanagara selalu dipercayakan kepada
orang-orang Indraprahasta. Kepercayaan demikian berlangsung hingga pada
peristiwa Galuh, ketika terjadi pemberontakan Purbasora terhadap Sanjaya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Pemberian Otonomi</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Kisah penumpasan
pemberontakan Cakrawarman memberikan pelajaran terhadap pihak keraton dan
raja-raja dibawah Tarumanagara untuk tidak mengulang peristiwa yang sama.
Keteguhan kekuasaan selanjutnya dirubah, dari yang bersifat tangan besi dijaman
Purnawarman menjadi perilaku adil dan bijaksana. Ia memperhatikan kesejahteraan
rakyat dan mengayomi raja-raja yang ada dibawah kekuasaannya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Suri ketauladan
Wisnuwarman digambarkan ketika menggagalkan upaya Kup Cakrawarman. Secara bijak
ia mengadili orang-orang suruhan Cakrawarman untuk memberitahukan actor
intelectualnya. Ia memperlakukan tersangka dengan baik dan secara cerdik
dijanjikan tidak akan dihukum mati.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Kemudian iapun
mendapatkan informasi tentang actor intellectual dimaksud.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Kebijaksanaan yang ia
miliki dijadikan suri tauladan oleh generasi penerusnya, Indrawarman dan
Candrawarman.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Sang Maharaja
Indrawarman bergelar Sang Paramartha Sakti Maha Prabawa Lingga Triwikrama
Buanatala. Berkuasa selama 60 tahun, sejak 377sampai dengan 437 Saka (455 -515
M), sedangkan Indrawarman bergelar Sri Maharaja Candrawarman bergelar Sang
Hariwangsa Purusasakti Suralaga Wangenparamarta, berkuasa selama 20 tahun,
sejak tahun 437 sampai dengan 457 saka (515 - 535 M).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Pada masa
pemerintahannya memang banyak penduduk yang beragama Wisnu, namun tidak pernah
terdengar adanya benturan, Situasi keagamaan digambar-kan tidak ada yang saling
curiga dan cemburu (tan hanekang irsya). Peristiwa yang dapat dianggap
monumental ketika menyerahkan pemerintahan raja-raja daerah kepada trah
turunanan masing-masing, atas dasar kesetiaan kepada raja</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Tarumanagara.
Peristiwa ini terjadi pada 454Saka (532 M).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Suatu hal yang perlu
diteladani, pembagian atau penyerahan pengawasan pusat ke daerah masing-masing
bukan suatu barang baru di tatar sunda. Hanya saja banyak ragam proses yang
perlu dilalui.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Biasanya perlu ada
desakan -tekanan dan permintaan agar pusat mau memberikan otonomi. Dalam
peristiwa Tarumanagara justru sebaliknya, pemberian otonomi kepada raja-raja
dibawahnya dilakukan ketika Negara dalam keadaan yang stabil.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Peristiwa ini
digambarkan didalam naskah Wangsakerta (Jawa dwipa Sarga 1) dan disebut adanya
perubahan paradigma raja-raja tarumanagara, dari tangan besi kearah pengendoran
kekuasaan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Tindakan monumental
tersebut kemudian diabadikan dalam bentuk prasasti ketika jaman Raja
Suryawarman, yang ditemukan didaerah Pasir Muara (Cibungbulang). Isi prasasti
tersebut sebagai berikut :</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Ini sabdakalanda
rakryan juru pangambat</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">wi kawihaji panyca
pasagi marsa</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Ndeca barpulihkan
haji sunda</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Ini tanda ucapan
rakyan juru pangambat</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">(tahun) 458
pemerintahan</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">daerah dipulihkan
kepada raja sunda.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Karakter Kepemimpin</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Dari kearifan masa
lalu, saya melihat adanya penerapan leadership yang berbeda antara masa
Purnawarman dengan Wisnuwarman. Masa Purnawarman kepemimpinan Tarumanagara
dijalankan secara tangan besi. Ia tanpa ampun menghukum setiap para pelanggar
hokum dan penganggu ketertiban. Namun ia pun mampu menjaga hubungan baiknya
melalui jalur diplomatik dengan kerajaan lainnya. Bahkan masalah reward dan
punishment sangat kentara dijalankan. Hal ini dapat ditenggarai dari setiap
selesainya membangun suatu daerah niscaya ia memberikan hadiah kepada warga
maupun brahmana.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Konsep lain dari
kearifannya dapat pula ditenggarai dalam cara-cara Purnawarman menjaga hubungan
baik dengan para Brahmana, bahkan ia membangun tempat tempat suci seperti
diwilayah Indraprahasta.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Hubungan raja
brahmana demikian dapat mensinergikan antara masalah duniawi (raja) dan masalah
akhirat (brahma).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Mungkin masa tersebut
termasuk masa memerlukan tingkat kesetiaan dan pentaatan terhadap kebijakan
Negara, sehingga Purnawarman menjalankan kepemimpinannya benar-benar Strong
Leadership dan proporsional.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Dalam cara-cara
mempertahankan kejayaan tersebut di jaman Wisnuwarman dilakukan dengan cara
yang benar-benar adil dan berani mendelagasikan pengawasan dan kebijakannya
kepada raja-raja bawahan. Iapun memberikan punishment yang seimbang dengan
tingkat kesalahan para pelanggarnya. Hal ini terbukti pada cara-cara memberikan
hukuman terhadap para pemberontak. Namun tentunya, masalah kepercayaan
(dipercayai dan dapat memegang kepercayaan) merupakan factor analisa yang
pentinga ia lakukan, sehingga tanpa perangpun Ia mampu mempertahankan kejayaan
Tarumanagara.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Didalam buku Rintisan
Penelusuran Masa Silam Jawa Barat disebutkan Tarumanagara ketika pada masa
Sudawarman sudah mulai nampak anti klimaks dari masa keemasan Tarumanagara.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Sudawarman, raja
Tarumanagara ke IX, dengan gelar Sri Maharaja Sudawarman Mahapurusa Sang
Paramertaresi Hariwangsa. Ia berkuasa sejak tahun 550sampai dengan 561 saka
(628 -639 M) dan dikenal sebagai raja yang berbudi luhur.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Kemunduran atau
gejala meredupnya kejayaan Tarumanagara mulai nampak pada masa Sudarwana, konon
dimungkinkan terjadi,</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Pertama, pemberian
otonomi kepada raja-raja bawahan yang diberikan oleh raja-raja sebelumnya tidak
disertai hubungan dan pengawasan yang baik. Akibanya para raja bawahan merasa
tidak terlindungi dan tidak diawasi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Sudawarman secara
emosional juga tidak menguasai persoalan di Tarumanagara, sejak kecil ia
tinggal di Kanci, kawasan Palawa. Sehingga masalah Tarumanagara menjadi asing
baginya. Memang ia dapat menyelesaikan tugas pemerintahannya, hal ini
disebabkan adanya kesetiaan dari pasukan Bhayangkara yang berasal dari
Indraprahasta, telah teruji kesetiannya terhadap raja-raja Tarumanagara, mereka
hanya berpikir tentang :</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">bagaimana cara
menyelematkan raja. Sehingga setiap pemberontakan dapat diselesaikan dengan
baik</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Kedua, pada jaman
Sudawarman telah muncul kerajaan pesaing Tarumanagara yang sedang naik daun.
Seperti ditenggara terdapat Kerajaan Galuh, didirikan tahun 612 M, sebelumnya
termasuk Wilayah Tarumanagara.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Galuh didirikan oleh
Wretikandayun, cucu dari Kretawarman, raja Tarumanagara kedelapan. Selain Galuh
terdapat kerajaan Kalingga di Jawa Tengah yang sudah mulai ada didalam masa
keemasannya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Sedangkan di Sumatera
terdapat kerajaan Melayu (termasuk Sriwijaya) dan Pali.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Kemerosotan pamor
Tarumanagara tidak akan berakibat parah jika pengganti Sudarwan, yakni
Dewamurti dapat bertindak arif. Ia dianggap sebagai raja yang kasar dan tidak
mau berbelas kasihan, cenderung menebar aib didalam keraton Tarumanagara.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Hingga pada akhirnya
ia dibunuh oleh Brajagiri, anak angkat Kretawarman, raja Tarumanagara ke VIII,
yang ia permalukan. Barjagiri sendiri tewas dibunuh oleh Sang Nagajaya, menantu
Dewamurti.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Sundapura</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Kemudian Sang
Nagajaya mewarisi tahta mertuanya dengan gelar Maharaja Nagajayawarman
Darmastya Cupujayasatru. Ia berasal dari Cupunagara, kerajan dibawah
Tarumanagara. Nagajaya memerintah Tarumanagara sejak tahun 562 sampai dengan
588 saka (640 - 666 M).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Setelah wafat
digantikan oleh Linggawarman, dinobatkan sebagai raja ke 12 Tarumanagara pada
tahun 588 saka atau 666 M, dengan gelar Maharaja Linggawarman Atmahariwangsa
Panunggalan Tirtabumi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Kemudian ia
digantikan menantunya, yakni Tarusbawa, dengan gelar Maharaja Tarusbawa
Darmawaskita Manungmanggalajaya Sundasembawa, sebelumnya ia raja sundapura.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Tarusbawa memerintah
sejak tahun 591 sampai dengan 645 saka (669 -723 M).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Karena melihat pamor
Tarumanagara yang terus merosot, Tarusbawa sangat menginginkan untuk mengangkat
Tarumanagara kembali kemasa kejayaannya. Ia pun memimpinkan kejayaan
Tarumanagara seperti jaman Purnawarman yang bersemayam di Sundapura.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Dengan keinginannya
tersebut ia merubah nama Kerajaan Tarumanagara menjadi Kerajaan Sunda
(Sundapura atau Sundasembawa).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Penggantian nama
kerajaan yang ia lakukan tidak dipikirkan dampaknya bagi hubungan Tarumanaga
dengan raja-raja bawahannya. Karena dengan digantinya nama Tarumanagara menjadi
Kerajaan Sunda berakibat raja-raja daerah merasa tidak lagi memiliki ikatan
kesejarahan, apalagi Tarusbawa bukan anak Linggawarman, melainkan seorang
menantu dan bekas raja Sundapura.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Letak Sundapura</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Tentang letak
Sundapura jika dikaitkan dengan prasasti di Kampung Muara Cibungbulang dan
Prasasti Kebantenan menimbulkan pertanyaan. Karena bisa ditafsirkan, bahwa
perpindahan ibukota Tarumanagara dari Sundapura telah terjadi sejak masa
Suryawarman. Selain itu, posisi letak prasasti Muara dahulu termasuk berada
diwilayah kerajaan Pasir Muara.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Sundapura diduga
keras berada di daerah Bekasi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Didalam Pustaka
Jawadwipa diterangkan mengenai lokasi Sundapura, :</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">"telas karuhun
wus hana ngaran deca Sunda tathapi ri sawaka ning tajyua Taruma. Tekwan ring
usana kangken ngaran kitha Sundapura. Iti ngaran purwaprastawa saking
Bratanagari".</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">(dahulu telah ada
nama daerah Sunda tetapi menjadi bawahan kerajaan Taruma. Pada masa lalu diberi
nama Sundapura. Naman ini berasal dari negeri Bharata).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Pemisahan Galuh</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Keinginan melepaskan
diri dari Sundapura dicetuskan oleh Wretikandayun, penguasa Galuh. Padahal
leluhur Wretikandyun sangat setia terhadap Tarumanagara, namun karena ada
perubahan nama (mungkin juga adanya pemindahan ibukota Tarumanagara ke wilayah
Sundapura) berakibat ia merasa perlu melepaskan diri.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Keinginan melepaskan
diri ini bukan seuatu yang muskil untuk untuk dilaksanakan, mengingat Galuh
telah merasa cukup kuat untuk melawan Tarumanagara, karena Galuh telah memiliki
hubungan yang sangat baik dengan Kalingga, menikahkan Mandiminyak, putranya
dengan Cucu Ratu Sima. Keinginan tersebut ia sampaikan melalui surat.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Isi surat dimaksud
intinya memenjelaskan, bahwa :</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Galuh bersama
kerajaan lain yang berada di sebelah Timur Citarum tidak lagi tunduk kepada
Tarumanagara dan tidak lagi mengakui raja Tarumanagara sebagai ratu. Tetapi
hubungan persahabatan tidak perlu terputus, bahkan diharapkan dapat lebih
akrab.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Wretikandayun
memberikan ultimatum pula, bahwa Tarumanagara janganlah menyerang Galuh Pakuan,
sebab angkatan perang Galuh tiga kali lipat dari angakatan perang Tarumanagara,
dan memilki senjata yang lengkap. Selain itu Galuh juga memiliki bersahabat
baik dengan kerajaan-kerajaan di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang siap
memberikan bantuan kepada Galuh kapan saja.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Permintaan untuk
memisahkan diri tersebut tidak akan dikabulkan jika terjadi jaman Purnawarman.
Namun berdasarkan perhitungan Tarusbawa, pasukan Tarumanagara yang ada saat ini
dibandingkan pasukan Galuh masih seimbang, sehingga sulit untuk memenangkan
peperangan. Tarusbawa juga termasuk raja yang visioner dan cinta damai. Ia
memilih mengelola setengah kerajaan dengan baik dibandingkan mengelola seluruh
kerajaan dalam keadaan lemah.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Pada cerita berikut
dikisahkan, : akhirnya Tarusbawa menerima tuntutan Wretikandayun. Dan memecah
kerajaan menjadi dua, sesuai dengan permintaan Wretikandayun. Dengan
menggunakan Citarum sebagai batas negaranya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Dalam tahun 670.
berakhirlah Tarumanagara sebagai kerajaan yang menguasai seluruh Jawa Barat.
Namun muncul dua kerajaan. Disebalah barat Citarum menjadi kerajaan Sunda,
sedangkan disebelah timur Citarum berdiri kerajaan Galuh (Parahyangan).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Cag heula.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">KENDAN</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Sejarah Jawa Barat
mencatat eksisntensi KENDAN sebagai kerajaan disebut-sebut ada sejak tahun 536
sampai dengan 612 M.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Kendan berubah nama
menjadi Galuh (permata) ketika masa Wretikandayun, penerus Kendan menyatakan
diri melepaskan diri dari Tarumanagara. Karena Terusbawa merubah Tarumanagara
menjadi Kerajaan Sunda (pura).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Sejak tahun 670 M
ditatar sunda dianggap ada dua kerajaan kembar, yakni Sunda Pakuan dan Sunda
Galuh.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Nama KENDAN seolah
tenggelam dalam kebesaran nama Galuh, sangat jarang diketahui masyarakat
tentang wilayah dan kesejarahannya, kecuali beberapa masyarakat yang berminat
mendalami sejarah Sunda. Bagi sejarawan sunda eksistensi KENDAN tidak dapat
dilepaskan dari Galuh. KENDAN danggap cikal bakal Galuh.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Bahkan sejarawan
Sumedang di Musium Prabu Geusan Oeloen membedakan Galuh Kendan dengan Galuh
Kawali.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Letak KENDAN</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">KENDAN didalam
catatan sejarah Jawa Barat diperkirakan terletak disuatu daerah diwilayah
Kabupaten Bandung, ditepi sebuah bukit (KENDAN), + 500 meter sebelah timur
stasiun kereta api Nagreg.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Terdapat daerah
hunian yang bernama Kampung Kendan, Desa Citaman, Kecamatan Cicalengka.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Namun berdasarkan on
the spot, letak KENDAN berada di sebelah barat stasiun nagreg dan termasuk Desa
Nagreg.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Disekitar Nagreg dan
Citaman ditemukan pula suatu tempat yang disebut masyarakat sekitarnya
"tempat pamujaan", Sayang istilah tempat pamuajaan dalam paradigma
masyarakat sunda dewasa ini dikonotasikan negatif, karena sering digunakan
"pamujaan", suatu cara meminta harta kekayaan kepada mahluk gaib, dan
dianggap menyekutukan Tuhan. Sama dengan istilah pesugihan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Nama KENDAN lebih
dikenal dalam dunia arkeologi, identik sebagai pusat industri perkakakas
neolitik pada jaman purbakala.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Batu Kendan sudah
lama disebut-sebut dalam dunia kepurbakalaan. Disinyalir daerah Kendan sudah
ramai dihuni penduduk sejak sebelum tarikh masehi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Pasir batu bukit
KENDAN sampai saat ini masih di ekspoitasi penduduk setempat, karena mengandung
bahan perekat yang sangat cocok untuk pembuatan gerabah. Haji Atang pemilik
bukit itu sekarang, memanfaatkan bukit kendan untuk dijadikan bahan campuran
bata merah. Konon kabar menurut cerita Pak Anang, keponakan Haji Atang, pada
waktu jaman belanda kakeknya mengeksploitasi tanah KENDAN untuk dikirim ke
Belanda dari stasiun Nagreg melalui Pelabuhan Surabaya, bahkan pembangunan
gedung sate dan gedung lainnya di kota Bandung disinyalir menggunakan bahan
dari bukit KENDAN.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Kemudian pernah
ditemukan sebuah patung kecil.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Para akhli sejarah
menyebutnya patung Dewi Durgi. (saat ini disimpan dimusium Jakarta). Sedangkan
di dalam prasasti Jayabupati disebutkan, bahwa :</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">kekuatan Durgi
dianggap kekuatan Gaib. Dalam cerita Lutung Kasarung, Nini Dugi dianggap
berasal dari Kanekes.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Keberadaan patung
Durga ditempat pamujaan menimbulkan spekulasi dari beberapa akhli sejarah.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Pleyte (1909)
mensinyalir daerah tersebut termasuk daerah "Kabuyutan". Sama dengan
daerah Mandala, atau Kabuyutan yang ada diwilayah Cukang Genteng, dekat Ciwidey
Kabupaten Bandung.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Kerajaan KENDAN
disebut-sebut dalam Naskah Carita Parahyangan dan Naskah Wangsakerta.
Disinyalir kedua sumber ini berasal dari Pararatwan Parahyangan, naskah
tersebut saat ini tidak diketahui rimbanya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Namun karena
dijadikan sebagai naskah rujukan maka Pararatwan Parahyangan dipastikan
keberadaannya lebih tua dari Naskah Carita Parahyangan dan Naskah Wangsakerta.
Pendiri Kendan</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Naskah Wangsakerta
yang disusun pada abad tujuh belas menjelaskan Kendan didirikan oleh Sang
Manikmaya, ia berasal dari keluarga Calankayana, India. Ia menetap di Kendan
sebagai resi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Karena memiliki agama
yang sama dengan raja Tarumanagara dan penyembah Wisnu, Manikmaya kemudian
dinikahkan dengan Dewi Tirtakancana, putri Suryawarman, raja Tarumanagara.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Istilah atau sebutan
Manikmaya dalam kehidupan masyarakat sunda sangat familir dan dikenal dari nama
Tokoh Dewa didalam cerita Mahabarata. Sehingga banyak runtutan Kisah yang
menghubungkan sejarah para leluhurnya dengan tokoh pewayangan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Sebelum Sang
Manikmaya ketika tiba di KENDAN, dipastikan daerah tersebut sudah ada
kehidupan, sebagaimana ditemukannya gerabah yang diketahui berumur pada era
sebelum tarikh masehi. Hal ini menjadi sangat masuk akal mengingat perkenalan
Sang Manikmaya, pendiri KENDAN dengan penguasa Tarumanara terjadi setelah ia
berada di KENDAN dalam kapasitasnya sebagai resi. Dengan demikian sejarah
hampir sama dengan terbentuknya Salakanagara.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Sang Manikmaya
berkuasa di KENDAN sejak 458 Saka (536 M) sampai dengan 490 Saka (568 M). Pada
waktu itu KENDAN mendapat proteksi dari Tarumanagara, karena dianggap wilayah
Tarumanagara.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Pendirian KENDAN jika
diurut kesejarahannya sebagai hadiah dari Suryawarman, raja Tarumanagara. Pada
saat pendirian KENDAN, Tarumanagara ikut menyebarkan keberadaan Sang Manikmaya
keseluruh negara daerah yang ada diwilayah tersebut.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Pembentukan KENDAN
sama halnya dengan kisah Tarumanagara, semula berada di Wilayah Salakanagara,
kemudian pendiri Tarumanagara, Sang Rajadirajaguru (Jayasingawarman) menikahi
Minawati Iswati Tunggal Pertiwi, putri Dewawarman VIII. Sekalipun dalam
perjalanannya selanjutnya, Salakanagara menjadi kerajaan bawahan Tarumanagara,
namun masih belum dapat diketahui, kecuali disebut-sebut Tarumanagara maju
lebih pesat dibandingkan Salakanagara.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Mungkin juga jika Aki
Tirem pada waktu itu jabatannya seorang raja, jalan cerita Salakanagara pun akan
sama dengan cerita Tarumanagara dan Kendan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Karena Dewawarman I
menikahi Dewi Pohaci, putri Aki Tirem, kemudian menjadi Raja dan Rajaresi di
Wilayah yang ia terima sebagai hadiah dari raja yang sekaligus memproteksinya
dari gangguan luar.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Suatu hal yang sulit
dipahami jika pada periode selanjutnya KENDAN melepaskan diri dari
Tarumanagara. Karena KENDAN tidak mungkin menjadi kerajaan yang utuh jika
Suryawarman tidak menghadiahi Sang Manikmaya suatu daerah (KENDAN) lengkap
dengan rakyat dan tentaranya</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Pemberian hadiah ini
bukan hanya sekedar warisan mertua kepada menantunya, melainkan suatu bentuk
hadiah dari seorang sahabat dan orang yang dianggap berjasa menyebarkan agama
di wilayah Tarumanagara.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Suryawarman juga
menganggap Sang Manikmaya adalah Brahmana ulung dan berjasa terhadap agama.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Para penerus
Manikmaya</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Setelah Sang
Manikmaya meninggal, ia digantikan Sang Suralim, putranya pada tahun 490 Saka
(568 M). Sang Suralim, lebih mahir berperang dan banyak waktunya diabdikan
sebagai Senapati dan Panglima Tarumanagara, sehingga ia bergelar Baladhika ning
widyabala. Sang Suralim berkuasa selama 29 tahun. Kemudian digantikan Sang
Kandiawan, putranya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Lain halnya dengan
ayahnya, Sang Kandiawan lebih dikenal karena hidupnya minandita, ia bergelar
Rajaresi Dewaraja. Sebelum menggantikan ayahnya ia menjadi raja daerah di
Medang Jati atau Medang Gana, sehingga ia bergelar Rahyangta ri Medang Jati.
Namun sebagai raja Kendan ia tidak berkedudukan di Kendan, melainkan tetap di
Medang Jati. Hal ini dimungkinkan, mengingat di Kendan sudah dianggap
terpengaruh oleh Siwaisme, sedangkan ia penyembah Wisnu, sehingga ia pun bergelar
Batara Wisnu di Medang Jati.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Sang Kandiawan
mempunyai lima orang putra, dan menjadikannya sebagai penguasa daerah yang
berada diwilayah Kendan, yakni</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Mangukuhan di
kuli-kuli ;</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Karungkalah di
Surawulan ;</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Katungmaralah di
Peles Awi ;</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Sandangreba di Rawunglangit
; dan</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Wretikandayun
didaerah Menir.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Berbeda dengan kisah
tersebut, didalam Naskah Carita Parahyangan, kelima anak Sang Kandiawan
dibedakan karena profesinya, bukan karena diberikan daerah kekuasaan, yakni
Mangukuhan menjadi peladang ;</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Karungkalah menjadi
pemburu (panggerek) ; Katungmaralah menjadi penyadap ; Sandangreba menjadi
pedagang ; sedangkan Wretikandayun menggantikan Sang Kandiawan menjadi penguasa
KENDAN.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Sang Kandiawan
menduduki tahta KENDAN selama 15 tahun, sejak tahun 597 Saka (612 M), kemudian
ia mengundurkan diri untuk bertapa di Layuwatang (Kuningan), kemudian
digantikan Wretikandayun, putra bungsunya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Pertimbangan Sang
Kandiawan menyerahkan kekuasaan KENDAN kepada Wretikandayun tentunya membuahkan
pertanyaan besar, karena ia bukan anak pertama, dalam tradisi raja-raja dahulu
dianggap pihak yang paling berhak mewarisi tahta ayahnya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Pewarisan demikian
sebenarnya tidak bias "digebyah uyah", mengingat setiap orang ataupun
komunitas memiliki cirri khas yang mandiri dan berbeda dengan yang lainnya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Bisa saja pemilihan
Wretikandayun berdasarkan pada tradisi KENDAN karena ia lebih minandita
dibandingkan dengan saudara-sudaranya lainnya yang lebih banyak memprioritaskan
urusan yang bersifat keduniaan. Alasan ini dapat juga ditenggarai dari sejarah
keberadaan KENDAN, yakni suatu wilayah Karesian yang dihadiahkan Suryawarman,
raja Tarumanagara kepada Sangresi Manikmaya</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Namun untuk sekedar
alasan, mungkin jawabannya dapat diketahui dari Carita Parahyangan, tentang
lomba menombak Kebowulan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Carek sang
Mangukuhan: "Nam adi-adi sadaya urang moro ka tegalan."</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Sadatang ka tegalan,
kasampak Pwah Manjangandara reujeung Rakean Kebowulan. Diudag ku limaan, sarta
beunangna pada jangji, yen saha anu pangheulana keuna numbakna, nya manehna
piratueun.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Keuna ditumbak ku
Sang Wretikandayun, Kebowulan jeung Pwah Manjangandara teh.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Kebowulan lumpat ka
patapan, sadatangna hos bae paeh.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Ku Sang Wretikandayun
dituturkeun, kasampak pwah Bungatak Mangalengale keur nyusu ka Pwah
Manjangandara.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Pwah Bungatak
Mangalengale teh ku Sang Wretikandayun di bawa mulang ka Galuh, ka Rahiangta di
Medangjati.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Rahiyangan di
Medangjati lawasna ngadeg ratu limawelas taun.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Diganti ku Sang
Wretikandayun di Galuh, bari migarwa Pwah ngatak Mangalengale.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Tradisi penurunan
tahta kepada anak bungsu bukan sesuatu yang dilarang didalam tradisi KENDAN,
karena Wretikandayun didalam episode Galuh - Kawali mewariskan tahtanya kepada
Amara (Mandiminyak), putra bungsunya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Namun memang timbul
peristiwa Purbasora dan Sanjaya generasi pasca Wretikandayun. Peristiwa inipun
tidak berhenti hanya pada satu generasi, karena jika ditelaah berbuntut pada
peristiwa Manarah, yang dikenal dalam sejarah lisan sebagai Ciung Wanara.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Penyerahan tahta
kepada anak bungsu raja terjadi pula pasca Manarah, yakni dalam peristiwa
Manistri, atau dikenal dalam cerita Lutung Kasarung.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Manarah menyerahkan
kekuasaannya kepada Purbasari, sedang Purbasari masih memiliki kakak perempuan
lainnya, antara lain Purbalarang.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Ceritapun berbuntut
pada kisah rebutan kekuasaan. Berkat bantuan Sang Lutung (Manistri) akhirnya
Purbasari dapat memperoleh kekuasaannya. </span></div>
mengungkap rahasia melalui sejarahhttp://www.blogger.com/profile/05249020439193419198noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-42771882641267105.post-86128415495300836562012-10-12T21:52:00.000-07:002012-10-22T01:47:32.055-07:00Sejarah SundaKronologi Sejarah Sunda <br />
<br />
Kata Sunda artinya Bagus/ Baik/ Putih/ Bersih/ Cemerlang, segala sesuatu yang mengandung unsur kebaikan, orang Sunda diyakini memiliki etos/ watak/ karakter Kasundaan sebagai jalan menuju keutamaan hidup. Watak / karakter Sunda yang dimaksud adalah cageur (sehat), bageur (baik), bener (benar), singer (mawas diri), dan pinter (pandai/ cerdas) yang sudah ada sejak jaman Salaka Nagara tahun 150 sampai ke Sumedang Larang Abad ke- 17, telah membawa kemakmuran dan kesejahteraan lebih dari 1000 tahun.<br />
<br />
Sunda merupakan kebudayaan masyarakat yang tinggal di wilayah barat pulau Jawa dengan berjalannya waktu telah tersebar ke berbagai penjuru dunia. Sebagai suatu suku, bangsa Sunda merupakan cikal bakal berdirinya peradaban di Nusantara, di mulai dengan berdirinya kerajaan tertua di Indonesia, yakni Kerajaan Salakanagara dan Tarumanegara sampai ke Galuh, Pakuan Pajajaran, dan Sumedang Larang. Kerajaan Sunda merupakan kerajaan yang cinta damai, selama pemerintahannya tidak melakukan ekspansi untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Keturunan Kerajaan Sunda telah melahirkan kerajaan- kerajaan besar di Nusantara diantaranya Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Majapahit, Kerajaan Mataram, Kerajaan Cirebon, Kerajaan Banten, dll.<br />
<br />
Kronologi Sejarah Kerajaan Sunda<br />
<br />
Kerajaan Sunda (669-1579 M), menurut naskah Wangsakerta merupakan kerajaan yang berdiri menggantikan kerajaan Tarumanagara. Kerajaan Sunda didirikan oleh Tarusbawa pada tahun 591 Caka Sunda (669 M). Menurut sumber sejarah primer yang berasal dari abad ke-16, kerajaan ini merupakan suatu kerajaan yang meliputi wilayah yang sekarang menjadi Provinsi Banten, Jakarta, Provinsi Jawa Barat , dan bagian barat Provinsi Jawa Tengah.<br />
<br />
Berdasarkan naskah kuno primer Bujangga Manik (yang menceriterakan perjalanan Bujangga Manik, seorang pendeta Hindu Sunda yang mengunjungi tempat-tempat suci agama Hindu di Pulau Jawa dan Bali pada awal abad ke-16), yang saat ini disimpan pada Perpustakaan Boedlian, Oxford University, Inggris sejak tahun 1627), batas Kerajaan Sunda di sebelah timur adalah Ci Pamali ("Sungai Pamali", sekarang disebut sebagai Kali Brebes) dan Ci Serayu (yang saat ini disebut Kali Serayu) di Provinsi Jawa Tengah.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Tome Pires (1513) dalam catatan perjalanannya, Suma Oriental (1513 – 1515), menyebutkan batas wilayah Kerajaan Sunda di sebelah timur sebagai berikut: “Sementara orang menegaskan bahwa kerajaan Sunda meliputi setengah pulau Jawa. Sebagian orang lainnya berkata bahwa Kerajaan Sunda mencakup sepertiga Pulau Jawa ditambah seperdelapannya lagi. Katanya, keliling Pulau Sunda tiga ratus legoa. Ujungnya adalah Ci Manuk.'<br />
<br />
<br />
<br />
Menurut Naskah Wangsakerta, wilayah Kerajaan Sunda mencakup juga daerah yang saat ini menjadi Provinsi Lampung melalui pernikahan antara keluarga Kerajaan Sunda dan Lampung. Lampung dipisahkan dari bagian lain kerajaan Sunda oleh Selat Sunda.<br />
<br />
<br />
<br />
Hubungan Kerajaan Sunda dengan Eropa<br />
<br />
Kerajaan Sunda sudah lama menjalin hubungan dagang dengan bangsa Eropa seperti Inggris, Perancis dan Portugis. Kerajaan Sunda malah pernah menjalin hubungan politik dengan bangsa Portugis. Dalam tahun 1522, Kerajaan Sunda menandatangani Perjanjian Sunda-Portugis yang membolehkan orang Portugis membangun benteng dan gudang di pelabuhan Sunda Kelapa. Sebagai imbalannya, Portugis diharuskan memberi bantuan militer kepada Kerajaan Sunda dalam menghadapi serangan dari Demak dan Cirebon (yang memisahkan diri dari Kerajaan Sunda).<br />
<br />
<br />
<br />
Sejarah<br />
<br />
Sebelum berdiri sebagai kerajaan yang mandiri, Sunda merupakan bagian dari Tarumanagara. Raja Tarumanagara yang terakhir, Sri Maharaja Linggawarman Atmahariwangsa Panunggalan Tirthabumi (memerintah hanya selama tiga tahun, 666-669 M), menikah dengan Déwi Ganggasari dari Indraprahasta. Dari Ganggasari, beliau memiliki dua anak, yang keduanya perempuan. Déwi Manasih, putri sulungnya, menikah dengan Tarusbawa dari Sunda, sedangkan yang kedua, Sobakancana, menikah dengan Dapuntahyang Sri Janayasa, yang selanjutnya mendirikan kerajaan Sriwijaya. Setelah Linggawarman meninggal, kekuasaan Tarumanagara turun kepada menantunya, Tarusbawa. Hal ini menyebabkan penguasa Galuh, Wretikandayun (612-702) memberontak, melepaskan diri dari Tarumanagara, serta mendirikan Galuh yang mandiri. dari pihak Tarumanagara sendiri, Tarusbawa juga menginginkan melanjutkan kerajaan Tarumanagara. Tarusbawa selanjutnya memindahkan kekuasaannya ke Sunda, di hulu sungai Cipakancilan dimana di daerah tersebut sungai Ciliwung dan sungai Cisadane berdekatan dan berjajar. Kurang lebih adalah Kotamadya Bogor saat ini. Sedangkan Tarumanagara diubah menjadi bawahannya. Beliau dinobatkan sebagai raja Sunda pada hari Radite Pon, 9 Suklapaksa, bulan Yista, tahun 519 Saka (kira-kira 18 Mei 669 M). Sunda dan Galuh ini berbatasan, dengan batas kerajaanya yaitu sungai Citarum (Sunda di sebelah barat, Galuh di sebelah timur).<br />
<br />
<br />
<br />
Kerajaan kembar<br />
<br />
Putera Tarusbawa yang terbesar, Rarkyan Sundasambawa, wafat saat masih muda, meninggalkan seorang anak perempuan, Nay Sekarkancana. Cucu Tarusbawa ini lantas dinikahi oleh Rahyang Sanjaya dari Galuh, sampai mempunyai seorang putera, Rahyang Tamperan.<br />
<br />
<br />
<br />
Ibu dari Sanjaya adalah SANAHA, cucu Ratu Shima dari Kalingga, di Jepara. Ayah dari Sanjaya adalah Bratasenawa / SENA / SANNA, Raja Galuh ketiga, teman dekat Tarusbawa.<br />
<br />
Sena adalah cucu Wretikandayun dari putera bungsunya, Mandiminyak, raja Galuh kedua (702-709 M). Sena di tahun 716 M dikudeta dari tahta Galuh oleh PURBASORA. Purbasora dan Sena sebenarnya adalah saudara satu ibu, tapi lain ayah.<br />
<br />
<br />
<br />
Sena dan keluarganya menyelamatkan diri ke Pakuan, pusat Kerajaan Sunda, dan meminta pertolongan pada Tarusbawa. Ironis sekali memang, Wretikandayun, kakek Sena, sebelumnya menuntut Tarusbawa untuk memisahkan Kerajaan Galuh dari Tarumanegara / Kerajaan Sunda. Dikemudian hari, Sanjaya yang merupakan penerus Kerajaan Galuh yang sah, menyerang Galuh, dengan bantuan Tarusbawa, untuk melengserkan Purbasora.<br />
<br />
<br />
<br />
Saat Tarusbawa meninggal (tahun 723), kekuasaan Sunda dan Galuh berada di tangan Sanjaya. Di tangan Sanjaya, Sunda dan Galuh bersatu kembali.<br />
<br />
Tahun 732 Sanjaya menyerahkan kekuasaan Sunda-Galuh ke puteranya, Tamperan / Rarkyan Panaraban. Di Kalingga, Sanjaya memegang kekuasaan selama 22 tahun (732-754), yang kemudian diganti oleh puteranya dari Déwi Sudiwara, yaitu Rarkyan Panangkaran / Rakai Panangkaran.<br />
<br />
<br />
<br />
Rahyang Tamperan / RARKYAN PANARABAN berkuasa di Sunda-Galuh selama tujuh tahun (732-739), lalu membagi kekuasaan pada dua puteranya: Sang Manarah (dalam carita rakyat disebut Ciung Wanara) di Galuh serta Sang Banga (Hariang Banga) di Sunda.<br />
<br />
<br />
<br />
Sang Banga (Prabhu Kertabhuwana Yasawiguna Hajimulya) menjadi raja selama 27 tahun (739-766), tapi hanya menguasai Sunda dari tahun 759. Dari Déwi Kancanasari, keturunan Demunawan dari Saunggalah, Sang Banga mempunyai putera, bernama Rarkyan Medang, yang kemudian meneruskan kekuasaanya di Sunda selama 17 tahun (766-783) dengan gelar Prabhu Hulukujang.<br />
<br />
<br />
<br />
Karena anaknya perempuan, Rakryan Medang mewariskan kekuasaanya kepada menantunya, Rakryan Hujungkulon atau Prabhu Gilingwesi (dari Galuh, putera Sang Mansiri), yang menguasai Sunda selama 12 tahun (783-795).<br />
<br />
<br />
<br />
Karena Rakryan Hujungkulon inipun hanya mempunyai anak perempuan, maka kekuasaan Sunda lantas jatuh ke menantunya, Rakryan Diwus (dengan gelar Prabu Pucukbhumi Dharmeswara) yang berkuasa selama 24 tahun (795-819).<br />
<br />
<br />
<br />
Dari Rakryan Diwus, kekuasaan Sunda jatuh ke puteranya, Rakryan Wuwus, yang menikah dengan putera dari Sang Welengan (raja Galuh, 806-813). Kekuasaan Galuh juga jatuh kepadanya saat saudara iparnya, Sang Prabhu Linggabhumi (813-842), meninggal dunia. Kekuasaan Sunda-Galuh dipegang oleh RAKRYAN WUWUS (dengan gelar Prabhu Gajahkulon) sampai ia wafat tahun 891.<br />
<br />
<br />
<br />
Sepeninggal Rakryan Wuwus, kekuasaan Sunda-Galuh jatuh ke adik iparnya dari Galuh, Arya Kadatwan. Hanya saja, karena tidak disukai oleh para pembesar dari Sunda, ia dibunuh tahun 895, sedangkan kekuasaannya diturunkan ke putranya, Rakryan Windusakti.<br />
<br />
<br />
<br />
Kekuasaan ini lantas diturunkan pada putera sulungnya, Rakryan Kamuninggading (913). RAKRYAN KAMUNINGGADING menguasai Sunda-Galuh hanya tiga tahun, sebab kemudian direbut oleh adiknya, Rakryan Jayagiri (916).<br />
<br />
<br />
<br />
RAKRYAN JAYAGIRI berkuasa selama 28 tahun, kemudian diwariskan kepada menantunya, Rakryan Watuagung, tahun 942.<br />
<br />
<br />
<br />
Melanjutkan dendam orangtuanya, Rakryan Watuagung direbut kekuasaannya oleh keponakannya (putera Kamuninggading), Sang Limburkancana (954-964).<br />
<br />
<br />
<br />
Dari Limburkancana, kekuasaan Sunda-Galuh diwariskan oleh putera sulungnya, Rakryan Sundasambawa (964-973). Karena tidak mempunyai putera dari Sundasambawa, kekuasaan tersebut jatuh ke adik iparnya, Rakryan Jayagiri (973-989).<br />
<br />
<br />
<br />
Rakryan Jayagiri mewariskan kekuasaannya ka puteranya, Rakryan Gendang (989-1012), dilanjutkan oleh cucunya, Prabhu Déwasanghyang (1012-1019). Dari Déwasanghyang, kekuasaan diwariskan kepada puteranya, lalu ke cucunya yang membuat prasasti Cibadak, Sri Jayabhupati (1030-1042). Sri Jayabhupati adalah menantu dari Dharmawangsa Teguh dari Jawa Timur, mertua raja Erlangga (1019-1042).<br />
<br />
<br />
<br />
Dari Sri Jayabhupati, kekuasaan diwariskan kepada putranya, Dharmaraja (1042-1064), lalu ke cucu menantunya, Prabhu Langlangbhumi ((1064-1154). Prabu Langlangbhumi dilanjutkan oleh putranya, Rakryan Jayagiri (1154-1156), lantas oleh cucunya, Prabhu Dharmakusuma (1156-1175). Dari Prabu Dharmakusuma, kekuasaan Sunda-Galuh diwariskan kepada putranya, Prabhu Guru Dharmasiksa, yang memerintah selama 122 tahun (1175-1297). Dharmasiksa memimpin Sunda-Galuh dari Saunggalah selama 12 tahun, tapi kemudian memindahkan pusat pemerintahan kepada Pakuan Pajajaran, kembali lagi ke tempat awal moyangnya (Tarusbawa) memimpin kerajaan Sunda.<br />
<br />
<br />
<br />
Sepeninggal Dharmasiksa, kekuasaan Sunda-Galuh turun ke putranya yang terbesar, Rakryan Saunggalah (Prabhu Ragasuci), yang berkuasa selama enam tahun (1297-1303). Prabhu Ragasuci kemudian diganti oleh putranya, Prabhu Citraganda, yang berkuasa selama delapan tahun(1303-1311), kemudian oleh keturunannya lagi, Prabu Linggadéwata (1311-1333). Karena hanya mempunyai anak perempuan, Linggadéwata menurunkan kekuasaannya ke menantunya, Prabu Ajiguna Linggawisésa (1333-1340), kemudian ke Prabu Ragamulya Luhurprabawa (1340-1350). Dari Prabu Ragamulya, kekuasaan diwariskan ke putranya, Prabu Maharaja Linggabuanawisésa (1350-1357), yang di ujung kekuasaannya gugur di Bubat (baca Perang Bubat). Karena saat kejadian di Bubat, putranya -- Niskalawastukancana -- masih kecil, kekuasaan Sunda sementara dipegang oleh Patih Mangkubumi Sang Prabu Bunisora (1357-1371).<br />
<br />
<br />
<br />
Prasasti Kawali di Kabuyutan Astana Gedé, Kawali, Ciamis.<br />
<br />
Sapeninggal Prabu Bunisora, kekuasaan kembali lagi ke putra Linggabuana, Niskalawastukancana, yang kemudian memimpin selama 104 tahun (1371-1475). Dari isteri pertama, Nay Ratna Sarkati, ia mempunyai putera Sang Haliwungan (Prabu Susuktunggal), yang diberi kekuasaan bawahan di daerah sebelah barat Citarum (daerah asal Sunda). Prabu Susuktunggal yang berkuasa dari Pakuan Pajajaran, membangun pusat pemerintahan ini dengan mendirikan keraton Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati. Pemerintahannya terbilang lama (1382-1482), sebab sudah dimulai saat ayahnya masih berkuasa di daerah timur.<br />
<br />
<br />
<br />
Dari Nay Ratna Mayangsari, istrinya yang kedua, ia mempunyai putera Ningratkancana (Prabu Déwaniskala), yang meneruskan kekuasaan ayahnya di daerah Galuh (1475-1482).<br />
<br />
<br />
<br />
Susuktunggal dan Ningratkancana menyatukan ahli warisnya dengan menikahkan Jayadéwata (putra Ningratkancana) dengan Ambetkasih (putra Susuktunggal). Tahun 1482, kekuasaan Sunda dan Galuh disatukan lagi oleh Jayadéwata (yang bergelar Sri Baduga Maharaja). Sapeninggal Jayadéwata, kekuasaan Sunda-Galuh turun ke putranya, Prabu Surawisésa (1521-1535), kemudian Prabu Déwatabuanawisésa (1535-1543), Prabu Sakti (1543-1551), Prabu Nilakéndra (1551-1567), serta Prabu Ragamulya atau Prabu Suryakancana (1567-1579). Prabu Suryakancana ini merupakan pemimpin kerajaan Sunda-Galuh yang terakhir, sebab setelah beberapa kali diserang oleh pasukan Maulana Yusuf dari Kesultanan Banten, kerajaan Sunda lainnya, di tahun 1579, yang mengalibatkan kekuasaan Prabu Surya Kancana dan Kerajaan Pajajaran runtuh.<br />
<br />
Sebelum Kerajaan Pajajaran runtuh Prabu Surya Kancana memerintahkan ke empat patihnya untuk membawa mahkota kerajaan beserta anggota kerajaan ke Sumedang Larang yang sama- sama merupakan keturunan Kerajaan Sunda untuk meneruskan pemerintahan.<br />
<br />
<br />
<br />
Kerajaan Sumedang Larang berasal dari pecahan kerajaan Sunda-Galuh yang beragama Hindu, yang didirikan oleh Prabu Geusan Ulun Aji Putih atas perintah Prabu Suryadewata sebelum Keraton Galuh dipindahkan ke Pajajaran, Bogor. Seiring dengan perubahan zaman dan kepemimpinan, nama Sumedang mengalami beberapa perubahan. Yang pertama yaitu Kerajaan Tembong Agung yang berlokasi di Desa Cipaku Kecamatan Darmaraja (Tembong artinya nampak dan Agung artinya luhur, memperlihatkan ke Agungan Yang Maha Kuasa) dipimpin oleh Prabu Guru Aji Putih pada abad ke XII. Prabu Guru Aji Putih memiliki putra yang bernama Prabu Tajimalela dan kemudian pada masa zaman Prabu Tajimalela, diganti menjadi Himbar Buana, yang berarti menerangi alam, Prabu Tajimalela pernah berkata “Insun medal; Insun madangan”. Artinya Aku dilahirkan; Aku menerangi. Kata Sumedang diambil dari kata Insun Madangan yang berubah pengucapannya menjadi Sun Madang yang selanjutnya menjadi Sumedang. Ada juga yang berpendapat berasal dari kata Insun Medal yang berubah pengucapannya menjadi Sumedang dan Larang berarti sesuatu yang tidak ada tandingnya.<br />
<br />
<br />
<br />
Pemerintahan berdaulat<br />
<br />
<br />
<br />
Prabu Agung Resi Cakrabuana (950 M)<br />
<br />
Prabu Agung Resi Cakrabuana atau lebih dikenal Prabu Tajimalela dianggap sebagai pokok berdirinya Kerajaan Sumedang. Pada awal berdiri bernama Kerajaan Tembong Agung dengan ibukota di Leuwihideung (sekarang Kecamatan Darmaraja). Beliau punya tiga putra yaitu Prabu Lembu Agung, Prabu Gajah Agung, dan Sunan Geusan Ulun.<br />
<br />
<br />
<br />
Berdasarkan Layang Darmaraja, Prabu Tajimalela memberi perintah kepada kedua putranya (Prabu Lembu Agung dan Prabu Gajah Agung), yang satu menjadi raja dan yang lain menjadi wakilnya (patih). Tapi keduanya tidak bersedia menjadi raja. Oleh karena itu, Prabu Tajimalela memberi ujian kepada kedua putranya jika kalah harus menjadi raja. Kedua putranya diperintahkan pergi ke Gunung Nurmala (sekarang Gunung Sangkanjaya). Keduanya diberi perintah harus menjaga sebilah pedang dan kelapa muda (duwegan/degan). Tetapi, Prabu Gajah Agung karena sangat kehausan beliau membelah dan meminum air kelapa muda tersebut sehingga beliau dinyatakan kalah dan harus menjadi raja Kerajaan Sumedang Larang tetapi wilayah ibu kota harus mencari sendiri. Sedangkan Prabu Lembu Agung tetap di Leuwihideung, menjadi raja sementara yang biasa disebut juga Prabu Lembu Peteng Aji untuk sekedar memenuhi wasiat Prabu Tajimalela. Setelah itu Kerajaan Sumedang Larang diserahkan kepada Prabu Gajah Agung dan Prabu Lembu Agung menjadi resi. Prabu Lembu Agung dan pera keturunannya tetap berada di Darmaraja. Sedangkan Sunan Geusan Ulun dan keturunannya tersebar di Limbangan, Karawang, dan Brebes.<br />
<br />
<br />
<br />
Setelah Prabu Gajah Agung menjadi raja maka kerajaan dipindahkan ke Ciguling. Ia dimakamkan di Cicanting Kecamatan Darmaraja. Ia mempunyai dua orang putra, pertama Ratu Istri Rajamantri, menikah dengan Prabu Siliwangi dan mengikuti suaminya pindah ke Pakuan Pajajaran. Kedua Sunan Guling, yang melanjutkan menjadi raja di Kerajaan Sumedang Larang. Setelah Sunan Guling meninggal kemudian dilanjutkan oleh putra tunggalnya yaitu Sunan Tuakan. Setelah itu kerajaan dipimpin oleh putrinya yaitu Nyi Mas Ratu Patuakan. Nyi Mas Ratu Patuakan mempunyai suami yaitu Sunan Corenda, putra Sunan Parung, cucu Prabu Siliwangi (Prabu Ratu Dewata). Nyi Mas Ratu Patuakan mempunyai seorang putri bernama Nyi Mas Ratu Inten Dewata (1530-1578), yang setelah ia meninggal menggantikannya menjadi ratu dengan gelar Ratu Pucuk Umun.<br />
<br />
<br />
<br />
Ratu Pucuk Umun menikah dengan Pangeran Santri, julukan Pangeran Santri karena asalnya yang dari pesantren dan perilakunya yang sangat alim. Dengan pernikahan tersebut berakhirlah masa kerajaan Hindu di Sumedang Larang. Sejak itulah mulai menyebarnya agama Islam di wilayah Sumedang Larang.<br />
<br />
<br />
<br />
Ratu Pucuk Umun dan Pangeran Santri<br />
<br />
Pada pertengahan abad ke-16, mulailah corak agama Islam mewarnai perkembangan Sumedang Larang. Ratu Pucuk Umun, seorang wanita keturunan raja-raja Sumedang kuno yang merupakan seorang Sunda muslimah; menikahi Pangeran Santri (1505-1579 M) yang bergelar Ki Gedeng Sumedang dan memerintah Sumedang Larang bersama-sama serta menyebarkan ajaran Islam di wilayah tersebut. Pangeran Santri adalah cucu dari Syekh Maulana Abdurahman (Sunan Panjunan) dan cicit dari Syekh Datuk Kahfi, seorang ulama keturunan Arab Hadramaut yang berasal dari Mekkah dan menyebarkan agama Islam di berbagai penjuru daerah di kerajaan Sunda. Pernikahan Pangeran Santri dan Ratu Pucuk Umun ini melahirkan Prabu Geusan Ulun atau dikenal dengan Prabu Angkawijaya. Pada masa Ratu Pucuk Umun, ibukota Kerajaan Sumedang Larang dipindahkan dari Ciguling ke Kutamaya.<br />
<br />
<br />
<br />
Prabu Geusan Ulun<br />
<br />
Prabu Geusan Ulun (1580-1608 M) dinobatkan untuk menggantikan kekuasaan ayahnya, Pangeran Santri. Beliau menetapkan Kutamaya sebagai ibukota kerajaan Sumedang Larang, yang letaknya di bagian Barat kota. Wilayah kekuasaannya meliputi Kuningan, Bandung, Garut, Tasik, Sukabumi (Priangan) kecuali Galuh (Ciamis). Kerajaan Sumedang pada masa Prabu Geusan Ulun mengalami kemajuan yang pesat di bidang sosial, budaya, agama, militer dan politik pemerintahan. Setelah wafat pada tahun 1608, putera angkatnya, Pangeran Rangga Gempol Kusumadinata atau Rangga Gempol I, yang dikenal dengan nama Raden Aria Suradiwangsa menggantikan kepemimpinannya.<br />
<br />
<br />
<br />
Pada masa awal pemerintahan Prabu Geusan Ulun, Kerajaan Pajajaran Galuh Pakuan sedang dalam masa kehancurannya karena diserang oleh Kerajaan Banten yang dipimpin Sultan Maulana Yusuf dalam rangka menyebarkan Agama Islam. Oleh karena penyerangan itu Kerajaan Pajajaran hancur. Pada saat-saat kekalahan Kerajaan Pajajaran, Prabu Siliwangi sebelum meninggalkan Keraton beliau mengutus empat prajurit pilihan tangan kanan Prabu Siliwangi untuk pergi ke Kerajaan Sumedang dengan rakyat Pajajaran untuk mencari perlindungan yang disebut Kandaga Lante. Kandaga Lante tersebut menyerahkan mahkota emas simbol kekuasaan Raja Pajajaran, kalung bersusun dua dan tiga, serta perhiasan lainnya seperti benten, siger, tampekan, dan kilat bahu (pusaka tersebut masih tersimpan di Museum Prabu Geusan Ulun si Sumedang). Kandaga Lante yang menyerahkan tersebut empat orang yaitu Sanghyang Hawu atau Embah Jayaperkosa, Batara Dipati Wiradijaya atau Embah Nangganan, Sanghyang Kondanghapa, dan Batara Pancar Buana atau Embah Terong Peot.<br />
<br />
<br />
<br />
Walaupun pada waktu itu tempat penobatan raja direbut oleh pasukan Banten (wadyabala Banten) tetapi mahkota kerajaan terselamatkan. Dengan diberikannya mahkota tersebut kepada Prabu Geusan Ulun, maka dapat dianggap bahwa Kerajaan Pajajaran Galuh Pakuan menjadi bagian Kerajaan Sumedang Larang, sehingga wilayah Kerajaan Sumedang Larang menjadi luas. Batas wilayah baratnya Sungai Cisadane, batas wilayah timurnya Sungai Cipamali (kecuali Cirebon dan Jayakarta), batas sebelah utaranya Laut Jawa, dan batas sebelah selatannya Samudera Hindia.<br />
<br />
<br />
<br />
Secara politik Kerajaan Sumedang Larang didesak oleh tiga musuh: yaitu Kerajaan Banten yang merasa terhina dan tidak menerima dengan pengangkatan Prabu Geusan Ulun sebagai pengganti Prabu Siliwangi; pasukan VOC di Jayakarta yang selalu mengganggu rakyat; dan Kesultanan Cirebon yang ditakutkan bergabung dengan Kesultanan Banten. Pada masa itu Kesultanan Mataram sedang pada masa kejayaannya, banyak kerajaan-kerajaan kecil di Nusantara yang menyatakan bergabung kepada Mataram. Dengan tujuan politik pula akhirnya Prabu Geusan Ulun menyatakan bergabung dengan Kesultanan Mataram. Prabu Geusan Ulun merupakan raja terakhir Kerajaan Sumedang Larang, karena selanjutnya menjadi bagian Mataram dan pangkat raja turun menjadi adipati (bupati).<br />
<br />
<br />
<br />
Raja-raja Kerajaan Sunda dari Salaka Nagara s/d Sumedang Larang<br />
<br />
Di bawah ini deretan raja-raja yang pernah memimpin Kerajaan Sunda menurut naskah Pangéran Wangsakerta (waktu berkuasa dalam tahun Masehi):<br />
<br />
Periode Salaka Nagara dan Taruma Nagara (Dewawarman - Linggawarman, 150 - 669).<br />
<br />
0. Dewawarman I - VIII, 150 - 362<br />
<br />
1. Jayasingawarman, 358-382<br />
<br />
2. Dharmayawarman, 382-395<br />
<br />
3. Purnawarman, 395-434<br />
<br />
4. Wisnuwarman, 434-455<br />
<br />
5. Indrawarman, 455-515<br />
<br />
6. Candrawarman, 515-535<br />
<br />
7. Suryawarman, 535-561<br />
<br />
8. Kertawarman, 561-628<br />
<br />
9. Sudhawarman, 628-639<br />
<br />
10. Hariwangsawarman, 639-640<br />
<br />
11. Nagajayawarman, 640-666<br />
<br />
12. Linggawarman, 666-669<br />
<br />
<br />
<br />
Periode Kerajaan Galuh - Pakuan - Pajajaran - Sumedang Larang<br />
<br />
1. Tarusbawa (menantu Linggawarman, 669 - 723)<br />
<br />
2. Harisdarma, atawa Sanjaya (menantu Tarusbawa, 723 - 732)<br />
<br />
3. Tamperan Barmawijaya (732 - 739)<br />
<br />
4. Rakeyan Banga (739 - 766)<br />
<br />
5. Rakeyan Medang Prabu Hulukujang (766 - 783)<br />
<br />
6. Prabu Gilingwesi (menantu Rakeyan Medang Prabu Hulukujang, 783 - 795)<br />
<br />
7. Pucukbumi Darmeswara (menantu Prabu Gilingwesi, 795 - 819)<br />
<br />
8. Rakeyan Wuwus Prabu Gajah Kulon (819 - 891)<br />
<br />
9. Prabu Darmaraksa (adik ipar Rakeyan Wuwus, 891 - 895)<br />
<br />
10. Windusakti Prabu Déwageng (895 - 913)<br />
<br />
11. Rakeyan Kamuning Gading Prabu Pucukwesi (913 - 916)<br />
<br />
12. Rakeyan Jayagiri (menantu Rakeyan Kamuning Gading, 916 - 942)<br />
<br />
13. Atmayadarma Hariwangsa (942 - 954)<br />
<br />
14. Limbur Kancana (putera Rakeyan Kamuning Gading, 954 - 964)<br />
<br />
15. Munding Ganawirya (964 - 973)<br />
<br />
16. Rakeyan Wulung Gadung (973 - 989)<br />
<br />
17. Brajawisésa (989 - 1012)<br />
<br />
18. Déwa Sanghyang (1012 - 1019)<br />
<br />
19. Sanghyang Ageng (1019 - 1030)<br />
<br />
20. Sri Jayabupati (Detya Maharaja, 1030 - 1042)<br />
<br />
21. Darmaraja (Sang Mokténg Winduraja, 1042 - 1065)<br />
<br />
22. Langlangbumi (Sang Mokténg Kerta, 1065 - 1155)<br />
<br />
23. Rakeyan Jayagiri Prabu Ménakluhur (1155 - 1157)<br />
<br />
24. Darmakusuma (Sang Mokténg Winduraja, 1157 - 1175)<br />
<br />
25. Darmasiksa Prabu Sanghyang Wisnu (1175 - 1297)<br />
<br />
26. Ragasuci (Sang Mokténg Taman, 1297 - 1303)<br />
<br />
27. Citraganda (Sang Mokténg Tanjung, 1303 - 1311)<br />
<br />
28. Prabu Linggadéwata (1311-1333)<br />
<br />
29. Prabu Ajiguna Linggawisésa (1333-1340)<br />
<br />
30. Prabu Ragamulya Luhurprabawa (1340-1350)<br />
<br />
31. Prabu Maharaja Linggabuanawisésa (yang gugur dalam Perang Bubat, 1350-1357)<br />
<br />
32. Prabu Bunisora (1357-1371)<br />
<br />
33. Prabu Niskalawastukancana (1371-1475)<br />
<br />
34. Prabu Susuktunggal (1475-1482)<br />
<br />
35. Prabu Jayadéwata (Sri Baduga Maharaja, 1482-1521)<br />
<br />
36. Prabu Surawisésa (1521-1535)<br />
<br />
37. Prabu Déwatabuanawisésa (1535-1543)<br />
<br />
38. Prabu Sakti (1543-1551)<br />
<br />
39. Prabu Nilakéndra (1551-1567)<br />
<br />
40. Prabu Ragamulya atau Prabu Suryakancana (1567-1579)<br />
<br />
41. Prabu Geusan Ulun (1580-1608 M)<br />
<br />
Sumber:<br />
<br />
- Herwig Zahorka, The Sunda Kingdoms of West Java, From Taruma Nagara to Pakuan Pajajaran with Royal Center of Bogor, tahun 2007.<br />
<br />
- Saleh Danasasmita, Sajarah Bogor, Tahun 2000<br />
<br />
- Ayatrohaedi: Sundakala, Cuplikan Sejarah Sunda Berdasar Naskah-naskah "Panitia Wangsakerta" Cirebon. Pustaka Jaya, 2005.<br />
<br />
- Aca. 1968. Carita Parahiyangan: naskah titilar karuhun urang Sunda abad ka-16 Maséhi. Yayasan Kabudayaan Nusalarang, Bandung.<br />
<br />
- Edi S. Ekajati. 2005. Polemik Naskah Pangeran Wangsakerta. Pustaka Jaya, Jakarta. ISBN 979-419-329-1<br />
<br />
- Yoséph Iskandar. 1997. Sejarah Jawa Barat: yuganing rajakawasa. Geger Sunten, Bandung.mengungkap rahasia melalui sejarahhttp://www.blogger.com/profile/05249020439193419198noreply@blogger.com0